Suara dentingan piring dan sendok yang beradu menjadi satu-satunya sumber suara diruang makan. Ayah, ibu, dan anak perempuan mereka lebih memilih menyimpan suara. Menyantap sarapan dalam diam. Kentara sekali ada canggung yang membelit keluarga kecil tersebut.
Derit kursi menarik atensi sepasang suami istri. Pandangan mereka jatuh pada anak perempuan yang bermuka masam.
"Aku sudah selesai."
"[Name], sarapanmu belum habis," ucap sang ibu, begitu lembut Dan sarat perhatian.
"Tapi aku sudah kenyang bu."
Brak...
Kedua hawa dalam ruangan terlonjak. Gebrakan meja oleh sang ayah tak pernah diperhitungkan oleh mereka.
Ibu mengelus pelan bahu ayah. Berharap sentuhannya dapat menenangkan tulang rusuknya Yang tengah menatap garang kearah buah hati mereka.
"Jangan kekanak-kanakan, [name]."
Jelita mendengus geli. "Siapa? Aku? Yang benar saja. Apa hubungannya perut kenyang Dan kekanak-kanakan?"
Beranjak dari duduknya. Sang ayah melangkah mendekat kepada Putri semata wayang. "Kau pikir ayah tidak sadar. Semenjak ayah bilang kita akan pindah, sikapmu mulai aneh."
Tertawa miris. "Lalu kenapa kalau ayah sadar? Kita batal pindah? Tidak kan? Kalau begitu abaikan saja."
"[Full name]!"
"Ah aku harus berangkat sekarang." Lantas, ia berlari naik keatas. Menyambar tas lalu tergesa menuju genkan. "Ibu, ayah, aku berangkat!"
Blam...
[Full name] pun keluar dari rumah.
Sembari berjalan, gadis bermahkota [hair color] itu terus melempar pandangan pada langit yang begitu jernih.
Sebuah kurva melengkung terpampang jelas. Kebahagiaan sederhana bagi [name]. Berangkat dipagi hari ditemani langit cerah dan udara sejuk khas Miyagi.
"Ah... Sayang sekali aku tidak bisa menikmati ini lebih Lama lagi."
*
Istirahat kali ini, [name] memutuskan untuk menetap dikelas ditemani sekotak susu strawberry. Entah kenapa semenjak mendengar bahwa ia akan pindak ke Tokyo, mendadak nafsu makannya menghilang.
Segala sesuatu terasa begitu hambar. Sialnya, ia tak bisa melakukan apa-apa tentang kondisi ini.
Ponsel yang bergetar di saku rok sukses membuyarkan lamunannya. Kelabakan, gadis itu bergegas merogoh saku.
Decihan kecil terlontar mulus tatkala mendapati apa yang tertulis di layar ponselnya. Sebuah pesan dari kontak bernama Unkoyaro.
Unkoyaro
Aku mengajakmu makan ramen sepulang sekolah nanti.
Maaf, tidak bisa aku ada kerja kelompok
Kalau begitu sepulang kerja kelompok, bisa?
Aku mohon [name]-chan.Hmm, baiklah
Arigatou [name]-chan!
Ajakan makan ramen yang biasanya membuat dia berjingkrak girang pun tak memberikan gelenyar apapun dalam sanubari. Apa mungkin dia sudah mati rasa.
Ah berlebihan.
"Woy, kau melihat yachi-san?"
[name] kenal betul siapa pemilik suara itu, tanpa melihat si penannya, [name] menggeleng pelan. Ia tidak sedang dalam mood baik untuk berdebat. Yang ingin dia lakukan hanya melamun, dan ber-overthinking ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐬𝐮𝐤𝐢𝐬𝐡𝐢𝐦𝐚 𝐊𝐞𝐢 ❝ How to Say Goodbye❞
Fanficཻུ۪۪⸙͎╰─►❝Mengucapkan selamat tinggal tidaklah semudah membalikan telapak tangan.❞ ☄︎ Start 24 january 2021 ☄︎ Finnish 11 january 2021 Haikyuu © Haruichi furudate ˗ˏˋ𝒟𝒶𝓃𝒹𝑒𝓊𝓁𝒻 ࿐ྂ