Semanis Brownies

801 20 4
                                    

Terkadang ada sebuah rasa yang sangat sederhana namun tak dapat terdefinisi.

~

       Hari ini adalah pengumuman kelulusan ku. Aku merasa sudah mengusahakannya sebaik mungkin dan telah berdoa aku pada-Nya. Entah bagaimana hasilnya, aku tak tahu.

Bukan. Bukan lulus atau tidaknya, karena tidak pernah ada sejarahnya siswa SMU ar-Rahman tidak lulus Ujian Akhir Nasional. Wallahu'alam. Mungkin karena siswa-siswinya merupakan anak-anak terpilih yang telah disaring melalui berbagai tes saat awal masuk.

Tepatnya pengumuman yang ku nantikan adalah pengumuman siswa yang lulus dengan nilai terbaik. Aku tidak terlalu berharap. Tidak juga pesimis. Aku berada di tengah-tengahnya.

Aku hanya ingin segera lulus dan menerima beasiswa itu. Beasiswa kuliah di Universitas Istanbul, Turki. Di negeri impianku, bumi Konstantinopel. Ah, aku menjadi semakin tidak sabar.

"Nak? Yumna? Kamu sudah siap?", panggil Umi di pintu kamarku.

"Ehm, sudah Umi", sahutku yang sedari tadi asyik mengkhayal sambil memandangi lukisan negeri yang ditakhlukkan Muhammad Al-Fatih itu.

Aku pun segera meluncur ke sekolah tercinta bersama Fifi, sahabat yang juga teman sekelasku.

~~~

"Siswa SMU Islam ar-Rahman yang lulus dengan nilai terbaik adalah... Ayyumna Kahisha!"

Alhamdulillah.
Tepuk tangan membahana di aula SMU ar-Rahman. Aku langsung merapikan jilbabku dan segera melangkahkan kaki kedepan memenuhi panggilan sang pembawa acara.

Kebahagiaanku tumpah lewat senyum yang lebar ini. Sementara hatiku tak henti mengucap syukur. Aku berdiri dengan sedikit nervous di depan podium bersama piala penghargaan di tanganku. Mau tak mau sepatah dua patah kata harus ku rangkai sebagai ucapan terima kasih. Ribuan mata menatapku dengan yakin membuatku seakan merasa mata-mata itu akan menghujamku saat aku salah dalam menyampaikannya.

Kembali, tepuk tangan menghujani ku setelah selesai. Aku kembali ketempat semula. Disana Fifi tengah merekahkan senyumnya ke arahku.

"Selamat ya, Na. Aku sudah menduganya", ucapnya sembari memelukku.

"Terima kasih, Fi", balasku.

Setelah acara selesai seluruh siswa berhamburan beranjak dari aula. Demikian juga aku dan Fifi.

"Ayyumna!", panggil seseorang dari arah belakang.

Aku dan Fifi lantas menoleh ke belakang.

"Adam? Untuk apa dia memanggilku", gumamku di dalam hati.

Siswa laki-laki bertubuh tinggi itu berjalan kearah kami. Aku segera mengelap wajahku yang sedikit berkeringat dengan tisu.

"Ada apa?", tanya Fifi setelah Adam berada di hadapan kami.

"Saya ada perlu dengan Ayyumna"

Deg. Aku seperti tersengat listrik bertegangan tinggi.

"Bu Annisa meminta kamu dan saya menemuinya di ruangannya untuk membicarakan tentang beasiswa", jelasnya.

"Oh, baiklah. Fi, kamu mau nunggu atau gimana?"

Derai Derai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang