Adiba memasang masker di wajahnya da memakai banyak-banyak minyak kayu putih dibadannya. Supaya tak mabok lagi bila duduk berdekatan dengan Justin. Lelaki itu sering mengajaknya untuk nonton, namun ia selalu menolak dengan alasan sibuk dengan pekerjaannya di kantor.Sampai emak mengingatkannya soal kontrak yang ia tanda tangani.
Lagi-lagi hatinya terpaksa menyanggupi. Ia rela berkencan dengan Justin untuk kedua kalinya.
Adiba membeli hadiah parfum untuknya. Bukannya mendapatkan apresiasi, Justin malah memberikan ceramah kepadanya."Sebagai calon istri, kamu seharusnya hemat. Tidak membuang-buang uang untuk membeli barang beginian. Semestinya kamu menabung..untuk masa depan kita kelak."
Orang-orang yang berada disitu, menoleh pada Adiba. Melihat reaksi orang-orang disekitarnya. Ego Justin malah naik. Ia merasa dirinya diatas angin."Aku harap kamu nanti sudi berhenti bekerja, bila ingin menjadi istriku. Aku lebih suka memiliki istri yang tidak bekerja, dan focus mengabdi pada keluarga."
Perut Adiba kaku. Dia begitu kesal dengan sikap Justin. Semakin didiamkan, Dia semakin belagu. Dan merasa sudah memiliki Adiba. Gadis itu mengajak Justin ke tempat yang agak sepi.
"Sorry....apa katamu tadi? Jadi istrimu.....? Hhhhh....seingatku..aku tak pernah mengatakan ia padamu." Jawab Adiba pedas.
"Ingat umur neng, semakin lama wajahmu semakin tua. Kamu tak bisa berlaku sombong! Ngapain pula orangtuamu, sampai nekat mencarikan jodoh buatmu. Karena mereka frustasi, tak ada lelaki yang datang melamarmu. Bersyukurlah aku mau denganmu. Kenapa kamu tak mau menuruti kemauanku"
Adiba shock! Dia tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Justin, yang tampak lugu, kalem dan alim.
Tanpa menoleh pada Justin, gadis itu meninggalkan Justin di depan pintu cinemax. Justin mengejarnya, dan menarik lengannya kasar. "Hei.....kembalikan uang karcisnya. Mahal tahu!!"
Mata Adiba membelalak."Whattttttttttt......" kemudian ia mengambil 3 lembar uang seratusan ribu dari dalam dompetnya, dan menyerahkannya ke tangan lelaki itu dengan emosi tertahan. "Nih.....sekalian dengan uang taxi!!!"
Justin mengambilnya dengan sukacita, dia merasa senang. Dapat uang lebih dari Adiba.
Melihatnya, Adiba serasa ingin muntah. Enough! Dia tak mau berhubungan dengan lelaki itu!
***
Dengan rasa marah yang masih tinggi, Adiba pulang kerumah orangtuanya. Hatinya benar-benar sakit dilecehkan oleh lelaki. Untuk pertama kalinya dia merasa ngenes menjadi jomblo.
Sambil menangis dia merobek-robek kontrak yang ia tanda tangani, di depan emak. Dia tak peduli emak bakal marah apa tidak, yang penting ia terbebas dari Justin.
"Kamu kenapa cah ayu.....?" kata bapak menenangkannya. Dia tahu sifat putrinya. Adiba lalu menceritakan semuanya, membuat hati bapak dan emak masygul. Perempuan setengah baya itu menangis.
"Maafkan Adiba makkkkkk. Adiba tak ingin melanjutkan kontrak ini......"tangis Adiba semakin kencang, dia tak suka melihat orangtuanya bersedih.
"Kamu nggak salah, nduk....emak yang salah. Karena emak pingin membuat mu memiliki getaran pada Justin dan bisa berlanjut ke pernikahan, emak ingin melihatmu bahagia...hu..hu...hu...." dia memeluk putrinya. Bapak menjadi terharu melihatnya.
"Sudahlah.....biarlah semua ini buat pelajaran bagi keluarga kita......."Ucap bapak. Emak dan Adiba mengangguk.
Lalu........
"Tapi....nduk.....apakah emak boleh mencarikanmu jodoh lagi?" kata emak menyusut airmatanya.
Bapak memelototi istrinya. Emak langsung menunduk. Kadang ia harus mengingatkan sikap istrinya yang suka ngeyel dengan keinginannya.
***
Justin rupanya tak terima dengan keputusan Adiba. Lelaki itu terus meneror Adiba dengan pesan-pesan kotor. Adiba mengabaikannya. Sampai suatu hari....Justin membuat heboh suasana kantor. Dengan dandanan nyentrik, dia memperkanalkan diri pada orang-orang sebagai calon suami Adiba.
Aini datang menemui Adiba. Dia langsung membuka pintu"Gawat....Adiba!!Justin bikin ulah dilobi kantor...."katanya dengan nafas tersengal-sengal.
"Ada apa disana?" Jawab Atthaya lebih dulu. Dia sedang menanyakan sesuatu pada Adiba untuk proyek yang tengah mereka tangani.
"Ups....maaf...." Aini menutup mulutnya. Dia tidak tahu ada Atthaya diruangan Adiba.
Adiba yang sedang ada pertemuan dengan Atthaya dikantornya, tak mengetahui kehebohan diluar.
"Biarkan saja, tak usah diperdulikan..."kata Adiba kemudian.Dia tak mau berurusan lagi dengan Justin.
"Tidak bisa! Kamu harus menyelesaikan masalah ini dengan Justin. Lelaki seperti itu tak bakalan mengerti sampai ia diberi pelajaran." Atthaya mengajak Adiba keluar sambil memegang lengan Adiba. Dia tak melepaskannya, meskipun gadis itu memberontak. Aini mengikutinya dari belakang. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan Atthaya.
Justin masih berada di Lobbi. Dia duduk dengan kaki disilangkan. Mereka menghampirinya.
"Selamat siang.....apakah anda yang bernama Justin??"
Justin mendongak, matanya cemburu melihat tangan Adiba dalam genggaman erat Atthaya.
"Lepaskan tangan itu, dia adalah calon istriku....?"
Adiba memalingkan muka.
"Hahahahhaha...jangan mimpi bung. Seharusnya bung berkaca, apa tidak malu dengan dandanan seperti itu, mengaku calon suami Adiba.Dia ini wanita prestisius. Bung nggak selevel dengan dia. Ah....kasihan sekali saya pada anda." Suara Atthaya seperti mengejek.
"Apa...bung tahu...saya sangat mencintai gadis ini"
Justin berdehem....dia malah berkacak pinggang.
"Ha......kalau kamu bilang mencintainya. Kenapa tak segera datang melamarnya. Apa kamu tahu orangtuanya sibuk memilihkan suami untuknya. Karena khawatir anak gadisnya menjadi perawan tua!!! Silahkan tanya sendiri pada Adiba?"
Deg!!!!!
Wajah Adiba berubah merah. "Cukupp Justin, kamu merendahkanku....sikapmu hari ini semakin membuatku muak! Tolong kamu pergi dan jangan ganggu aku lagi" suaranya gemetar, menahan emosui di didadanya. Dia sangat malu dengan apa yang dilakukan Justin.
Semua yang berada disitu tercengang. Adiba kemudian, cepat-cepat menuju ke ruangannya, sebelum airmatanya tumpah. Aini dan Atthaya mengejarnya, mereka merasa bersalah terutama Atthaya, sikapnya yang ingin melindungi Adiba justru mempermalukan gadis yang dicintainya itu.
Seseorang melihatnya dengan rasa cemburu. Dia meremas-remas tissue di tangannya.
Justin berdiri gamang. Sikapnya yang tadi angkuh, mulai rontok di telan kebodohannya sendiri.Dia lalu berjalan pulang dengan muka menunduk.
Aini dan Atthaya tak menemukan Adiba diruangannya. Mereka mencarinya. Hingga kemudian menemukannya berjalan keluar dari ruangan Sang boss besar. Rupanya mereka akan pergi. Karena Adiba terlihat membawa tasnya. Mereka terlihat terburu-buru.
Aini mengangguk menyapa sang boss. Setelah itu, melirik Adiba. Gadis itu memakai kaca mata hitam, diluar kebiasaannya. Sang boss berbicara sebentar dengan Atthaya, kemudian menyusul Adiba yang menunggunya di depan lift. Mereka kemudian masuk ke dalam lift.
"Adiba memang luarbiasa. Masalah tadi tidak membuatnya terguncang sedikitpun, dia bisa langsung bekerja seolah tak pernah terjadi apa-apa." Guman Aini. Dia menghela nafas panjang. Kejadian tadi membuat dirinya sedih. Dia menyesalkan kenapa itu harus terjadi pada sahabatnya."Atthaya......kita sudah lama kenal bukan? Ini memang bukan urusanku....tetapi....aku kecewa padamu...bila kata-katamu tadi dilobi benar. Kenapa kamu tak pernah mendatangi orangtua Adiba. Apa kamu tahu.....selama ini, dia selalu menunggu janjimu.....kamu jahat Attha. Kamu sudah membuatnya menunggu terlalu lama. Kata Adiba, menatap beku Atthaya.
Lelaki itu membisu. Kata-kata Aini menohok tepat jantungnya! Dia ingin mengejar Adiba dan mengutarakan semua beban hatinya. Namun....beban didadanya membuat langkahnya berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantu Pilihan Emak
Short StoryCerita yang seru, tentang seorang emak yang mencerikan putrinya seorang suami.