Alida Von Merry

253 17 15
                                    

FURLAN berlari sekuat tenaga menyusuri ladangnya dengan jalan setapak. Sepatu yang ia pakai rusak karena dipaksa untuk berlari cepat. Kaki-kaki kecilnya lecet karena menginjak batu dan kerikil tajam. Nafasnya terengah-engah dan seluruh badannya memohon untuk berhenti dan beristirahat. Namun Furlan tidak memedulikan dirinya. Ia lebih khawatir dengan adiknya di rumah.

Furlan sesekali menggerutu tak jelas dan sesekali menggigit bagian bawah bibirnya cemas. Dia menyalahkan diri sendiri mengapa ia harus meninggalkan adiknya sendiri di rumah, sementara mahluk-mahluk itu sudah berdatangan dari Senin yang lalu. Tak terasa, langkah kakinya tak terkontrol dan ia terjatuh ke tanah yang cukup lembab. Segera ia mendorong tubuhnya dari tanah dan berlari lagi. Rumahnya akhirnya terlihat setelah ia menuruni bukit. Mukanya sudah menunjukkan tanda-tanda lega. Tetapi rautnya seketika itu juga berubah saat ia melihat seekor 'Reaper' mengais dinding rumahnya. Furlan tahu ia tak bisa melawan Reaper sendirian. Bahkan orang tuanya tidak.

Furlan memutar dan lebih memilih pintu bagian belakang rumah yang akan langsung mengarah ke dapur. Ia menerobos pintu sehingga pintu yang terbuat dari jerami itu hancur berantakan. Furlan terjatuh kedalam karena pintu itu tak cukup kuat dengan bantingan tadi. Furlan dengan cepat berdiri. Ia tidak sempat membersihkan tubuhnya dari jerami-jerami yang menempel padanya.

Dia langsung berteriak memanggil nama adiknya.

Reaper pasti sudah memakan adiknya. Tidak. Itu tidak benar.

"Alida! Alida!" panggil Furlan. Dia berlari menyusuri tangga.

Ia tersentak kaget ketika ia mendengar cakar Reaper yang tadi mencakar-cakar dinding rumahnya. Furlan merinding dan menelan ludah. Dadanya sesak karena seharian tadi berlari. Keringat bercucuran dari atas kepalanya, membasahi wajahnya dan memerihkan matanya yang berwarna kuning keemasan. Tapi ia tak memedulikan semua itu. Rasa sakit di kedua telapak kakinya seakan-akan tak terasa karena saking cemasnya. Ia sampai didepan kamar Alida adiknya. Dia berharap adiknya ada disana.

Suara decitan dari pintu yang terbuka membuat jantung Alida serasa mau copot. Ia segera mengarahkan kepalanya ke arah pintu. "Kakak!" teriaknya dan dengan cepat merangkak dari posisi meringkuk dibawah tempat tidur kemudian berlari lega kearah kakanya. Kakaknya mengulurkan tanganya dan segara menangkap adiknya dalam pelukannya. Tangisan Alida sangat bergema di ruangan sekecil itu.

"Alida, aku bersumpah kita akan keluar dari sini dan selamat" Furlan mengusap air mata adiknya. Adiknya mulai tenang dan dia pun mengangguk. Furlan melepaskan pelukannya kemudian berdiri, menggandeng tangan adiknya. "Bagaimana cara kita keluar tanpa ketahuan mahluk-mahluk itu kak?" ucap Alida lirih. Furlan mengeraskan pegangan pada tangan adiknya. Dia bisa merasakan bahwa Reaper yang ada dibawah sana sudah benar-benar menerobos dinding.

Furlan menatap adiknya. "Kita akan berpencar" bisikknya tepat disamping telinga Alida. Alis mata Alida langsung terangkat dan mulutnya melongo. Mungkin ini seperti siasat bunuh diri. Pasti jika berpencar, salah satu akan menjadi umpan dan yang satu akan selamat. Pikiran itu menghantui Alida dan Alida takut dia akan menjadi umpan. Dia juga takut kalau kakaknya yang malah tidak selamat.

"Hei," Furlan menyentuh pundak Alida dengan lembut. Alida menatapnya takut tapi rasa takutnya hilang dan dia mulai lega. Furlan memberikan tatapan manis dengan mata yang sayu dan mulut yang tersenyum lembut. Adiknya tampak sudah tak lagi merasa takut dengan tatapan Furlan yang seperti itu.

"Semua akan baik-baik saja" Furlan masih tersenyum simpul namun bermakna. Alida menyeka air mata di pipinya dengan telapak tangannya dan mendengus semangat.

"Aku siap"

Alida menggengam kalungnya dengan tangan kirinya, sementara yang lain menggenggam tangan kakanya yang sudah basah karena keringat. Furlan mengangguk mantap melihat adiknya sudah siap. Adiknya membalas tatapannya. Furlan dengan agak ragu melepas pegangannya. Alida tersenyum yakin namun matanya masih menunjukkan kekhawatiran yang menjadi-jadi. Tapi dia tahu dia harus berpisah dengan kakaknya dan berpencar. Hanya untuk sementara. Hanya untuk beberapa menit saja. Furlan menunggu adiknya sampai ia berlari duluan, setelah itu Furlan bergegas menuruni tangga yang tadi ia naikki.

ENSLAVEMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang