BAB 3

18 4 0
                                    

Apa yang tejadi pada Mora? Semenjak kejadian itu, dirinya mulai merasa ada yang salah dengan dirinya. Dia ingin penjelasan, ingin kebenaran. Namun hal itu tidak ia dapatkan, bahkan dari mulut kedua orang tuanya, mereka lebih memilih menghindari pembicaraan itu. Mora merasa ada yang disembunyikan kedua orang tuanya, dia bisa merasakanya.

Mora masih mengurung diri di kamar, membayangkan kerusakan yang ia sebabkan di pesta ulang tahunnya. Seharusnya pesta di usianya yang menginjak 17 tahun, menjadi pesta terindah, tapi yang ia dapatkan hanyalah debu kerusakan, dan parahnya lagi itu semua karena dia.

"Masih memikirkan itu?" Kai telah berada di sampingnya, mencoba membujuk Mora yang masih duduk di atas tempat tidurnya, dengan jaket sepenuhnya menutupi kepalanya.

"Kau tidak mengerti!" hardik Mora.

"Aku mengerti."

Inda menatap Kai, matanya memancarkan rasa tidak suka pada Kai, padahal pria itu hanya ingin Mora kembali seperti Mora yang dulu, ceria, selalu berbicara, dan manja padanya.

"Kai, kamu bukan yang mengalami ini semua!"

"Kaulupa? Aku di sana, ada di kejadian itu."

Mora terdiam, mengingat di pesta itu bukan hanya dirinya, tapi juga ada Kai, kedua orang tuanya dan semua sahabatnya. Mora juga mengingat, Kai terlibat sesuatu saat itu, sinar itu, dan rambutnya.

"Mora, sebelum kau berpikir macam-macam, mari kita pergi. Aku akan menunjukkan sesuatu padamu."

"Aku tidak ingin keluar!"

"Lalu? Kau tidak ingin mencari kebenaran?"

Pertanyaan Kai sukses membuat Mora berpikir, mungkin Kai ada benarnya.

"Baiklah." Mora pun menyetujui ajakan Kai. Dengan segera mereka pergi dari rumah dan menuju ke sebuah café tempat biasa mereka nongkrong bersama.

Café Barton, café yang bernuansa merah bata itu menyambut Mora dan Kai dengan hangat. Di dalam café, Mora melihat sudah ada Shanaz, Alex, dan Piyanka. Mereka bertiga menyambut Mora dan Kai, wajah mereka juga kelihat serius.

"Ka-kalian?" Mora bingung dengan kehadiran mereka.

"Tenang Mora, kami di sini sama seperti dirimu, ingin mengetahui kebenarannya. Bukan kamu saja yang bingung, kami pun juga sama bingungnya," tutur Alex dengan wajah yang begitu serius.

Mora hanya bisa menghempaskan napasnya, dia tahu ... bukan dia saja yang resah saat ini, keempat temannya juga begitu.

"Mora, perlihatkan aku rambutmu," pinta Shanaz lembut.

Mora enggan untuk membuka jaketnya, namun tatapan Shanaz tak mampu dia tolak. Perlahan Mora membuka jaketnya, dan rambutnya yang bergelombang tampak keluar menghiasi wajahnya, warna merah darah begitu membuat kulit putihnya terlihat hidup.

Kai menatap Mora, pikirannya menerawang jauh, dia mencoba mencerna kejadian yang menimpa Mora, dan rambut itu ... entah kenapa ada yang janggal.

"Mora, aku rasa perpustakaan Kakekku bisa menjawab ini semua."

"Kau yakin, Naz?" Mora sedikit ragu.

"Mora, Kakekku adalah ilmuan aneh, kau ingat? Bahkan aku merasa dirinya berbeda, karena di perpustakaannya aku tak menemukan ilmu-ilmu yang kita pelajari di sekolah, melainkan kitab-kita kuno yang aku sendiri tak mengerti maksudnya apa, tapi melihat kejadian yang menimpa kita, terutama dirimu, aku rasa di sana ada jawabannya."

Alex dan Piyanka mengangguk membenarkan ucapan Shanaz, mereka tahu kalau Kakek Shanaz memang berbeda. Kai pun menyetujui usulan Shanaz, dan Mora ... ikut menyetujui perkataan Shanaz. Mereka pun segera meninggalkan café dan beranjak pergi ke rumah Kakek Shanaz yang berada di ujung kota, di dekat hutan. Kakek Shanaz memang lebih memilih tinggal sendiri, melepaskan pikirannya dari hiruk pikuk kota yang tak ada hentinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RED VELVETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang