Daydream

38 6 0
                                    

Anak kecil itu menangis. Kaki kecilnya melangkah gontai. Boneka panda kecil yang lusuh itu tak pernah lepas dari tangannya. Ia memeluk benda itu erat, seakan itu adalah barang berharga. Tapi itu memang benar. Boneka panda yang menyedihkan itu memang benda berharga untuknya dan satu-satunya barang yang masih tersisa dari segala hal yang pernah ia miliki.

Menyedihkan sekali. Anak itu melihat kejadian tragis di depan matanya sendiri. Saat itu ia mendengar pintu kamarnya terbuka dan ayahnya masuk ke dalam. Ayahnya tersenyum, namun senyum itu terlihat menakutkan dengan darah yang memenuhi mulutnya. Hampir saja ia muntah karena perutnya bergejolak melihat pemandangan menjijikkan itu. Namun pikirannya teralihkan saat wanita yang ia kenal sebagai pengasuhnya berdiri di belakang ayahnya. Sang ayah yang merasakan bahaya mendekat langsung mendekap erat anak satu-satunya itu dan berlari ke luar menerobos pengasuh anak.

Wanita itu menyeringai menyeramkan. Tangannya memegang pisau yang sudah ternoda oleh darah majikannya sendiri. Dengan perlahan ia mengikuti ayah dan anak itu keluar. Ia sudah mengunci semua pintu dan jendela dan api mulai merambat membakar semua yang bisa ia bakar di rumah ini.

Saat itulah Dicky melihat semuanya. Ibunya tergolek lemah tak berdaya di bawah tangga, dengan darah membasahi badannya. Setitik air mata jatuh ke pipi Dicky saat melihat ibunya tersenyum penuh kasih padanya. Senyum terakhir yang bisa ia lihat, dan ia berjanji akan selalu mengingat senyum itu.

Mengalihkan pandangan dari sang ibu, Dicky baru menyadari bahwa ayahnya juga berdarah. Bagian belakang baju tidur sang ayah sudah lengket oleh darah. Sebagian darah itu menempel di tangannya karena memeluk ayahnya tadi.

"Kamu tunggu di sini. Keluar lewat pintu itu jika ayah tidak kembali dan jangan pernah percaya pada siapapun!"

Begitu pesan ayahnya saat mendudukkan Dicky di sebuah ruang rahasia yang hanya diketahui oleh keluarganya. Baby sitter yang membuat tragedi ini terjadi tidak tahu bahwa masih ada jalan keluar sebagai harapan satu-satunya yang dimiliki keluarga ini. Alih-alih keluar bersama anaknya, ayah Dicky lebih memilih menuntaskan urusannya dengan orang yang telah membunuh istri tercintanya. Jangan sampai orang itu mengikuti mereka keluar hingga nyawa anak semata wayangnya juga terancam, karena tadi wanita laknat itu melihat mereka memasuki ruang rahasia itu.

Dicky mengangguk dengan patuh. Ayahnya mengusap pelan kepala Dicky, menatapnya dengan pandangan yang memprihatinkan, lalu mengecup kening anaknya.

"Ayah akan kembali." Ayahnya keluar lalu mengunci pintu. Dan tidak pernah kembali lagi. Sedangkan Dicky, menyadari dirinya sendiri sedang dalam bahaya, ia berlari ke luar rumah. Saat ia menoleh ke belakang, rumahnya sedang menjadi santapan si jago merah. Entah apa yang terjadi di dalam sana, tidak ada yang tau. Yang jelas, ia sebatang kara sekarang, dan ia tidak tau harus menuju kemana.

***

14 tahun sudah berlalu.

Dicky memacu motornya di jalanan yang selalu sibuk. Anak sekolahan, pekerja kantoran, bos besar, berbagai macam orang berada di jalan itu, menyatu dengan aktivitas pagi yang menyesakkan.

Dicky berdecak kesal. Ia tidak suka keramaian seperti ini. Harusnya ia bangun lebih pagi, tidak mengulang mimpinya lagi dan merubah mimpi indah sebelumnya menjadi mimpi buruk. Sekarang ia harus berjuang dijalanan, berpacu dengan waktu agar tidak terlambat ke sekolah.

Setelah beberapa menit berada di jalan akhirnya Dicky mencapai tempat tujuannya. Beruntung ia datang bersamaan dengan salah seorang guru, sehingga ia bisa menyelinap masuk dengan guru tersebut. Jika ia sendiri, ia tidak akan diizinkan masuk, tapi kenapa saat guru terlambat perlakuannya jadi berbeda?

Dicky menghentikan motornya di tempat parkir. Segera ia menuju kelas XII IPA 3. Saat sedang berjalan di koridor, dua orang yang menyebalkan -baginya- muncul. Dua orang, bocah kembar non identik itu menyejajarkan langkah mereka dengan Dicky. Mereka berjalan disebelah kanan dan kiri Dicky. Dicky memutar bola matanya tak peduli. Biasanya orang akan berhenti mengganggu jika kehadirannya tidak diinginkan. Namun hal itu tidak berlaku bagi Rayhan dan Jihan. Mereka akan terus membuntuti Dicky apapun yang terjadi, bahkan saat dunia kehilangan keseimbangannya sekali pun.

Cerpen OriginalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang