Sesegera setelah mereka kembali ke rumah Arthur di Bumi, Tulpa raksasa di belakang mereka langsung meletus dan air yang membentuk tubuhnya mengempas keras dinding-dinding ruangan. Tubuh Arthur jatuh begitu saja dan sesuatu mewujud di udara di depan mereka; sebuah lingkaran, tercipta dari garis-garis kuning menyala yang menyambar-nyambar layaknya petir mini.
"Ostium?" Connor mendesis.
Seorang pria melangkah keluar dari lingkaran itu. Ia mengenakan seragam putih mirip peacoat dengan lengan panjang berwarna kuning. Ia berhenti, lalu berseru, "Continum!" Seutas tali keperakan meluncur dari ujung tongkat yang dipegangnya, lantas membelit tubuh Darren.
"Tunggu!" Namun, sebelum Connor sempat berbuat apa-apa, keluar lagi dua pria dari ostium. Salah satunya dengan tangan terangkat ke arah Connor. Pria itu mengayunkan tangannya ke kanan dan pada saat yang bersamaan, tubuh Connor melayang ke kanan sampai menempel ke dinding.
Pria itu menoleh ke Connor. "Tolong, jangan mengganggu."
Connor berusaha meronta, tapi ada semacam kekuatan yang memaksanya agar tetap menempel ke dinding.
Telekinesis, rutuk Connor.
Tidak jauh berbeda dengan Connor, Darren juga tidak bisa banyak bergerak. Tali perak itu kelihatannya saja rapuh. Kenyataannya, tali itu setangguh rantai.
"Kalian siapa?" tanya Darren.
Pria asing yang berdiri paling belakang, satu-satunya yang belum berbuat apa-apa, menjawab, "Ralph Scollfyd, primus Legiun Ketujuh. Mereka berdua anggota centuriku. Martin Wagner," ia berpaling ke si penyihir, lalu, "Aslac Fleming," ia berpaling ke si telekinetan. "Kami mendapat perintah dari Legiun Ketujuh untuk membawamu, Darren Johnson ke Imperium dengan segera."
"Apa? Kenapa?" tanya Darren terkejut. "Kalau kalian pikir aku yang membunuh Arthur hanya karena namaku disebut oleh seorang augur dalam kode morse, kalian—"
Ralph mengangkat sebelah tangannya untuk membungkam Darren. "Apa yang menimpa Arthur adalah kemalangan yang kami sesali. Dia penyihir dengan bakat besar dan kami akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tidak mudah, tentu saja, mengingat pembunuh Arthur kemungkinan adalah orang yang sama dengan yang meretas Incarceron dan membebaskan Sedda Manbrook dari segelnya tanpa terdeteksi. Tapi, kami belum seputus asa itu untuk mengambil kesimpulan gegabah bahwa manusia sepertimu mampu membunuh penyihir sehebat Arthur. Kami diperintahkan untuk membawamu ke Imperium karena para Magister menginginkan kehadiranmu di sana."
"Ramalan," ujar Connor tiba-tiba. "Kalian ada di sini karena ramalan yang diucapkan Arthur tadi."
Ralph tidak menjawab.
"Bagaimana kalian bisa tahu soal ra—" Connor terdiam saat ia menyadari sesuatu. Ia lantas menoleh ke Zora yang sedari tadi cuma diam. "Kau pergi ke atas bukan untuk memeriksa sesuatu, tapi untuk menghubungi mereka."
Zora membungkam.
"Kenapa?" tanya Connor kecewa.
"Ramalan itu terdengar buruk, Connor," sahut Zora. "Sebagai officio, aku wajib melaporkan hal semacam ini ke legiunku."
"Kukira kita sudah sepakat untuk merahasiakan ramalan itu sampai kita tahu apa yang sebenarnya terjadi," balas Connor.
"Manusia, legatus, dan perwira derajat kelima. Apa yang bisa kita lakukan?"
"Kau sudah menjalankan misimu dengan baik, Zora," kata Ralph.
"Tapi, aku tidak tahu apa-apa tentang ramalan itu," sergah Darren. "Aku bahkan tidak tahu orang mati bisa bicara."
"Kalau begitu," ucap Ralph tenang, "kenapa kau tidak ikut dengan kami? Bantu kami untuk mencari tahu apa sebenarnya sedang terjadi dan kami akan membantumu memahami apa yang tidak kau ketahui."
Darren diam, terlihat ragu-ragu. Sebenarnya ia memang ingin memahami semua kekacauan yang merongrong hidupnya saat ini. Ia ingin tahu kenapa namanya terhubung dengan menghilangnya Arthur. Ia ingin tahu kenapa Arthur menggenggam tangannya dengan erat seperti kesetanan selagi mengucapkan sebuah ramalan. Tapi....
"Dengar, Darren Johnson. Kami diperintahkan untuk segera membawamu ke Imperium. Hanya itu. Kami tidak diberi arahan bagaimana kami harus membawamu, yang berarti—"
"Kalian akan membawaku dengan cara apa pun," sela Darren.
"Benar. Tapi, kami akan berterima kasih jika kau tidak memaksa kami untuk memaksamu."
Darren bergeming.
"Kami tidak bermaksud jahat, Darren Johnson," Ralph melanjutkan.
Darren mempertimbangkan keadaan. Ia dan Connor jelas-jelas tengah terjepit. Sementara Zora... penyihir itu sedang tidak berpihak pada mereka.
Tidak punya pilihan, ia akhirnya berkata, "Lepaskan temanku."
Senyum Ralph mengembang. "Martin, Aslac..."
Martin dan Aslac mengangguk. Martin bergumam, "Revelum," dan tali keperakan yang membelit tubuh Darren pun menghilang. Aslac menurunkan tangan, membebaskan Connor dari cengkeraman telekinesisnya.
Saat Connor hendak mengikuti Darren yang telah berjalan mendekati ostium, Aslac menahannya. "Perintah kami sangat jelas, Connor Wilkins. Kami diperintahkan untuk membawa Darren Johnson saja."
Darren berbalik ke Connor. Mereka bertukar pandang selama beberapa detik sampai Darren memaksakan segaris senyum. "Tidak apa-apa."
Connor terlihat ingin mengatakan sesuatu. Tapi, Darren telah melangkah ke dalam ostium, mengikuti pria asing di depannya menuju sebuah dunia yang tidak kalah asing.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Darren Johnson and the Mark of the Great Chaos
Fantasy"Di atas darah yang mengalir, tanda itu akan membara. Dan kekacauan besar akan menjadi yang selanjutnya. Lebih dari satu nyawa akan terenggut demi dia." Coba tebak, apa yang dibutuhkan untuk memutarbalikkan kehidupan seseorang? Sebuah lukisan. Hanya...