Part 3

47 23 2
                                    

Ketika aku membuka pintu itu, aku mendapati diriku langsung berada di luar ruangan besar itu, tidak ada koridor panjang atau pintu lainnya yang tiada akhir seperti saat aku dan Violet menyusurinya tadi. Ini koridor yang pertama kali kulalui sebelum aku masuk ke ruangan dan bertemu Violet. Aku melihat ke belakang untuk memastikan, pintunya tertutup. Suara keramaian yang di awal tadi sudah menghilang. Semua seperti lenyap begitu saja. Aneh, namun aku menyukurinya saja karena bisa langsung keluar dari ruangan aneh itu. Tadinya kupikir aku harus berlari menyusuri koridor panjang tadi untuk  bisa keluar. Sangat menghemat waktu dan tenaga. Biarpun begitu aku tidak mau repot-repot untuk mengeceknya lagi ke dalam ruangan itu karena sekarang memang ada prioritas yang lebih utama dan mendesak bagiku.

Prioritas utamaku sekarang adalah untuk menemui kembali Lucy di tempat terakhir kali aku meninggalkannya, dan hal itu membuatku segera berlari menyusuri koridor ini. Ketika keluar dari koridor yang kecil ini dan berada di tangga ruangan yang lebih luas dengan banyak tangga serta koridor yang lebih besar dan pintu-pintu misterius lainnya tempat Lucy menungguku tadi, aku mendapati bahwa Lucy tidak berada di tempatnya saat aku meninggalkannya untuk masuk ke ruangan itu.

Hal itu membuatku seperti terkena hantaman keras di dada. Setruman kejutan dari jantungku menyebar luas ke seluruh tubuhku. Kemana perginya dia? Kenapa dia tidak menungguku datang? Apa karena aku terlalu lama meninggalkan dia sehingga mengira aku sudah melupakannya? Lagipula apa yang terjadi padaku tadi? Kenapa aku sama sekali tidak bisa mengingat tentangnya? Ingin sekali aku melubangi dinding kastil ini dengan kepalaku sendiri karena kesalahanku ini.

Apalagi dia sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja tadi. Tentu saja aku harus segera mencarinya, tidak peduli sebesar apa kastil ini dan berapa lama aku harus mencarinya. Tapi ke mana dia pergi? Apakah kembali ke belakang sana? Atau jalan terus? Atau apakah dia masuk ke dalam salah satu dari sekian banyaknya pintu ruangan di koridor-koridor tersebut. Lagi-lagi gelombang penyesalan datang, dan aku memaki keadaan ini dalam hatiku. Kenapa harus berada di bangunan seperti ini sih? Aku bahkan tidak tau harus mulai darimana. Lalu begitu saja aku teringat kalau dia tidak bisa melanjutkan perjalanannya kalau aku belum memasuki ruangan sialan itu tadi. Bukan sepenuhnya petunjuk, namun itu bisa membantuku untuk memulai darimana. maka tanpa buang-buang waktu segera saja aku berlari kembali menuruni tangga dan kembali ke arah dimana aku dan Lucy tadi datang. Semoga saja dia berada di sana. Aku hanya bisa berharap pada kemungkinan itu sekarang.

Namun aku tetap mencoba untuk mengecek setiap pintu di dalam koridor dan ruangan terbuka yang kulewati bersamanya sebelumnya. Aku terus berlari menelusuri kembali jejakku dan dia di seluruh bangunan ini dengan harapan akan menemukannya.

Koridor demi koridor, tangga demi tangga kulalui, lambat laun aku semakin menyadari bahwa aku tidak sedang kembali menyusuri jejakku dan Lucy sebelumnya. Aku tersesat sekarang. Tentu saja, bangunan terkutuk ini yang aneh ini sangat luas dan terkesan seperti labirin. Namun saat ini aku tidak peduli soal berapa lama waktu yang akan aku habiskan untuk mencarinya. Atau apakah aku akan tersesat di sini selamanya. Aku terus berlari mencarinya, memacu kakiku untuk terus bergerak karena dia adalah prioritas utamaku. Prioritas utama dunia dan eksistensiku. Itu sebabnya apapun perkataan yang akan Violet lontarkan akan sia-sia saja bagiku.

Sampai akhirnya aku mendengar ada suara isak tangis pelan di belokan tangga sebelah kiri yang akan ku turuni. Aku memperlambat lariku jadi berjalan pelan sekarang, kemudian berbelok ke kiri setelah sampai dibawah tangga yang telah kuturuni barusan. Di sana Lucy sedang terduduk di salah satu anak tangga besar yang menurun ke lantai bawah, tepat di sebelahnya ada sebuah jendela yang cukup besar. Padahal selama ini aku tidak pernah menemukan ada jendela pada bangunan ini. Hanya terdapat pintu saja sejauh yang kutemui.

Dia tampak seperti sebelumnya saat aku meninggalkannya untuk masuk ke ruangan itu, hanya saja wajahnya tertutup kedua telapak tangannya, dia menangis. Akupun mendekatinya perlahan. Merasa lega karena pada akhirnya dapat menemukannya. Awalnya aku tidak tau harus berbuat apa, tapi satu hal yang aku tau bahwa aku akan memberitaunya bahwa aku ada di sini. Dia tampaknya belum menyadari kehadiranku ini.

MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang