The Ghost (Hantu Pemakan Jiwa Manusia)

24 4 0
                                    

Dingin menusuk tulang. Tanah basah sehabis hujan. Rumput basah, daun-daun basah. Pemandangan yang menyegarkan di pagi hari. Hujan mengguyur bumi sejak kemarin malam, dan baru berhenti saat fajar menjelang. Hawa panas yang biasa menyergap sekarang berganti dengan hawa dingin tak tertahankan.

Menatap keluar jendela adalah posisi favoritku saat aku jenuh mendengar penjelasan sang dosen. Apalagi dengan kesegaran yang disuguhkan alam pagi ini, membuatku betah melamun dan memikirkan kesunyian yang terjadi.

Aku telah mendengar cerita horor dari kampus ini. Menurut rumor yang beredar, ada arwah seorang mahasiswa gagal wisuda yang bergentayangan di sini, membunuh mahasiswa yang telah menyelesaikan skripsi, membuat mereka tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Rumor yang tak berdasar, karena faktanya itu tidak hanya terjadi di golongan senior saja. Teman-temanku pun juga banyak yang tidak menampakkan diri lagi.

"Kau masih memikirkannya?"

Aku menoleh kesamping, menatap Raka tanpa rasa bersalah yang duduk disampingku. Keterlaluan. Untungnya aku bisa menguasai diri sehingga tidak melakukan sesuatu yang bisa menarik perhatian seisi kelas.

"Sudahlah, tidak perlu memikirkan apa yang tidak seharusnya kamu pikirkan."

Suaranya sangat mengganggu.

"Lebih baik kita..."

"Berisik!"

Aku menatapnya tajam. Dia, dengan tampang imutnya, tersenyum manis bak malaikat tersesat yang keluar dari surga. Menjijikkan.

***

Aku dan Raka berjalan menuju kantin kampus. Setelah begadang semalam, ditambah ocehan membosankan dari dosen, sekarang kami benar-benar lapar.

Seperti biasa aku memesan siomay kesukaanku, dan Raka memesan mie ayam, seperti biasa. Sembari menunggu pesanan datang, kami melakukan rutinitas kami. Walaupun Raka kelihatan tidak peduli, namun dia tetap mengamati situasi. Seperti saat sekarang ini kami menjelajahi setiap sudut kantin dengan pandangan menyelidik. Hanya ada beberapa orang di sana.

"Semuanya terlihat murung," simpul Raka. Dia benar. Ada yang sedang makan sambil menunduk, ada yang menatap ke atas dengan pandangan kosong, ada juga yang duduk berkelompok tapi tidak ada kehangatan di sana. Semuanya murung, dengan ekspresi yang bisa dibilang not good.

"Pasti ada yang hilang lagi," ujarku. Raka mengangguk. Bukan hal yang sulit untuk mengetahui penyebab kemurungan di kampus ini. Selalu hal yang sama.

"Kudengar beberapa dosen di sini tidak pernah terlihat lagi. Menurutmu mereka menghilang secara misterius atau malah bersembunyi di rumah?" Raka bertanya sekaligus tertawa. Lelucon yang payah, namun aku ikut tertawa.

Siomayku datang, disusul mie ayam pesanan Raka. Kami langsung makan tanpa bicara apa-apa lagi.

"Hei, bagaimana jika aku menghilang tanpa kabar?" tanya Raka tanpa mengalihkan pandangannya dari mie ayam. Ia menatap kosong pada mangkuk mie ayamnya. Sebelah tangannya terkepal di atas meja.

"Apa maksudmu? Tentu saja hidupku akan menjadi sangat tenang," jawabku sambil tertawa, namun tidak dengan Raka. Ia mengangkat kepalanya, menatapku.

"Aku serius."

Benar. Ia serius. Tapi lidahku kelu, tidak tahu harus menjawab apa. Aku benci topik pembicaraan seperti ini. Menganggap pertanyaannya sebagai candaan pada saat ini hanya akan membuatnya merasa tidak berharga.

"Kau tidak akan menghilang." Hanya itu kalimat terbaik yang bisa aku ucapkan.

Raka tersenyum miris. Ia khawatir, begitupun aku. Tidak ada yang tidak merasa khawatir di sini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerpen OriginalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang