Happy reading~
.
.
."Baiklah anak-anak, pelajaran hari ini selesai sampai disini. Jangan lupa minggu depan kalian penilaian basket," Pak Hendra mengakhiri pelajaran olahraga kelas XII IPA-2
Gio, Jeremy, bersama dengan beberapa kawan laki-lakinya memutuskan untuk langsung ke kantin. Sementara Allea, Jennie, dan gadis lainnya kembali ke kelas lalu mengganti seragam mereka.
"Dih. Najis anjir. Yakali gue demen sama tutup botol kaya Siti," Andre salah satu teman Gio bergidik ngeri.
"Jangan benci-benci. Entar kalo ujungnya falling in love kan ribet," Jeremy menanggapi di sela tawanya.
Tawa Gio dan lainnya meledak seketika. Sementara Andre hanya menatap mereka dengan kesal. Selalu dia yang jadi sasaran.
Namun seketika muncul sebuah ide di benak Andre. Seringai licik terbit di wajahnya.
"Gapapa lah kalo entar gue suka. Daripada ada yang diem-diem suka tapi kagak nyadar," sindirnya pada seseorang.
Semua menghentikan tawanya dan langsung menatap bingung ke Andre.
"Siapa Ndre?"
"Entar juga pada tau," Andre menaik turunkan kedua alisnya lalu beranjak menuju toilet.
Gio merasakan debaran aneh di dadanya saat Andre mengatakan hal tadi.
Jeremy menyenggol lengan kiri Gio, lalu berbisik pelan. "Kok rada gimana gitu ye?"
"Bro, gue sama jin tomang duluan ye!" pamit Gio. Ia langsung menarik Jeremy menjauh dari area kantin.
Gio mengajak Jeremy ke taman belakang sekolah. Matanya mendelik.
"Dasar lu mata kadal!" hardik Gio.
"Lah?"
"Lo kagak paham?!" Jeremy menggelengkan kepalanya.
Jika bukan teman, Gio hampir saja akan mencekik leher Jeremy.
"Andre tadi tuh nyindir gue, anjir!" Gio jadi gemas sendiri karena sifat Jeremy yang memang kadang lola atau loading lama.
Jeremy hanya manggut-manggut sambil mulutnya membentuk huruf "o"
"Lo kesindir?"
"Iya bego!"
"Kenapa harus kesindir? Emang lo suka beneran sama dia?"
Jleb, ada benarnya yang dikatakan Jeremy. Jika memang ia tidak suka dengan Allea, kenapa dia harus merasa tersindir dengan kata-kata Andre?
Tapi entah kenapa, ia merasakan sesuatu yang aneh dan berbeda ketika Andre mengatakan hal tadi.
"Yo?" Jeremy melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Gio.
Lamunannya buyar akibat ulah Jeremy. "Alah udah gausah di bahas!"
-dyfs-
"Al?" panggil Karina.
Allea menoleh sambil menaikkan kedua alisnya.
"Udah beberapa bulan ini lo deket sama kita-kita. Menurut lo, kita kaya gimana? Ya, ada sifat kita yang lo gak suka gitu?" tanya Karina.
"Gak ada," jawab Allea singkat. Buka karena apa-apa, tapi selama ia dekat dengan mereka memang tidak ada sesuatu yag mengganjal di hatinya. Menurutnya sampai saat ini semuanya bak-baik saja.
"Seriusan lo?" Jennie memastikan.
Baru Karina akan bertanya lagi, Allea sudah lebih dahulu menyambar.
"Inget kata-kata gue ini baik-baik,"
"Selama dalam persahabatan, gue gak pernah mikir apapun yang gue gak suka tentang sahabat gue itu. Dan seharusnya disitu cukup gue yang beradaptasi dengan sifat-sifat sahabat gue."
Allea mengatakannya dengan lugas. Memang itulah yang terjadi. Ia sama sekali tidak pernah mempermasalahkan bagaimana sifat-sifat sahabatnya. Mungkin memang bisa saja ia berusaha mengubahnya, namun itu bukan dirinya. Jika memang sudah seperti itu, selama bukan masalah yang besar maka lebih baik dibiarkan.
Allea pun lebih suka jika ia harus beradaptasi dengan sifat sahabat-sahabatnya.
"Lo gak cuma deket sama kita bertiga. Tapi juga sama Gio, Jeremy, Kean, sama Dave. Apa tanggapan lo tentang mereka?" Delisa buka suara.
"Gak ada tanggapan khusus. Entah ke lo semua atau Gio dan yang lain. Untuk saat ini, selama kalian gak bikin gue kecewa atau bikin gue ngerasain hal yang sama lagi, itu udah cukup buat gue. Gue gak pernah masalah dengan sifat lo semua. Tapi, gue harap kalian bisa terbuka ke gue. Kalo emang ada hal yang gak kalian suka, bilang ke gue supaya gue bisa menyesuaikan diri dengan kalian." panjang memang. Namun tak ada seulas pun senyuman diwajahnya. Memang tidak di wajahnya, namun dalam hatinya terdapat senyuman.
Ada rasa senang tersendiri ketika ia ditanyai seperti itu. Menurutnya itu hal bagus karena mereka tulus ingin bersahabat dengannya. Dengan seperti itu pun ada kemungkinan untuk membuatnya seperti dulu lagi.
Dulu. Saat semua masih baik-baik saja.
"Apa ada kemungkinan lo akan jatuh cinta dengan sesorang diantara Gio dan yang lain?" tanya Karina. Ia selama ini memang sering mengamati Gio dan Allea. Ada yang mengganjal diantara mereka berdua.
Allea menghentikan makannya. Tatapannya kosong.
"Kemungkinkan pasti ada," jawab Allea santai. "TAPI GUE HARAP ITU GAK TERJADI," tekannya. Ia sangat sangat tidak ingin masa lalu akan terulang lagi. Membuatnya lebih terpuruk dan kehilangan lagi warna dalam hidupnya.
Sudah cukup sekali. Tidak lagi. Hatinya masih belum sembuh. Luka yang dibuat masa lalunya cukup jelas. Tidak mudah mengobatinya.
"Gue pengen sendiri." Allea berdiri dari duduknya lalu beranjak meninggalkan kantin.
Namun baru beberapa langkah, Allea menghentikan langkahnya. "Jangan anggep gue marah. Gue cuma butuh nenangin diri."
Allea tidak ingin kawan-kawan menganggapnya mudah marah atau lainnya. Maka dari itu ia memberi pengertian.
Perpustakaan dengan novel dan lagu. Cukup itu yang bisa menaikkan mood nya kali ini.
Sendirian. Dan berusaha menutup luka lama.
-o0o-
Vote and comment 👌
Btw, thanks yang udah baca sampai chapt 15 ini 💜💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Feel Same?
Teen FictionPaket lengkap cinta adalah mencintai, dicintai, tersakiti, disakiti, kecewa, dan mengecewakan. Taruhan, jatuh cinta (lagi), dan tersakiti (lagi) Bagaimanakah jalannya taruhan yang direncakan Gio dan sahabatnya pada seorang murid pindahan bernama A...