Dua.

5 2 0
                                    


Hari-hari berikutnya berjalan canggung di antara aku dan Junhong.

Setiap kali ada kesempatan, yang kami lakukan hanya saling menatap satu sama lain tanpa bicara sedikitpun.

Bahkan di kantin saat istirahat makan siang. Junhong yang duduk bersama gengnya di Meja Ketenaran kepergok sedang berusaha membuat lubang di wajahku, yang duduk sekitar empat meja jauhnya, ketika aku sedang menyuapkan puding tahuku. Bukannya masuk ke mulut, pudingku malah jatuh ke paha.

"Kau ini kenapa?" kata Sunbyul, mengernyit ketika melihat irisan puding tahu yang menjijikan mengotori celanaku. Disodorkannya sapu tangan bersih miliknya untuk membereskan kekacauan yang aku lakukan.

"Oh, terimakasih Sunbyul," kubersihkan celanaku dengan sapu tangan miliknya, "Aku baik-baik saja, hanya sesuatu membuatku tersedak."

"Maksudmu Choi Junhong?" kata Jimin.

"Ya, kalian aneh sekali akhir-akhir ini," Sungrin menimpali.

"Kau ini ngomong apa?" aku berusaha menghabiskan pudingku dengan cepat. Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi di antara kami.

Rasanya aku ingin keluar saja dari sini.

"Jelas sekali kalian tadi berinteraksi dengan serius tanpa ingin melibatkan orang lain."

Kata-kata Sungrin membuat aku tersedak sungguhan. Sekarang semua mata di meja kami menatapku curiga.

"Hebat," aku bergerak membereskan sisa makananku dan membawanya pergi bersamaku, "sampai jumpa di kelas, guys."

Kecuali, aku tidak langsung pergi ke kelas. Setelah membuang sampah, aku berlari ke toilet. Beruntung, saat aku masuk toilet sedang sepi. Kubasuh wajahku dengan air dingin lalu kuikat rambutku tinggi di belakang kepala dan mulai mengatur napasku. Aku selalu melakukannya saat aku merasa gugup.

Bayangan Junhong menatapku di kantin tadi muncul, beberapa kali dia kepergok sedang menatapku . Memang dia tidak selalu memberikan tatapan seperti itu. Biasanya aku bisa mengikuti permainannya meskipun pada akhirnya aku kalah juga.

Hanya dengan memikirkannya saja bisa membuat pipiku panas. Aku tidak mengerti kenapa responku terhadapnya sampai separah ini. Junhong itu cowok! Bukan seperti ini harusnya respon yang aku berikan untuk seorang cowok. Belum lagi, fakta bahwa aku menyukai kakaknya membuat aku makin bingung. Atau... Apa mungkin aku begini karena kakaknya? Benar, ini pasti karena dia adiknya Seunghyun oppa. Pasti begitu.

Aku berjalan cepat menuju kelasku saat aku sadar bahwa bel masuk tinggal tiga menit lagi. Beberapa siswa senior masih berkeliaran di koridor ketika aku masuk ke kelas.

"Minah," Seunghee memanggilku begitu dia melihatku berjalan ke tempat duduk, "tadi Moon Jongup mencarimu."

"Ada perlu apa dia?" kataku.

"Sesuatu tentang workshop yang berhubungan dengan Jonghyun," Aku ingat Moon Jongup dari komunitas fotografi milik Jonghyun, sesekali aku ikut pemotretan dan jadi asisten fotografernya Jonghyun bersama Jongup. Yang aku tahu, Jongup sangat tertarik dengan dunia fotografi setelah pertemuan kami yang ke sekian kali, dan dia jadi lebih sering menghubungiku ketika dia butuh sesuatu dari Jonghyun. Jongup juga suka berkumpul dengan teman-temannya Junhong. Aku pernah melihat mereka beberapa kali tiap Jumat siang saat aku pergi ke KeyBum's.

"Nanti saja aku beritahu Jonghyun."

Ketika pelajaran dimulai aku bisa merasakan Junhong kembali menatapku, maka kubungkukkan punggungku hingga mendekati meja lebih rendah lagi dan pura-pura mencatat, berharap Junhong berhenti menatapku. Setidaknya itu berhasil untuk saat ini.

FifteenWhere stories live. Discover now