=Rasi'3=
Rama pov
Gue memasukkan bola ke ring basket beberapa kali. Pertanyaan dari Shinta tadi pagi masih buat gue kepikiran.
Tapi gue nggak mau suudzon dulu. Siapa tau yang dimaksud Shinta orang lain.
Sekarang gue nggak tau dia ada di mana. Terakhir kali gue lihat tadi dia pamit ke kelas dan sudah, gue nggak tau lagi di mana.
Atau jangan-jangan Shinta ada di indoor? Mungkin saja. Besok kan ada promosi dari setiap ekstra untuk siswa baru.
Gue berhenti berlatih dan izin sebentar buat nemuin dia.
Gue bawa air mineral untuk Shinta. Cewek itu pasti lupa membawanya dari rumah. Dan gue juga bawa bola basket sebagai bukti bahwa gue memang habis main basket.
Koridor lumayan sepi. Ini kesempatan gue untuk bicara berdua sama Shinta. Lagipula Angkasa dan Matahari sekarang ngurusin MOS.
Semoga aja gue berani. Ya Rama, lo harus berani. Kalau nggak sekarang kapan lagi? Ini kesempatan bagus, nggak akan keulang dua kali.
"Shi..." gue menggantungkan kata-kata gue.
Ternyata Angkasa sudah di sini. Bahkan sekarang dia membersihkan peluh Shinta dengan sapu tangannya.
Waktu dan takdir emang aneh. Gue yang mulai duluan tapi orang lain yang dapet duluan.
"Woy ketua OSIS dilarang modus!"
Oke, gue akan ambil kesempatan lain kali.
Rama pov end
Shinta hanya bisa meringis saat kepala Angkasa terkena bola basket.
"Ram lo keterlaluan banget sih! Gimana kalau kepala Angkasa sampai gagar otak dan lupa semuanya?" Shinta segera menyuruh Angkasa duduk dan mengompres pelipisnya yang lebam.
"Nggak akan segitunya kali Shin. Mana ada berita seorang siswa mengalami amnesia gara-gara ketimpuk bola basket? Nggak ada kan. Santai aja kali." Rama mengambil bola basketnya.
"Sorry Ka, gue sengaja," katanya pelan di samping Angkasa lalu pergi.
"Bego," sahut Angkasa sengit.
Tapi sebenarnya kepalanya tidak sakit sama sekali. Luka lebam itu kan biasa, Shinta yang terlalu berlebihan.
"Jadi, sekarang lo yang perhatian ke gue?" Angkasa mengangkat sebelah alisnya.
Shinta menekan botol air mineral itu sampai Angkasa mengaduh.
"Nah, muncul lagi kan resenya. Diem kenapa sih? Diperhatiin nggak mau, nggak diperhatiin dibilang sahabat durhaka. Gue harus gimana sih, hah?"
Shinta melepaskan botol mineral itu.
"Gue capek tau nggak. Gue capek Ka." Tanpa Angkasa kira, mata Shinta sudah basah dengan air mata.
"Hei Shin, lo kenapa? Kenapa lo nangis?" Angkasa terlihat khawatir.
Tapi kemudian Shinta mengusap air matanya cepat dan menggeleng. "Gapapa," jawabnya cepat lalu berlari pergi meninggalkan Angkasa.
Shinta terus berlari, tapi Angaksa tidak mengejarnya.
Kata Matahari, cewek yang sedang badmood jangan di ganggu. Biarkan dia menenangkan diri dulu.
Untung saja koridor sepi. Shinta memperlambat larinya dan sekarang berjalan Santai.
Bruk
Tiba-tiba saja ada yang menabrak Shinta dari belakang. Sekarang Shinta jatuh meringkuk ke depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
RASI (Sudah Terbit)
Teen FictionIni adalah cerita tentang konflik dalam persahabatan. Di mana banyak kemungkinan yang menghampiri persahabatan itu. Dia yang kamu anggap sahabat menganggap kamu sebagai kekasihnya. Namun masalahnya tak semudah itu. Ketika kamu ingin bersamanya, lagi...