! ! ! WARNING NSFW CONTENT ! ! !
Cerita ini mengandung muatan dewasa dan kekerasan. Bagi pembaca yang belum cukup umur dan tidak nyaman dengan konten tersebut dianjurkan untuk tidak membaca. Harap pembaca bijak dalam menyikapinya.
***Selamat membaca!***
Bel pulang berdering di seluruh penjuru ruangan. Dengan sigap Hime membereskan barang bawaannya dan segera beranjak dari kelas. Dia berjalan cepat melewati lorong sekolah sambil mendekap tas kertas berisi puluhan tangkai bunga tulip kertas. Yuya dan—tentu saja—Ryosuke, membuntutinya dari belakang.
"Kenapa dia terlihat tergesa-gesa? Dia mau kemana?" tanya Yuya.
"Ke makamku," jawab Ryosuke singkat.
Keduanya terus membuntuti Hime. Dia pergi naik kereta api menuju kota sebelah. Sesampainya di stasiun Hime lalu berjalan cepat ke suatu tempat, Yuya terus mengikuti Hime hingga mereka sampai di bawah sebuah bukit kecil. Jalan setapak terjal mereka lewati untuk mencapai puncaknya, sebuah kompleks pemakaman. Ryosuke menunjukkan letak makamnya pada Yuya. Mereka lalu melihat Hime dari kejauhan. Gadis itu sedang menata bunga-bunga kertasnya, lalu mengikatnya dengan sebuah pita putih. Setelah meletakkan seikat bunga tulip kertas dengan jumlah lebih bayak dari biasanya di atas makam Ryosuke, Hime mengatupkan kedua tangannya, dia berdoa. Beberapa menit kemudian, pundaknya berguncang menandakan dia sedang menangis.
"Maaf..., Maaf..., Ryosuke maafkan aku...," ucapnya berkali-kali sambil menangis. Tangannya mencengkeram erat rumput liar yang tumbuh di bawah batu nisan Ryosuke. Hime meluapkan semua perasaannya. Airmatanya terus mengalir tanpa henti dan suara tangisannya semakin keras dan sangat memilukan.
"Sebenarnya apa yang dia lakukan? Kenapa dia membuat bunga origami itu dan meletakkannya di makammu?" tanya Yuya bingung.
"Hari ini, hari kematianku. Itu origami tulip putih. Tulip putih melambangkan permintaan maaf. Dia selalu merasa kematianku adalah kesalahannya. Maka dari itu setiap tahun dia melakukan hal itu," jelas Ryosuke. Dia lalu terbang melayang mendekati Hime. Yuya mau tidak mau dipaksa berjalan mendekat, mengikuti Ryosuke karena bayangannya yang mengikat roh Ryosuke.
"Jangan menangis, Hime! Ini semua bukan salahmu," ujar Ryosuke ikut bersedih. Ryosuke berkali-kali meraih tubuh Hime hendak memeluknya. Tapi tangannya selalu menembus badan Hime. Dia tidak bisa memeluk gadis yang ia sayangi itu lagi.
Yuya menghela napas panjang melihat adegan di depannya, "Oi! Kenapa kamu menangis di sini? Airmatamu itu hanya membuat roh orang yang kamu tangisi bersedih. Daripada menangis di sini mending kamu pulang dan jangan kembali lagi ke sini kalau hanya untuk menangis!" ujarnya dingin. Dia tidak tahan melihat pemandangan menyedihkan itu.
Hime terkesiap, dia terkejut melihat Yuya ternyata berdiri di sebelahnya. Hari ini sudah kedua kalinya hal ini terjadi padanya. Sudah dua kali dia bertemu dengan berandalan sekolah itu. "A... apa yang kamu lakukan disini?" tanya Hime dengan terbata-bata karena terkejut.
"Namamu Nishiyama Hime, kan?" tanya Yuya
Hime merasa dirinya dalam bahaya Hime pun segera mengambil tasnya dan tanpa basa-basi melangkah pergi.
Yuya berjalan beberapa langkah mengikuti Hime, "Kamu sebaiknya menghentikan ini semua. Hal yang kamu lakukan ini sia-sia saja. Tidak ada gunanya. Daripada setiap hari melipat origami bunga dan ke makam orang hanya untuk menangis, kamu harusnya menghabiskan waktumu untuk hal yang lebih berguna." Roh Ryosuke yang melayang di sebelah Yuya melotot terkejut mendengar yang Yuya ucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Shadow
FanfictionTidak ada yang menyangka malam penuh kebahagiaan 2 tahun yang lalu dengan sekejap berubah menjadi malam yang penuh kesedihan. Malam dimana hujan lebat mengguyur kota itu menyimpan sebuah kenangan perih bagi siapapun yang mengingatnya. Tidak hanya it...