Author PoV
Seorang gadis yang baru saja melewati masa-masa MOS itu terlihat bahagia memasuki lingkungan sekolahnya. Gadis itu bahagia karena ia berhasil masuk ke dalam sekolah terbaik di kotanya, dengan hasil jerih payahnya sendiri. Tanpa bantuan orang tuanya yang notabene-nya adalah konglomerat serta pemilik beberapa perusahaan di kotanya.
"Mala?" suara itu berhasil membuat gadis yang biasa di panggil Mala itu menoleh, dan ia menemukan sosok yang sedikit terasa asing baginya. Mala mengernyitkan keningnya menatap gadis dengan perawakan lebih kecil dan pendek darinya itu.
"Kau lupa padaku?" tanya gadis itu seraya berjalan mendekati Mala. Hingga ketika ia sudah berada di hadapan Mala, gadis itu menyentil kening Mala keras hingga membuat Mala mengaduh.
"Aww.." ringkih Mala sambil mengelus keningnya, tapi kemudian Mala seperti teringat sesuatu.
"Arisa!" seru Mala tak percaya. Gadis yang dipanggil Arisa itu tersenyum, Mala langsung memeluk tubuh sahabat kecilnya itu.
"Selama ini kau sekolah dimana?bahkan tak pernah memberiku kabar sekalipun," tanya Mala.
"Maaf, aku sekolah di Korea selama ini. Dan juga ponsel lamaku hilang saat di bandara," jawab Arisa.
"Lalu kenapa kau kesini?" tanya Mala.
"Memang aku tidak boleh kembali?ya sudah, aku akan meminta ayahku memindahkanku lagi ke Korea," jawab Arisa sambil merengut.
"Jangan. Aku kan hanya bertanya. Jadi kau di kelas apa?" tanya Mala.
"Entah, aku baru tiba pagi ini. Karena aku harus mengurusi beberapa hal disana," jawab Arisa.
"Ck, sok sibuk," gumam Mala. Dan satu pukulan mengenai kepala Mala,
"Aku dengar tahu," cecar Arisa yang dibalas cengiran lebar oleh Mala.
"Kalau begitu ayo kita lihat," ajak Mala sambil merangkul Arisa menuju ke mading sekolah. Begitu sudah sampai disana, Arisa dan Mala tampak memicingkan mata mencari nama mereka masing-masing.
KELAS IPS 1
Nama Skor
1.Arisa Fatni Cavio : 698
2.xxxxxxxxxxx xxx
3.xxxxxxxxxxx xxx
4.xxxxxxxxxxx xxx
5.Mala Gita Fikaila : 611
"Kenapa aku selalu kalah denganmu?" tanya Mala.
"Kau hanya perlu berusaha, dan aku akan membantu mulai sekarang," jawab Arisa sambil tersenyum.
"Terserah. Yang penting kita sekelas," ucap Mala. Keduanya saling bercerita tentang masa-masa lima tahun terpisah itu ketika dalam perjalan menuju ke kelas. Di hari pertama sekolah semua siswa masih dibiarkan untuk mengenal sekolah lebih jauh lagi, selama dua hari. Baru kemudian kbm akan dimulai. Di hari pertama ini juga akan ada promosi dari para senior tentang ekstra yang ada.
"Ayo keliling," ajak Mala.
"Sekolah sebesar ini?sekolahku di Korea saja aku tidak mau tahu," jawab Arisa.
"Pulang sekolah?" tanya Mala.
"Oke," jawab Arisa. Keduanya berhenti berbicara ketika sesosok manusia terlihat mengetuk pintu dan melihat situasi. Semua mata anak dikelas tertuju pada satu arah yang sama. Pemuda itu terlihat mengangguk sekali tanda permisi sebelum akhirnya masuk ke dalam kelas. Di belakang pemuda itu berjalan seorang pemuda blasteran dengan rambut hitam legam dan mata setajam elang. Dan ketika pandangan Arisa dan pemuda mata elang itu bertemu, keduanya sama-sama menampakkan ekspresi flatnya. Arisa yang tak tahu apa-apa sedang pemuda tadi mengalihkan pandangan.
"Cih," batin Arisa.
"Selamat pagi," sapa pemuda yang masuk pertama tadi.
"Perkenalkan saya Natan Radim Aqyri, kalian bisa memanggil kakak dengan Natan," ucap pemuda yang pertama masuk dan bernama Natan. Pemuda disamping Natan tampak diam dan hanya menatap kertas di tangannya. Hingga Natan menyenggol pemuda itu.
"Cavio. Cavio Nathaniel," ujar pemuda bernama Cavio itu.
"Namanya persis seperti namamu," komentar Mala.
"Tidak," jawab Arisa dengan nada ketus. Karena dia sedang kesal sekarang.
"Bukan sama persis, hampir sama," ralat Mala yang dibalas dengan diamnya Arisa sambil menatap kesal kearah Cavio.
"Kami dari perwakilan ekstra seni, ingin mendata murid baru yang berminat mengikuti ekstra," jelas Natan.
"Ikut yuk," ajak Mala.
"Kalau ada kelas tarinya," jawab Arisa. Sontak Mala langsung mengacungkan tangan.
"Ya?" tanya Natan.
"Apa ada kelas tari?" tanya Mala.
"Tentu, ada kelas musik, tari, lukis, dan semua yang berhubungan dengan seni," jawab Natan.
"Mala dan Arisa, kami akan bergabung," ucap Mala yang mengundang pukulan dari Arisa.
"Kau bilang sendiri tadi," ucap Mala.
"Nama lengkap?" tanya Natan.
"Mala Gita Fikalia," jawab Mala, Natan mencatat nama itu di kertas yang tadi dibawa Cavio yang sedari tadi hanya diam berdiri.
"Yang satunya?" tanya Natan.
"Arisa Nathania Cavio," jawab Mala. Cavio yang sedari tadi cuek mendongak dan menatap Arisa. Sedang yang ditatap hanya menggidikkan bahu tak mau tahu.
"Apa ada yang lain?" tanya Natan sambil menatap seisi kelas. Tapi tidak ada yang menjawab.
"Kalau begitu terimakasih atas waktu kalian," ucap Natan. Sebelum pergi Natan dan Cavio menghampiri bangku pasangan sahabat ini.
"Tulis nomor kalian disini, dan besok sepulang sekolah berkumpul di ruang seni," jelas Natan. Disampingnya Cavio menatap gadis berambut coklat tua yang masih asik bermain ponsel tanpa merasa risih ditatap oleh Cavio. Bahkan sampai Mala menanyakan nomor ponsel Arisa, Arisa tidak merasa bahwa dia tengah diamati. Ini karena Arisa memang anak yang sangat payah dalam hal peka, dia sangat tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
"Thanks, jangan lupa besok," pesan Natan. "Siap," jawab Mala semangat dibarengi dengan senyuman Arisa.
YOU ARE READING
Between Us
Teen FictionAda sebuah kalimat yang membuatku sadar akan sesuatu. 'cinta tak harus memiliki'. Kurasa itu memang benar adanya. Lagipula belum tentu kita bisa bersama dia untuk selamanya, kan? ~Mala Gita Fikaila