Bab 7

3.5K 50 0
                                    

      Di awal minggu, Risa kembali lagi ke rumah kostnya. Kembali melakukan rutinitas kuliah setiap hari. Andy tak lagi datang untuk mengantar jemput dia. Tapi, di kampus ia masih begitu perhatian pada Risa, selalu mananyakan kondisi tangan Risa.

      "Pak Andy, cukup sudah!" Risa menghentikan langkah kakinya. Usai kuliah bubar, Risa berjalan sendirian melewati lorong yang cukup sepi oleh mahasiswa lainnya. Andy mengikutinya seraya terus-terusan menanyakan keadaan Risa. Dan Risa sudah mulai jengkel karenanya. "Anda tak perlu lagi bersikap sok perhatian kepadaku. Aku sudah sehat dan bisa mengurus diri sendiri. Paham?"

      "Aku bukan 'sok perhatian'. Aku benar-benar khawatir sama kamu, Ris."

      "Terima kasih atas perhatian anda. Masih banyak mahasiswi lain yang mungkin membutuhkan perhatian anda." Jawab Risa ketus.

      "Dan aku juga gak mau melihatmu pergi kencan dengan sembarang cowok yang akhirnya bisa membuatmu mengalami kejadian seperti ini."

      Amarah Risa meledak mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh dosen tercintanya itu.

      "Asal anda tahu saja, anda tidak berhak mengatur-atur aku pergi dengan siapa, itu semua urusanku. Bukan urusan anda. Kejadian kemarin itu hanya kecelakaan."

      "Tentu saja itu urusanku. Kamu nggak tahu betapa cemas dan khawatirnya aku saat mendengar kabar bahwa kamu celaka. Aku takut kalau terjadi sesuatu padamu." Kata Andy hampir berteriak.

      "Kenapa sih anda sampai begitu perhatiannya padaku? Toh masih banyak mahasiswi lain yang ingin diperhatikan oleh anda." Balas Risa.

      Andy mulai naik darah. Dia sudah cukup bersabar menghadapi sifat keras kepala Risa selama ini. Dia tak bisa menahan diri lagi kali ini.

     "Tentu saja karena aku mencintaimu."

     Beberapa kata yang terlontar itu sanggup membuat Risa terdiam, terkejut dan tercengang karenanya.Tenggorokannya tercekat dan tak sanggup berkata-kata. Namun, secepat dengan munculnya rasa terkejut itu, ia bisa kembali menenangkan pikirannya dari rasa besar kepala dan senang yang melanda hatinya. Ia tak akan tertipu lagi.

      "Permainan apa lagi sekarang? Kamu taruhan dengan siapa lagi, Andy?" katanya ketus dan sedikit bersikap kurang ajar pada Andy.

      "Permainan? Taruhan? Apa maksudmu?" Andy terkejut melihat respon Risa.

      "Seperti dulu, kau mengatakan mencintaiku hanya untuk memenangkan taruhan dengan teman-temanmu. Kali ini kamu taruhan dengan siapa lagi?"

       Andy menghantam tembok di sampingnya untuk melampiaskan kekesalannya, membuat beberapa mahasiswa di sekitar lorong sepi itu mengalihkan perhatian pada mereka. Andy benar-benar kesal menanggapi Risa.

      "Demi Tuhan, Ris. Tak bisakah kamu sedikit percaya padaku? Kuakui dulu aku memang salah, tapi kamu bahkan tak mau mendengar penjelasanku."

      "Sudah cukup, jangan dibahas lagi." Risa berbalik dan akan pergi meninggalkan Andy, tapi lengannya ditarik, sehingga ia tak dapat pergi.

      "Tidak bisa. Kamu duluan yang mengungkit masalah ini, jadi lebih baik sekalian aku jelaskan semuanya."

      "Kumohon... aku tak mau mendengar lagi..." baru kali ini nada bicara Risa terdengar putus asa. Ia ingin lari dari Andy dan tempat itu.

      "Ris... sampai kapan kita akan terus kejar-kejaran seperti ini?" Andy berkata dengan lembut. Risa menatapnya sesaat, kemudian kembali memalingkan muka.

Aku dan DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang