Lip Biting

11.9K 152 2
                                    

Setelah pagi itu lagi-lagi aku terbangun tanpa Braga - memangnya sejak kapan dia pernah menginap - aku malah tidak bertemu lagi dengan Braga sampai hari ini. Braga yang lagi super sibuknya itu, langsung terbang ke Bangkok lagi keesokan harinya. Dan lagi-lagi kami hanya bisa mengobrol melalui telepon - terima kasih untuk layanan free call dari salah satu messenger kesayangan kami berdua.

"Papa sakit. Dan aku masih belum bisa pulang secepatnya ke Jakarta," suara Braga terdengar sangat frustasi dan aku yakin kalau dia sedang berusaha menahan tangis. Hatiku mencelos mendengar suaranya saat ini.

"Memangnya nggak bisa tukar tiket pulang kamu?"

"Sekretarisku masih belum bisa dapat tiket untuk malam ini. Entah kenapa perasaanku nggak enak banget, soalnya nggak ada satu orangpun yang ngasih tau Papa sakit apa."

Aku kasihan mendengar Braga. Rapat perusahaan yang mengharuskannya ke Bangkok beberapa hari pasti sudah membuatnya kebingungan. Sepengetahuanku juga jadwal dia berada di Bangkok masih sampai besok sore.

"Kamu mau aku ke Bandung, untuk lihat keadaan Papa kamu?"

"Nggak perlu, Leandra. Kamu juga kan harus kerja. Aku akan usahakan untuk pulang malam ini biar bagaimanapun. Aku cuma stres sedikit."

"Just let me know ya. Nanti aku jemput, tapi pake taksi. Hehe."

"Nggak perlu, Leandra. Sendirian malam-malam naik taksi, kamu jangan nambah pikiran aku deh."

Aku tersenyum mendengar nada khawatirnya.

"Okay, just let me updated with the news ya.."

"I will, Leandra... and...", Braga menggantung kalimatnya membuatku menunggu dengan tidak sabar.

"And....?"

"And thanks for being ears..aku nggak tau harus telepon siapa dan bercerita dengan emosi malu-maluin kayak gini lagi kalau nggak ada kamu.."

Apapun, Ga. Apapun untuk kamu, pasti aku lakuin. Hal yang mungkin nggak pernah kamu sadarin sampai saat ini.

"Anytime, dear.."

---

"Good morning, Lea!"

Bucket bunga itu bersuara di depan pintu apartemenku.

"Tumben kamu datang nggak ada kabar dan sepagi ini," aku langsung menarik Arga masuk ke apartemenku, sebelum tetangga ada yang melihat. Dan meletakkan bunga segerombolnya itu di meja makan.

"Aku tadi kebetulan lewat jalan sini, dan berpikir untuk sarapan lontong sayur padang itu juga teh talua yang di seberang apartemenmu ini. Wanna join?"

"Aku ganti baju dulu ya.."

"Kiara sakit dan mamanya ngelarang aku jenguk," sesi curhat Arga dimulai. Aku terus mendengarkan ceritanya sambil memilih baju yang akan kupakai kerja hari ini. Berhubung nggak ada janji meeting hari ini, kayaknya pake baju santai lebih pas.

"Udah hubungin Kiara?"

"Dia nggak ada jawab telpon, sms, dan semua chat dari aku."

"Biarin aja kalau begitu."

"Aku sengaja cuti hari ini untuk ketemu dia, tapi ternyata yang terjadi malah nggak sesuai rencana."

"Ready to eat, Mr. Cheater?" aku berdiri riang di hadapan Arga seolah tidak mempedulikan permasalahannya. Jangan bilang aku bukan teman yang baik, aku hanya tidak ingin mood-ku hari ini rusak karena masalah orang lain.

"You didn't listen to me, did you?" Arga menaikkan sebelah alisnya. Gaya andalannya yang kusukai. Mukanya terlihat jahil dan lebih santai.

"Habis makan kamu pasti akan ngerasa lebih baik..nggak bingung kayak gini.."

"Ada hal lain yang bisa bikin aku ngerasa lebih baik.." kalau menaikkan sebelah alisnya sudah membuatku terpana, senyum jahilnya yang sekarang ditunjukkan padaku membuatku berdebar-debar. Sialan, ini bukan cinta, tapi...

Bibir lembutnya langsung mengunci bibirku yang belum sempat berkomentar.

---

Lady in BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang