Part 4

81 22 15
                                    

Akupun masuk ke dalam taman itu melewati gerbangnya yang langsung menutup secara perlahan seperti pintu gerbang kastil tadi. Gerbang itu terlihat terbuat dari  besi dengan ukiran rumit pada setiap pinggir sisi sisinya. Mungkin tindakanku saat ini bisa dibilang ceroboh karena aku melakukannya tanpa pikir panjang dan dengan persiapan yang sama sekali tidak matang. Tapi masa bodoh dengan itu semua, Lucy yang berada dalam benakku menyingkirkan segala pikiran itu. Itu saja yang terus aku lakukan dalam pencarianku menyusuri taman ini.

Berada dalam taman ini ternyata jauh lebih rumit dari yang kulihat dari atas. Taman ini bahkan lebih banyak jalurnya daripada saat aku berada di dalam kastil itu tadi. Terbukti berulang-ulang aku menemukan jalan buntu. Untung saja ini bukan sebuah game. Kalau iya, mungkin sudah game over dari tadi.

Tapi itu juga yang menjadi masalahnya, ini bukan game, dan aku tidak akan bisa mengulangnya kalau aku benar-benar gagal dan tersesat disini tanpa menemukan Lucy. Aku terus memanggil Lucy dengan harapan dia juga akan mendengarku dan memanggilku kembali supaya aku bisa tau di mana keberadaannya.

Namun ternyata hal itu sia-sia saja, seberapa keras dan lamapun aku berlari memanggilnya, jawaban yang aku dapatkan adalah gema pantulan suaraku sendiri dan kesunyian yang ada di taman ini. Ketika taman ini mulai membuatku frustasi, aku berhenti dan memperhatikan sekitaranku, dan sekarang aku tau kalau aku benar-benar tersesat di tempat ini.

Aku tertawa sendiri ketika menyadari betapa hebatnya kekuatan yang kau dapatkan saat kau ingin melindungi orang yang kau cintai atau saat kau bersamanya. Kau tidak dapat merasakan perasaan seperti sakitnya luka, kengerian, ketakutan, kelelahan, kau bahkan tidak akan takut mati. Otakmu terlalu sibuk dipenuhi dengan pikiran-pikiran tentang orang itu sehingga otakmu tidak dapat merespon gelombang-gelombang lain yang berasal dari tubuhmu, jika itu tentu saja untuk orang yang benar-benar kau cintai. Seperti layaknya aku sekarang, aku tidak menyesali keputusanku sekarang jika ini adalah hal yang bisa aku lakukan untuk orang yang aku cintai itu.

Aku jatuh berlutut karena sudah tidak dapat menemukan jalan keluar dari tempat ini, dan detik itu juga kelelahan akhirnya menyusup masuk lewat celah-celah yang kubuat dalam pikiranku hingga membuatku kelelahan. Aku terdiam meratapi diriku sendiri ketika aku menangkap ada bayangan seseorang yang melintas di sudut jalan taman ini dari ujung mataku.

"Lucy?" Aku berharap dia akan menjawab, namun tidak ada suara yang menyahut.

Aku bangun lagi dan menuju ke tempat dimana aku merasa melihat bayangan orang itu tadi, namun tidak ada apa-apa di sana. Akupun mengikuti instingku untuk mengikuti ke arah yang di lalui bayangan orang itu .

Aku baru menyadari sekarang bahwa labirin ini dipenuhi kabut saat melangkah dalam diam. Labirin ini bahkan lebih sepi dan sunyi suasananya dibandingkan dengan kastil tadi. Lalu aku teringat dengan semua ruangan yang aku dan Violet lalui saat berada di kastil. Semua ruangan itu dipenuhi oleh orang-orang yang menggambarkan citra kehidupan yang ada di dunia. Namun satu yang tidak ada di sana, yaitu kesepian. Dan aku tau aku sedang berada di dalam ruangan itu sekarang. Suasana kesendirian yang mencekam. Kalau di ruangan itu dipenuhi orang-orang, di sini sama sekali tak ada orang.

Pasti tidak akan ada yang mau masuk ke dalam taman ini kalau mereka tau ini adalah neraka kesepian itu sendiri. Hal itu membuatku menjadi semakin merasa bersalah dan frustasi karena membiarkan Lucy harus berada dalam neraka kesepian ini. Tapi kenapa dia masuk ke taman ini? Tidakkah dia tau tempat apa ini? Kalau dia sudah berada  lama di sini kan seharusnya dia tau. Aku menghentikan langkah kakiku saat bayangan orang itu lewat lagi, tepat di sebelah jalur yang tengah aku lalui ini.

Aku berlari ke arah bayangan itu, tapi dia sudah menghilang, sangat cepat gerakannya. Orang itu kini lewat lagi di sudut jalan lain taman labirin ini.

MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang