Tak Ingin Meninggalkan Surga

460 19 4
                                    

Jagalah surga yang kau punya. Karena surga di dunia akan mengantarkanmu terbang ke jannah di kehidupan berikutnya, yang kekal di akhirat.

~~~

Tak terasa satu minggu telah berlalu. Sekarang akhirnya hari yang ku nanti-nantikan datang juga.

05.30 a.m.
Selepas sholat subuh, ku buka lebar-lebar jendela kamarku. Udara sejuk khas subuh tanpa malu-malu masuk dari jendela. Embun pagi pun masih membasahi tanaman di pekarangan rumah. Sejuk dan menenangkan. Langit yang hitam berangsur-angsur menjadi navy bermotif awan putih.

Aku menarik napas panjang mengalirkan Oksigen ke rongga hidungku. Lalu ku embuskan perlahan CO2 dari mulutku.
Subhanallah wabihamdihi,
Subhanallahil adzim.

Kemudian aku memandangi sebuah koper merah muda yang sudah terisi penuh oleh pakaian dan segala keperluan itu. Sambil ku ingat-ingat lagi keperluan yang harus dibawa, barang kali ada yang terlupa.

Benar saja. Aku melupakan sesuatu. Sepasang sepatu boots berwarna cokelat yang dihadiahkan Umi kepadaku. Ya, walaupun daerah subtropis utara saat ini masih autumn, tetapi beberapa bulan lagi adalah musim dingin. Ah, tidak sabar rasanya aku ingin merasakan salju yang tak bisa ku temukan di Jakarta ini.

"Yumna? Ayo kita sarapan", panggil Umi sambil mengetuk-ketuk pintu kamarku.

Huft. Saking panjangnya lamunan ku, sampai tak ku sadari sekarang sudah pukul 06.00.

"Iya, sebentar Umi", sahutku.

Segera ku masukkan sepasang sepatu boots itu ke dalam koper.

Aroma nasi goreng seafood buatan Kak Ana sudah menusuk hidung ku. Tak sabar rasanya ingin melahap nasi goreng yang legend itu. Segera aku beranjak ke dapur untuk menyantapnya.

Semua telah berkumpul di meja makan menikmati nasi goreng bertopping udang, cumi-cumi dan bakso ikan itu.

Rasanya masih nikmat. Selalu enak. Tak ada yang berubah. Nasi goreng ini berbeda dari nasi goreng biasanya. Mungkin ada bumbu rahasia di dalamnya. Itu sebabnya aku selalu meminta Kak Ana mengajariku untuk membuatnya. Kak Ana memang jago memasak. Keahliannya itu ku rasa diturunkan oleh Umi.

Tak butuh waktu lama, sekarang kami sudah melahap habis sarapan yang lezat itu. Alhamdulillah.

"Kalau begitu, sekarang kita siap-siap berangkat ke bandara", kata Kak Niya.

"Oke, Mas siapkan mobil dulu, ya", balas Mas Ilyas.

Aku pun segera bersiap-siap. Ku kenakan gamis turquoise casual bercorak floral dengan pashmina polos berwarna cokelat muda.

Ku rias sedikit wajahku dengan day cream dan celak di bawah mata. Ya, sesimpel itu. Itu lah berdandan versi ku.

Aku tidak seperti Kak Niya yang pintar bersolek. Wajar saja, Kak Niya lah yang paling cantik diantara kami bertiga. Bukan karena make-up saja, tapi memang pancaran aura kecantikannya yang berasal dari dalam. Semacam inner beauty begitu.

"Yumna? kamu sudah siap, Dik?", panggil Kak Niya.

"Sudah, Kak"

"Kakak boleh masuk?"

"Masuk saja, Kak. Tidak dikunci"

"Koper kamu yang ini kan, Dik?", tanya Kak Niya sambil menunjuk koper berwarna pink itu.

"Iya, Kak"

Menyusul, Mas Ilyas membawakan koper itu ke dalam mobil.

Ku pandagi puas-puas sekeliling kamar ku dan setiap detailnya. Kemudian tertuju pada lukisan siluet kota Istanbul itu. Sambil menghela napas panjang, ku ucapkan selamat tinggal kepada kamar ku yang bercat putih itu.
'Konstantinopel, I'm coming!'

Derai Derai RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang