Bab 2

42 9 2
                                    

Bahagia? Bahagia itu apa? Sebenarnya sederhana saja bagiku. Bahagia itu kamu.

* * *

Ratu's Views

"Makasih ya, lo mau repot-repot nganterin gue pulang," aku menatap lekat-lekat Radit yang sedang membuka helmnya.

Radit menatapku terlebih dahulu, "Gak papa kok, kalo di repotin sama lo mah, abang ikhlas," Ucapnya sembari menaik-turunkan alisnya.

Aku mendengus, "Mulai lagi deh nyebelinnya. Lo tuh aneh banget sih jadi orang kadang baik, kadang nggak,"

Radit terkekeh, "Kalo ada si kunyuk, mungkin aja gue gak baik," Kata Radit sambil menopang dagunya.

"Tapi kan kalo lo baik terus ramah sama semua orang, pasti banyak yang mau berteman sama lo,"

"Gue gak butuh orang yang jadi temen di awal dan bakalan jadi penghianat di akhir," kata-kata itu seakan membuatku mati kutu.

Aku sudah tak bisa membalas lagi perkataan Radit. Entah kenapa, hatiku seakan ngilu mendengarnya.

Radit menepuk kepalaku pelan, membuatku tersadar dari lamunanku.

Dia memakai helmnya dan menyalakan motornya. "Gue pulang dulu ya, semoga acara nge-date lo lancar,"

Setelah mengatakan itu, Radit pergi meninggalkan rumahku.

Aku berbalik dan masuk ke dalam rumah. Aku langsung masuk kamar tanpa berkata apa pun.

Well, seperti kata Radit. Semoga acara nge-dateku dengan Alden lancar.

* * *

"Ratu, ini ada temen kamu nak," panggil Mama dari bawah.

Aku menatap sekali lagi diriku di cermin. Lalu aku meraih tas selempangku dan turun ke bawah.

Kulihat Alden sedang mengobrol dengan Papa dan Mama. Sesekali mereka tertawa kecil. Kurasa ada hal lucu yang mereka bicarakan.

"Al, gue udah siap. Yuk kita berangkat," Alden menoleh ke arahku dan matanya menatapku tanpa mengedip.

"Al? Alden? Hey!" Kutepuk tanganku di depan wajah Alden.

Alden langsung sadar dan tersenyum manis ke arahku.

"Oke om, tante, kita pergi dulu ya. Saya janji bakalan jaga Ratu," ucap Alden sembari berdiri dan menyalimi tangan Papa dan Mama secara bergantian.

"Ma, Pa, aku pergi dulu ya," aku meraih tangan Mama dan menciumnya. Begitu juga Papa.

"Jangan pulang terlalu larut ya Al," pesan Mama.

Alden mengangguk dan menggamit tanganku, membawaku menuju mobilnya.

Selama perjalanan, tak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara deru mobil.

Sebenarnya, aku agak gak nyaman dengan suasana canggung seperti ini.

Alden sepertinya menangkap gerak-gerikku. "Kenapa? Kok kayak gelisah gitu?"

Aku menoleh ke arahnya yang kembali memfokuskan diri ke jalan raya. Lalu memalingkan wajahku kembali. Enggan menjawab pertanyaannya.

"Kok gak jawab pertanyaan gue?"
"Nggak kok, gue gak papa," jawabku pelan.

"Radit ya?" Ya Tuhan, kenapa selalu nama Radit yang disebut.

Alden menanyakan sesuatu yang membuatku mengingat lagi kejadian tadi sore.

Radit, lagi-lagi anak rese itu mengacaukan seluruh isi kepalaku.

Kisah RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang