Bab 2

7.8K 103 0
                                    

         Risa masih belum pulih dari rasa shocknya
"Salam kenal semua. Nama saya Andy Teguh Prawira. Kalian cukup memanggilku kak Andy saja. Mengingat umur kita tidak terpaut terlalu jauh." Sapanya mengenalkan diri.
"Umurnya memang muda dan dia masih mahasiswa di sebuah universitas lain di kota ini. Dia disini untuk magang dan berbagi ilmu dengan kalian. Karena itu kalian harus tetap bersikap sopan dan hormat padanya." Jelas pak Jimmy panjang lebar.
"Maaf, pak." Tiba-tiba Risa mengangkat tangannya dan mohon ijin untuk bicara. Pak Jimmy menanggapinya.
"Ya, Risa. Ada apa?"
"Saya tidak setuju bila diajar dengan dosen yang masih muda seperti ini. Apalagi sudah pasti dia belum berpengalaman." Protesnya. Semua orang langsung menoleh ke arahnya dengan heran. Begitu juga pak Jimmy.
"Siapa bilang dia tidak berpengalaman. Dia mahasiswa paling pintar sekaligus asisten dosen yang sangat bagus di kampusnya. Dia juga ahli dalam mata kuliah ini." Jawab pak Jimmy.
"Tapi, pak..."
"Tidak ada tapi-tapian lagi. Mulai hari ini kalian akan diajar olehnya. Saya tidak mau mendengar protes lagi." Bentaknya. Seluruh mahasiswa di ruang itu langsung diam. Risa mendengus kesal.
       Setelah memperkenalkan dosen baru, pak Jimmy pergi meninggalkan ruangan itu. Risa terlihat sangat tidak suka dengan kehadiran si dosen baru itu. Hal itu sangat kentara sekali pada raut mukanya yang tidak menyembunyikannya. Ekspresinya itu ditanggapi dengan senyuman penuh arti oleh Andy. Membuat darah Risa semakin naik ke ubun-ubun.
"Jadi, apa kuliahnya bisa kita mulai sekarang?" tanya Andy memulai kuliahnya.
     Ia mengajar dengan sabar dan teliti. Menanggapi setiap pertanyaan dengan antusias. Dalam sekejap, mahasiswanya pun mulai senang dengannya dan cara mengajarnya. Tidak termasuk Risa yang dengan jelas memperlihatkan kebenciannya pada sosok dosen baru itu.
Bel berdering menunjukkan waktu kuliah telah berakhir. Risa mendesah lega dan langsung bergegas keluar tanpa menunggu teman-temannya yang juga buru-buru mengikutinya dari belakang.
"Lo kenapa sih, Ris? Sejak kedatangan dosen baru itu lo jadi kesal banget. Lo itu udah terang-terangan nunjukkin ketidak sukaanmu padanya. Emangnya lo gak takut?" kata Ery nyerocos.
"Biar aja. Biar dia tau dengan jelas kalo gue gak suka diajar ma dia." Jawab Risa asal-asalan.
Ery langsung menariknya ke ujung koridor hingga mereka hanya berdua saja disana, lalu membalik badannya hingga menatap Ery.
"Ris, bilang ma gue. Bisik Ery agar suaranya tidak terdengar yang lain.
  "Ada apa sebenarnya? Gak biasanya lo bersikap menyebalkan seperti ini. Lo kenal dengan dosen baru itu?" tanya Ery yang tampak bingung. Risa mendesah putus asa. Ery masih menunggu jawaban darinya.
"Oke! Gue ngaku, gue emang kenal dengannya. Bahkan sangat mengenalnya sampai membuat gue membencinya."
"Memangnya apa yang dia lakukan ama lo sampai lo begitu membencinya?"
"Gue gak mau ngejelasin tentang itu. Yang jelas gue gak suka dengan kehadirannya disini. Apalagi jika dia harus menjadi dosen gue."
  "Tapi, Ris...."
     Ery masih ingin tahu dengan jelas kejadiannya. Tapi sebelum dia bertanya lebih lanjut, pembicaraan mereka terganggu oleh seorang mahasiswi yang memanggil Risa dan datang menghampiri mereka.
"Ada apa?" tanya Risa padanya.
"Kamu dipanggil pak Jimmy. Disuruh untuk segera menghadap ke ruangannya sekarang." Jawab perempuan itu. Risa mendengus kesal.
"Tuh kan! Elo bakal ditegur ma pak Jimmy. Elo sih, cari masalah aja." Gerutu Ery.
"Huh! Biar aja. Sekalian gue mau bilang kalo gue mau ngebatalin mata kuliah ini." Jawab Risa sewot.
"Elo jadi semakin ngaco aja deh. Padahal pak Jimmy dulu yang nganjurin lo ngambil MK ini karena sesuai dengan minat dan bakat lo."
"Salahnya sendiri. Kenapa bukan dia aja yang ngajar? Kalo gini kan gue jadi gak minat lagi." Katanya sambil berlalu pergi ke ruangan pak Jimmy.
     Dari belakangnya masih terdengar suara Ery yang mengomel karena sikapnya. Tapi dia tidak memedulikannya.
Di depan pintu kokoh yang menjulang di depannya, Risa mengetuknya perlahan tiga kali. Hingga terdengar jawaban seseorang di baliknya yang menyuruhnya masuk. Risa menarik napas panjang sebelum memutar kenop pintu dan membukanya.
     Di ruangan itu tampak pak Jimmy duduk di balik meja kerjanya sedang menunggu kedatangannya. Di kursi di sebelahnya, Andy duduk santai dengan senyum mengembang menyambut kedatangannya. Brengsek! Dia pasti mengadu yang tidak-tidak ke pak Jimmy. Dasar cowok pengecut! Umpat Risa dalam hati. Dengan isyaratnya, pak Jimmy menyuruhnya duduk di hadapannya. Risa pun menurutinya.
"Tentunya kamu tahu alasan saya memanggilmu ke sini." Tegur pak Jimmy.
     Risa mengangguk mengerti tanpa menjawab apa-apa. Ia melirik Andy yang juga masih diam tak berkata-kata.
"Risa. Apa kau tahu sikapmu di kelas tadi sudah cukup keterlaluan?"
"Saya mengaku salah, pak."
"Lalu apa alasanmu yang membuatmu bersikap seperti tadi?" sorot mata pak Jimmy menuntut jawaban darinya.
"Hanya masalah pribadi, pak. Sekalian, saya ke sini juga untuk membatalkan mata kuliah yang saya ambil ini."
"Saya tidak mengizinkannya." Tegas pak Jimmy.
"Tapi, pak...."
"Saya tidak suka kamu mencampur adukkan masalah pribadi dengan kuliah. Dan Andy sendiri juga tidak akan melakukan hal itu. Betul kan?" kali ini pak Jimmy menatap Andy dengan cermat. Andy mengangguk meyakinkannya. Setelah yakin, pak Jimmy kembali menatapnya.
"Baiklah! Kurasa sekarang permasalahannya sudah beres. Kamu boleh pergi. Tapi ingat, saya sama sekali tak mentoleransi untuk bersikap tidak sopan seperti tadi." Ujar pak Jimmy.
Risa mengangguk mematuhi. Bagaimanapun juga ia tak bisa melawan pak Jimmy. Tapi ia juga tak mau diajar oleh orang yang sangat dibencinya. Gue akan sering membolos agar tidak bertemu dengannya. Batinnya. Seolah bisa membaca pikiran Risa, sekali lagi pak Jimmy menambahkan,
"Dan saya juga tidak akan mengizinkanmu untuk sengaja membolos. Setiap kali, saya akan mengecek absenmu."
"Apa itu tidak terlalu berlebihan, pak?" Risa dengan jelas menunjukkan kekesalannya. Andy tersenyum geli melihatnya.
"Kurasa kau sendiri sudah tahu apa alasanku melakukan itu. Selamat siang, Risa."
     Dengan kesal dan putus asa, Risa beranjak bangkit dari kursinya dan berpamitan pada kedua orang yang ada di ruang itu. Ia merasa kesal dan jengkel sekali begitu keluar dari ruangan itu. Berani sekali Andy mempermainkannya seperti ini dan memanfaatkan kehadiran pak Jimmy. Entah apalagi yang diinginkan Andy dengan kembali lagi ke dalam hidupnya yang ia rasa menyenangkan ini.

Aku dan DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang