[4] The Torn and Despair

6.1K 653 76
                                    

Jangan lupa ⭐ & 💬-nya, hehe.

"JADI, ini belati aslinya," kata Lea, menatap lurus ke arah kotak kaca yang tergeletak di atas meja. Ada bantalan tipis kain berwarna biru tua yang menjadi landasan belati itu. Di bagian gagangnya terukir lambang bulan sabit, membiaskan kilatan logam penuh intimidasi. Lea menelan salivanya berat, otaknya secara otomatis mereka ulang mimpi buruknya semalam—Seth menusuk jantungnya dengan benda itu.

Resmi mulai hari ini, Nathan mulai diikutsertakan ke dalam pelatihan Lea yang lokasinya berpindah ke aula pack house. Atas permintaan Lilith, aula kini ditata sedemikian rupa sehingga atmosfernya nyaris mendekati upacara pengangkatan betulan. Di seberang aula, ada panggung yang berdiri kokoh, menantikan jejak kaki Lea di sana. Sekitar dua menit lalu, Lea melihat dua orang prajurit meletakkan cawan bulan di atas panggung. Lengkap sudah.

"Aku sebetulnya berencana menggunakan replika terlebih dahulu, tapi kupikir sekalian saja kau melihat versi aslinya." Lilith mengedikkan dagu ke kotak itu. Mimik wajahnya terkesan sekeras baja—yang sudah cukup menjelaskan bagi Lea bahwa Lilith tidak ingin mendapati kesalahan sekecil apa pun.

"Apa aku perlu menggores ibu jariku secara sungguhan?" tanya Lea, mendadak merasa seperti orang tolol karena bertanya demikian. Bagaimana pun, benda ini tergolong benda magis; Lea tidak tahu apa dampaknya bila belatinya digunakan di waktu yang tidak sesuai.

"Tentu saja." Beruntungnya, Lilith menjawab pertanyaan Lea tanpa unsur sarkasme. "Tidak ada bedanya." Wanita itu mengisyaratkan supaya Lea segera bergeser ke panggung serta Nathan yang diperintah untuk membawa kotak kaca yang berisi belati.

Lilith memosisikan diri agak jauh dari depan panggung, tangannya bersilang di depan dada. Tanpa perlu disuruh, Nathan naik ke panggung terlebih dahulu, langkah yang diambilnya tegap dan penuh keseriusan. Lea diam menunggu di sisi panggung hingga Nathan sepenuhnya berdiri di tempat di mana para tetua seharusnya berada. Lea menegakkan punggung serta dagunya, bibirnya membentuk O kecil ketika gadis itu mengembuskan napas pelan—mempersiapkan diri.

Di atas panggung, Nathan menganggukkan kepala, tanda kalau dia siap. Melalui tatapannya, Lilith mempersilakan Lea menaiki panggung. Lea berjalan dengan anggun, kedua tangannya mengepal di samping tubuh. Mata Lilith meninjau Lea bagai predator, tajam dan teliti, membuat pelipis Lea serasa terbakar. Sensasi dingin menyapu bagian belakang lehernya, tetapi gadis itu membulatkan tekad. Aku tidak boleh lengah. Aku tidak boleh gugup. Aku pasti bisa.

Lea menapakkan kakinya di panggung, sepasang netra cokelatnya terhunus mantap  pada pemandangan hampa di balik bahu Lilith. Ekspresi Lea tidak berubah kala Nathan melangkah maju ke samping Lea, kedua tangannya terulur.

Setengah memutar tubuh, Lea menjatuhkan pandangan menuju kotak kaca yang telah terbuka. Belati itu sekali lagi berkilat-kilat janggal, dan pandangan gadis itu mengabur selama beberapa saat.

Dahi Lea berkerut dalam. Dia mengerjapkan mata mengusir kebingungan—hanya untuk menemukan benda itu kini tertancap di dadanya. Darah mengalir dengan cepatnya ke pakaian yang dikenakan Lea sampai-sampai gadis itu terkesiap ngeri. Lea mendongakkan kepala, berniat meminta pertolongan Nathan, tapi yang dilihatnya ialah wajah Seth. Persis di mimpinya.

"Kau tidak akan pernah menjadi Alpha," ujar Seth, tersenyum dingin. "Semesta menolakmu."

Tidak, tidak mungkin! Batin Lea menjerit panik beriringan dengan keseimbangan tubuhnya yang mengendur. Aku tidak mungkin mati—ini tidak sungguhan—

"Lea!"

Segala-galanya memudar. Seth menghilang. Darah di pakaiannya juga menghilang. Tidak ada belati yang menancap di dadanya. Kepala Lea berputar-putar. Apakah yang tadi itu sebatas halusinasi? Ilusi? Tapi mengapa, untuk kedua kalinya, rasanya begitu nyata?

Shattered Reign Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang