! ! ! WARNING NSFW CONTENT ! ! !
Cerita ini mengandung muatan dewasa dan kekerasan. Bagi pembaca yang belum cukup umur dan tidak nyaman dengan konten tersebut dianjurkan untuk tidak membaca. Harap pembaca bijak dalam menyikapinya.
***Selamat membaca!***
Cerita ini berawal dari kejadian tragis dua tahun yang lalu. Malam itu setelah pesta perpisahan sekolah menengah pertamanya, Hime dan Ryosuke pulang bersama. Malam bahagia itu tidak didukung oleh cuaca. Hujan turun dengan derasnya. Tapi hujan deras tetap tidak mengganggu sepasang kekasih itu. Di bawah sebuah payung berukuran sedang, Hime dan Ryosuke bergandengan tangan. Monumen jam yang berada di tengah taman kota itu menunjukkan pukul delapan malam saat mereka melewatinya. Tiba-tiba Hime mendengar sebuah suara dibalik semak, dibawah monumen jam. Dia langsung mengajak Ryosuke melihat ada apa dibalik semak itu.
Hime menemukan sebuah kardus dengan seekor kucing kecil berwarna hitam yang terus mengeong. Tubuh kucing itu menggigil kedinginan. Hime lalu melepas jaketnya dan menyelimutkan pada si kucing. Ryosuke menawarkan untuk merawatnya. Hime pun langsung mengangguk dengan sangat antusias. Dia tidak bisa membawa kucing malang itu pulang karena orang tuanya melarangnya memelihara hewan. Jika kucing itu bersama Ryosuke, pemuda itu pasti akan menjaga kucing itu dengan baik karena Ryosuke memang penyuka hewan. Hime juga bisa mengunjungi kucing itu kapanpun dia mau.
Hime menggendongnya, berusaha membuat tubuh kucing itu hangat. Sampai di sebuah zebracross Ryosuke menekan tombol yang berada di bawah lampu lalu lintas. Mereka harus menunggu sekitar dua puluh detik untuk menyeberang jalan. Kedua orang itu mengobrolkan hal-hal lucu yang terjadi di masa-masa sekolah menengah mereka. Tawa mereka meledak saat mengingat tentang teman sekelasnya, Nakajima-kun, yang gagal membolos pelajaran matematika dan akhirnya dihukum membersihkan seluruh kamar mandi di sekolah. Masih banyak lagi hal-hal lucu yang mereka bicarakan. Tawa canda mereka menghangatkan malam yang dingin itu.
Tawa mereka seketika berhenti ketika kucing kecil itu melompat dari gendongan Hime saat ada mobil yang baru saja lewat membunyikan klakson dengan kerasnya. Tanpa pikir panjang Hime segera melompat ke jalan untuk menangkap kucing itu. Dia bahkan tidak tahu kalau ada sebuah truk yang melaju kencang ke arahnya. Hime menutup matanya, mendekap erat kucing kecil yang ada digendongannya. Detik kemudian, dia mendengar sebuah suara lembut berbisik di telinganya. Detik selanjutnya, dia melihat senyuman manis dari seorang yang ia sayangi. Lalu puluhan detik berikutnya berlalu begitu saja. Ribuan tetes air terus jatuh dari langit menghujani jalanan itu. Hime membuka mata, terkejut melihat dirinya berada di pinggir jalan dan masih baik-baik saja. Kucing kecil itu juga baik-baik saja dan masih berada dipelukannya.
Aliran kecil air berwarna merah mengalir pelan di sebelahnya. Walaupun bercampur dengan air hujan, baunya masih tetap tercium tajam. Bau anyir yang khas. Matanya terbelalak. Suaranya tercekat. Udara serasa tidak bisa keluar maupun masuk dengan baik melalui saluran pernapasannya. Kelenjar air matanya bekerja aktif memproduksi air yang sedetik kemudian meluap tanpa bisa dibendung. Diiringi tangisan histeris Hime, di tengah guyuran hujan malam itu. Yamada Ryosuke, telah tiada.
***
Dua tahun telah berlalu sejak hari itu. Kini gadis bernama Nishiyama Hime sudah berada di kelas dua SMA. Gadis itu duduk di bangku paling pojok belakang dekat jendela. Rambut panjang sepunggung yang terlihat seperti tidak pernah terkena belaian benda bernama sisir itu dibiarkan tergerai. Poninya sudah terlalu panjang hingga menutupi setengah wajah sebelah kanannya.
Saat itu jam masih menunjukkan pukul enam pagi, tentu saja tidak ada orang yang berada di sekolah sepagi itu kecuali dirinya. Tangan Hime bergerak melipat kertas kecil. Dalam sekejap selembar kertas putih persegi itu sudah menjadi origami berbentuk kuncup bunga tulip. Bunga tulip pertama hari ini. Origami itu lalu dia letakkan di pojok mejanya. Hime kemudian mengambil kertas lipat putih lagi dan membuat bentuk yang sama. Dia terus membuat tulip putih itu dan menjajarnya di meja hingga seluruh meja kecil itu penuh dengan origami tulip putih. Setelah tidak ada tempat lagi untuk meletakkan origaminya, dengan cepat Hime mengambil tas kertas kecil dari dalam tasnya. Hime memasukkan satu persatu origami itu ke dalam tas kertas. Setelah semua masuk, dia kembali membuat origami yang sama dan meletakkannya di meja seperti sebelumnya. Kegiatan itu dia lakukan sepanjang hari dan setiap hari. Sejak kejadian itu. Dengan penampilan yang sangat mengerikan dan kebiasaan anehnya, tentu saja tidak ada orang yang mau berteman dengannya. Mendekat saja enggan apalagi berteman. Karena itu Hime selalu sendirian.
Hari itu Hime menghabiskan waktu istirahat siangnya untuk menyendiri di atap sekolah. Setelah memakan bekalnya, dia kembali melipat kertas lipat untuk membuat tulip putih. Hari ini sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hime membuat origami tulip lebih banyak. Setelah kertas putih yang dibawanya habis, dia lalu mengambil kertas berwarna hijau. Hime lalu menggunting kertas hijau itu. Potongan kertas itu ia bentuk sedemikian rupa menjadi tangkai untuk origami tulipnya.
Hime tidak menyadari kegiatannya dari tadi diperhatikan oleh seorang pemuda yang ternyata sudah lebih awal menghuni atap sekolah itu. Hime tidak melihat ada orang lain selain dirinya karena terlalu fokus dengan origami-origaminya."Oi! Kamu sedang apa?" tanya pemuda itu yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Hime.
Hime terkejut melihat pemuda dengan penampilan berandal itu. Dia tahu siapa pemuda itu dan sangat berbahaya kalau berada di dekatnya. Takaki Yuya, pemuda paling ditakuti seluruh warga sekolah. Dia adalah anak pemberi donasi terbesar sekolah itu. Dia terkenal sangat kejam dan siapapun yang terlibat dengannya akan tertimpa ketidakberuntungan. Dengan tergesa-gesa Hime segera membereskan kertas-kertasnya dan hendak meninggalkan tempat itu.
"Hei! Kamu meninggalkan ini," pemuda itu menepuk pundak Hime, menghentikan langkah gadis itu. Hime membalik badannya dan mengambil kotak bekalnya yang disodorkan oleh Yuya. Lalu Hime pun berlari pergi.
Beberapa waktu kemudian, setelah Hime benar-benar pergi dari atap sekolah Yuya menghela napas jengah, "Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Yuya. Setelah Hime pergi berarti tidak ada orang selain Yuya di atap sekolah itu. Ya, menurut orang biasa memang begitu, tapi menurut Yuya berbeda. Ada makhluk lain selain dirinya di atap sekolah itu.
Yuya berdecak kesal sambil membalik badannya menatap makhluk yang berdiri di belakangnya itu. "Apa maumu?!" bentak Yuya.
Sesosok pemuda yang memakai gakuran hitam terkejut. Dia terlihat seperti anak laki-laki biasa. Tapi sebenarnya dia bukan penghuni dunia ini, atau lebih tepatnya sudah bukan penghuni dunia ini. "Eh? Kamu bisa melihatku?" dia balik bertanya pada Yuya.
Yuya mengangguk singkat, "Kenapa kamu terus membuntuti gadis tadi? Kamu berniat jahat pada gadis itu?"
"Tidak.. Tentu saja tidak!" pemuda itu langsung menyangkal. "Aku tidak mungkin berniat buruk pada Hime. Aku hanya ingin melindunginya."
Yuya tertawa meledek, "Tidak usah mengada-ada. Bagaimana kamu bisa melindunginya kalau kamu saja tidak bisa menyentuhnya. Dunia kalian berbeda. Cepat kembali ke duniamu!" tegas Yuya. Yuya lalu berjalan meninggalkan atap sekolah.
"Aku mau kembali ke kelas. Jangan mengikutiku! Cepatlah pergi dari dunia ini. Ini bukan tempatmu lagi!" ujar Yuya dengan nada malasnya.
"Hmm, bukan begitu. Aku tidak bermaksud mengikutimu. Tapi aku tidak bisa lepas dari bayanganmu," ujar makhluk itu.
"Hah?! Jangan bercanda!" bentak Yuya. Yuya kembali melihat makhluk itu dan bayangannya secara bergantian.
"Aku tidak bercanda. Lihat ini," makhluk itu lalu mencoba terbang menjauh tapi bayangan Yuya kembali menariknya. Bayangan itu seperti rantai yang tidak bisa dilepaskan.
"Argh!"teriak Yuya tidak terima. "Kenapa jadi begini lagi?!"
Makhluk itu sedikit mundur menjauh, dia tidak mengira akan terikat dengan orang menakutkan seperti Yuya. "A..Aku juga tidak tahu kenapa bisa jadi seperti ini," ujarnya lalu diiringi dengan tawa hampa. "Hm... Sepertinya mulai sekarang kita akan selalu bersama. Namamu Takaki Yuya, kan? Perkenalkan aku Yamada Ryosuke." Makhluk itu berusaha mencairkan suasana tegang dengan senyuman polos dan perkenalan yang hangat.
Yuya yang tadinya berjongkok, menunduk meratapi hal yang terjadi padanya, tiba-tiba berdiri menatap roh itu tajam, "Kamu harus menuntaskan hal yang membuatmu terikat di dunia ini agar kamu bisa lepas dariku dan kembali ke duniamu." Yuya menghela napas panjang lalu melanjutkan, "Sebenarnya aku paling membenci hal ini. Tapi apa boleh buat karena sekarang kamu sudah terlanjur tidak bisa lepas dariku. Aku akan membantumu."
Ryosuke yang awalnya memampang wajah penuh tanya segera mengembangkan senyuman ceria, "Benarkah? Terima kasih banyak!"
"Jangan salah paham! Aku hanya ingin kamu cepat pergi dari dunia ini dan tidak mengangguku lagi," ujar Yuya dingin.
"Hehe, iya baiklah. Aku akan menyelesaikan urusanku secepatnya dan pergi dari dunia ini. Jadi sampai saat itu tiba, mohon bantuannya!" Roh Ryosuke membungkukkan badan dalam-dalam pada Yuya.
Yuya merespon dengan sedikit anggukan malas lalu kembali berjalan meninggalkan atap sekolah itu. Roh Ryosuke otomatis melayang-layang mengikutinya karena bayangan yang mengikatnya.
***TO BE CONTINUED***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Shadow
FanfictionTidak ada yang menyangka malam penuh kebahagiaan 2 tahun yang lalu dengan sekejap berubah menjadi malam yang penuh kesedihan. Malam dimana hujan lebat mengguyur kota itu menyimpan sebuah kenangan perih bagi siapapun yang mengingatnya. Tidak hanya it...