Bagas melirik jam di pergelangan tangan kanannya. Sudah lima belas menit. Dania terlambat. Harusnya kelasnya sudah selesai sekarang. Dia bersandar lebih jauh pada pintu mobilnya, sesekali menatap pintu gedung H yang masih belum menunjukkan tanda-tanda Dania. Serombongan gadis tingkat bawah lewat sambil tertawa-tawa dan saling menyikut saat mereka lewat di sampingnya.
"Hai, Kak Bagas."
Bagas tersenyum kecil dan melambaikan tangan. Dia tahu mereka meliriknya. Dia sudah terbiasa. Dia punya nomor ponsel tiga dari mereka dan aktif mengobrol dengan dua di antaranya. Walaupun ketiganya tidak ada yang namanya dia ingat. Delia? Mala? Bukan, Mala bukan yang itu. Mungkin--
Dania muncul dari pintu gedung H yang terbuka lebar, tersenyum cerah. Bagas ikut tersenyum. Tiba-tiba nama gadis yang lewat tadi jadi tidak penting lagi.
.
"Mau ke mana nih? Abang anter." Bagas menutup pintu mobil.
"Dih, dangdut banget," balas Dania. Tasnya sudah dilempar ke jok belakang. Tangannya sibuk mencari sabuk pengaman. "Gramedia."
"Abis Gramedia?"
"Terserah, ke mana aja."
"Jangan 'ke mana aja' dong, neng. Bingung abang."
"Ih, siapa juga yang Abang. Otong, Otong."
Nama Bagas yang indah dan sangat berkharisma memang sudah bertransformasi menjadi Otong. Panggilan sayang dari teman-teman laki-lakinya dan Dania. Untuk gadis-gadis penghuni daftar kontak ponselnya yang mirip asrama putri dia adalah Kak Bagas, yang tampan, lucu, dan pintar memberi harapan--tapi untuk teman-temannya dan Dania, dia cuma Otong. Otong yang konyol dan suka bercanda. Otong yang ke mana-mana di samping Dania. "Bisa nggak pake sabuk pengamannya?"
"Mm. Bentar."
Bagas melirik Dania dari kaca pengemudi sambil berbelok ke luar fakultas, menimbang-nimbang sesuatu.
Bantu Dania dengan sabuk pengamannya atau tidak usah?
Apakah terlalu drama Korea untuk ukuran 'sekadar teman'?
Bagas mengulurkan sebelah tangannya. Sabuk pengaman Dania terpasang tepat sebelum tangannya bisa membantu. Dania menatapnya dan tertawa terbahak-bahak."Cie, mau bantuin gue ya? Ala-ala drama Korea?"
Bagas ikut tertawa. "Nggak! Maap nih, neng."
Iya, maksudnya begitu.
Sebelum Bagas bisa melakukan apa-apa, terdengar sayup-sayup orang memanggil di luar mobil. Bagas menurunkan kaca jendelanya.
"Otong! Woy! Otoooong!"
Itu Wawan, teman sefakultasnya, melambai-lambaikan tangan dengan heboh dari trotoar. Seharusnya dia tahu, dinilai dari berisiknya. Bagas mengerutkan dahi. "Apaan?"
"Mau ke mana lo?" Wawan menangkap wajah Dania di bangku penumpang. Wajahnya berubah sumringah. "Oooh, sama Dania. CIEEEE, MAU JALAN YA--"
"Jalan ape! Jelas-jelas gue naik mobil!"
Dasar Wawan sialan. Dia tidak butuh dibuat grogi di saat-saat seperti ini.
Wawan, teman dengan tingkat kepekaan setara batu kali, masih tersenyum-senyum heboh. "CIEEE, YAUDAH DEH GUE MINGGIR, HAVE FUN YAA JALANNYA--"
Bagas menutup kaca jendela sebelum Wawan bisa mengatakan apa-apa lagi.
YOU ARE READING
kalau besok belum jodoh
FanfictionMungkin bukan hari ini. Kalau bukan hari ini, mungkin besok. Kalau tidak besok, lusa.