My 1st fanfiction
[From list on 2016]
Gadis Tsundere itu membunuhku
Selamat tinggal dunia...
Aku harusnya tahu kalau level ke-tsundere-an-nya berada pada tingkatan dewa
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Main Cast: Kim Min Gyu, OC Cast: Seventeen Genre: Romance, Fluff Word: 600-an 17+
Yang paling tidak bisa kupahami adalah hari ini. Dia marah tanpa sebab pada gelembung dan kesannya aku yang bersalah. Hal aneh apa lagi ini?
Tipe idealku adalah wanita berkepribadian menyenangkan. Tentu saja tampilannya juga harus menarik. Saat aku melihatnya,,, aku langsung tahu dia tipe idealku. Senyuman manisnya, suara tawanya, dan wajah cantiknya,,, aku langsung menembaknya dihari aku melihatnya untuk yang pertama kali. Ternyata dia adalah gadis paling Tsundere yang pernah kutemui. Dia juga agak galak namun kadang menggemaskan. Egois dan agak aneh...
Awal kami pacaran dia marah saat aku menggenggam tangannya. Katanya, dia kaget dan bisa kena serangan jantung. Lalu, saat aku tidak menggenggam tangannya dia bilang aku tidak peka dan menyebalkan. Dia ingin saat tangan kami bersentuhan, aku langsung menggenggamnya. Saat aku menggenggam tangannya lama, dia bilang aku seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Aku seharusnya tidak melangkahi tahap pendekatan. Supaya aku tidak kaget dengan sifat-sifatnya yang tidak kuketahui. Tapi, entah kenapa setiap hari aku semakin menyayanginya.
Dihari jadian kami yang ke-seratus hari, dia mengatakan kalau jaketku sudah jelek, rusak, dan sangat ketinggalan zaman. Padahal itu jaket keluaran terbaru dan muncul di majalah Elle. Lalu dia memberiku jaket dan memaksaku mengganti jaket itu dengan jaketnya. Aku harus sering memakainya saat kencan.
Karena jadwalku yang padat, kami berkencan hanya sekali seminggu. Tapi dia tidak pernah mengeluh dan tidak banyak protes.
Dia tidak suka saat aku menatapnya lama. Katanya mataku akan juling kalau terlalu sering menatapnya.
Saat PMS dia bisa marah tanpa sebab dan aku harus melingkari kalender di hari-hari itu.
Dia marah karena wajahku terlalu dekat ke wajah Won Woo. Padahal dia tahu sendiri Won Woo-hyung sudah kuanggap saudara. Katanya kami terlihat seperti pasangan homo. Saat aku merangkul Jeong Han, dia malah menghinanya dan mulai memakiku. Aku hanya pasrah dan tidak memasukkannya kedalam hati.
Yang paling tidak bisa kupahami adalah hari ini. Dia marah tanpa sebab pada gelembung dan kesannya aku yang bersalah. Hal aneh apa lagi ini?
Dia bilang, "Kenapa kau harus seperti itu? Itu hanya gelembung." Ucapnya tanpa penekanan. Malahan disaat seperti ini aku merasa aura gelap memancar di sekelilingnya dan aku harus waspada. "Apa yang aku lakukan?" Tanyaku. "Kau sudah dewasa tapi masih seperti anak kecil saja." Aku harus hati-hati menyusun kalimat atau akan ada bom yang meledak. "Tapi, aku tidak bersikap kekanakan padamu, kan?" Tanyaku berhati-hati. Debat seperti ini sudah beberapa kali terjadi dan akhirnya aku selalu kalah. Dia tidak membalas pesanku, tapi masih mengangkat teleponku. "Jangan menunjukkan wajah bebekmu padanya." Liriknya sinis. "Pada gelembung?" Tanyaku heran. "Iya. Gelembung itu menggelikan. Aku tidak menyukainya." Dia mengalihkan pandangannya saat pandangan kami bertemu.
Waktu kencan kami minggu lalu, dia suka saat banyak gelembung mengelilinya di taman bermain. "Apa kau tidak suka saat aku memecahkan gelembung dengan bi..." "Jangan katakan. Aku merasa jijik hanya dengan mendengarmu mengatakannya." Dia memotong perkataanku. "Baiklah..." Ucapku menghela nafas. Dia juga menghela nafas panjang sembari menggeleng-geleng dengan wajah absurdnya. Maksudnya, aku tidak bisa menjelaskan arti dari ekspresinya sekarang.
Aku terus berpikir sambil mengantarnya pulang. Dia tidak mau aku menggenggam tangannya karena jantungnya berdebar cepat, terlalu malu untuk memberiku hadiah dalam rangka hari jadian kami, cemburu saat aku memeluk Jeong Han... Mungkin dia...
Aku memegang kedua pipinya yang tidak tirus lalu aku mencium bibirnya selama beberapa detik.
PLAK! Dia menamparku dan beranjak pergi. Meninggalkanku yang masih kaku karena efek tamparannya. Punggungnya semakin menjauh dan aku mulai bisa merasakan sakit di pipiku.
Mendadak sakit itu tidak lagi terasa digantikan ciumannya di pipiku. Membuatku terbelalak tidak percaya.
"Kau harus bersyukur mendapat ciuman pertamaku di hari ulang tahunmu. Maaf karena sehari lebih cepat. Pasti besok kau akan sangat sibuk." Jelasnya. "Jadi, benar. Kau cemburu pada gelembung karena ingin menciumku?" "Siapa bilang aku cemburu karena kau mencium gelembung? Aku juga tidak ingin menciummu. Aku ingin kau mencium..."
Aku memotong perkataannya dengan ciuman tepat di bibirnya. Membuatku merasakan lembut dan manis disaat yang bersamaan.