Atthaya semakin uring-uringan. Nyali bawahannya menciut melihat muka sangarnya. Hatinya benar-benar buruk. Semua tak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Adiba menghindarinya. Jangankan mengajaknya untuk bertemu, menjawab telepon atau pesan pendeknya saja dia tak mau.
"Hei...., kamu belum makan kan? Aku bawa makan siang nih." Kedatangan Sukma menjengkelkan Atthaya. Dia bergumam tak jelas, dan malas menanggapi.
Dengan gayanya yang manja, Sukma mendekati Atthaya dikursinya. Lelaki itu berdiri dan memandangnya kesal. "Aku heran denganmu, kenapa lagakmu seperti kekasihku. Padahal kita hanya berteman. Dan tolong kalau tidak ada kepentingan, jangan asal masuk ke kantorku. Aku tak suka itu! Katanya pedas.
"Oke, aku mampir saja, kemudian kepikiran untuk membawakanmu makan siang. Maaf kalau kamu tak suka." Tangannya mencoba mengelus pipi Atthaya. Namun Atthaya segera menampiknya dengan kasar. Gigi lelaki itu gemeretuk.
"Shhhhhh...apa-apaan sih kamu ...." Sahutnya penuh amarah.
Penolakan Atthaya membuat Sukma semakin agresif. Selama ini, dia tak pernah di tolak lelaki. Rasanya memalukan bila gadis secantik dirinya tak diinginkan oleh Atthaya.
"Jangan sok begitu, dong. Aku memang menyukaimu sejak awal" katanya spontan dengan mengulum senyum. "Sudahlah...lupakan Adiba. Apa sih kelebihannya, hingga kamu tergila-gila padanya." Rupanya perempuan itu, bermuka tembok, dia tak terpengaruh dengan penolakan Atthaya.
"Pergilah!! Jangan kesini lagi" Atthaya membuka pintu, dan meminta Sukma untuk keluar dari kantornya.
Sukma masih berdiri di tempatnya. Ia tak beringsut sejengkalpun. "Dasar lelaki bodoh. Untuk apa kamu terus mengharap Adiba. Tak lama lagi dia akan di persunting lelaki lain. Dan Aku akan tetap kesini, sampai kamu menerimaku!! Jawabnya tanpa dosa.
Mendengar penuturan Sukma. Tangan Atthaya langsung mencengkeram lengan Sukma.
"Kamu tahu darimana, huh....!
"Tentu saja aku tahu....Justin adalah sepupuku. Ku dengar dari ibuku, keluarga mereka sudah bertemu, dan Justin menyukai Adiba, meskipun dia belum pernah menemuinya."
Tuang-tulang Atthaya serasa lepas. Bagaimana mungkin orangtua Adiba menerima lamaran pemuda lain. Sedangkan mamanya sendiri belum mendapatkan jawaban apapun dari orangtua Adiba. Situasi hatinya semakin memburuk. "Sekali lagi...pergilah!!" Atthaya mendorong Sukma keluar. Semakin lama dia disitu memperkeruh suasana hatinya.
Lalu dia memukul tembok di sampingnya. Tangannya berdarah. Kemudian dia menyambar kunci dan keluar tanpa pamit pada Sekar, sekretarisnya.
***
Emak masih mempertimbangkan lelaki mana yang cocok untuk Adiba. Justin yang ditemuinya beberapa hari lalu, membuatnya terpukau. Lelaki itu begitu santun padanya. Anaknya juga kalem, dan agamanya kuat. Sehingga menambah nilai plus dimatanya sebagai calon mantu.
Dalam memilih jodoh untuk putrinya. Bapak terus mengingatkan emak supaya seimbang dalam menggunakan hati dan logika. Jangan sampai putrid kesayangannya jatuh dalam pelukan lelaki tak bertanggung jawab.
Soal selera, rupanya bapak memiliki pandangan berbeda dengan emak. Bapak lebih condong memilih Atthaya sebagai calon mantu.
Gara-gara ini, mereka sering terlibat perdebatan. Ini seperti pertarungan dalam memilih calon mantu.Tidak ada yang mau mengalah. Karena sama-sama merasa yang paling tahu calon suami yangpaling ideal untuk Adiba.
'Aku sangat mengenal putri kita bu. Dan Atthaya adalah lelaki yang ideal buat dia."
Istrinya tak mau kalah.
"Tidak bisa! Aku lebih mengenal Adiba daripada kamu, Pak. Apa kamu tahu rasanya mengandung selama 9 bulan, heh? Jadi...Justin adalah lelaki yang cocok buat Adiba. Dia bisa menjadi imam yang baik untuknya" Emak jengkel setengah mati. Suaminya yang biasanya tak mau tahu, kini malah merecoki perjodohan yang dia rencanakan.
Ini semakin menyulitkan pilihan emak. Bagaimanapun dia ingin melihat anaknya bahagia. Dan suaminya setuju dengan pilihannya. Saat melihat Atthaya dirumah Adiba. Dia merasakan cinta Atthaya pada anaknya. Sepertinya anak itu baik. Dia juga kaya raya, pastinya dapat memenuhi semua kebutuhan dan keinginan putrinya. Tetapi...ada hal yang masih membuatnya ragu, dan dia belum menemukan jawabannya sampai sekarang. Belum lagi mulut pedas calon mertuanya. Mungkinkah Adiba bisa menanganinya kelak.
Justin, meskipun dari keluarga sederhana. Sepertinya dia anak yang bertanggung jawab. Ini bisa dilihat, kenapa dia sampai umur 35 tahun belum menikah. Karena focus membantu membiayai adik-adiknya sekolah. Mengingat dia sebagai anak pertama. Itu yang membuat emak terharu. Justin memang belum memiliki rumah sendiri, dia masih menumpang dirumah orangtuanya. Meskipun dia memiliki pekerjaan tetap, dengan gaji diatas UMR. Hal ini bisa diselesaikan, mengingat Adiba sudah memiliki rumah sendiri. Anaknya juga sama-sama memiliki pekerjaan. Sehingga Emak tak begitu khawatir, dengan gaya hidup dan hobby travelling Adiba. Itu tak bakalan mengganggu keuangan suaminya kelak.
Adiba belum tahu soal perjodohan ini. Dia tak pernah bertanya pada emak. Setelah perjodohan pertama gagal. Dia menjadi malas, dan mengira emak sama putus asanya dengan dia. Sehingga dia menenggelamkan dirinya dengan pekerjaannya di kantor.
Bapak sebenarnya sudah meminta emak, untuk membicarakan soal perjodohan ini dengan Adiba. Bagaimanapun dia yang akan melaksanakan perkawinanya kelak. Emak menolak, Adiba sudah memberinya kepercayaan untuk memilih calon suaminya. "Santai sajalah pak, aku tak bakalan sembarangan memilih calon suami untuk anakku!" suara emak mulai meninggi.
"Nggak bisa begitu bu. Kita harus melibatkan Adiba. Sebagai bapaknya, aku tak mau Adiba mendapatkan suami tanpa ia mengenalnya terlebih dahulu. Bagaimana kalau pilihan ibu buruk dan tidak cocok untuknya. Apa ibu tega melihatnya menderita. No..no..no....kita harus berembug."
"Halah.....sakkarepmu wes pak!!"
Emak semakin gerah dengan tekanan bapak. Emak menjadi tak kerasan. Rumahnya yang dullu a tenang berubah menjadi ajang perdebatan. Gara-gara berbeda pilihan soal calon mantu. Lantas emak mengambil handuk di jemuran. Dan menyegarkan dirinya dikamar mandi.
Melihat emak yang sewot, membuat bapak lelah. Sekarang istrinya menjadi super sensitive. Dikit-dikit marah. Senyumnya semakin lama semakin hilang. Bapak melangkah ke teras belakang, menghibur diri.
Kur tekuk kur.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantu Pilihan Emak
Short StoryCerita yang seru, tentang seorang emak yang mencerikan putrinya seorang suami.