Keesokan harinya...
Sepulang sekolah, Mala dan Arisa pergi ke ruang seni seperti perkataan Natan kemarin.
"Kurasa masih besar ruang seni di sekolahku dulu," ucap Mala.
"Ini ruang khusus untuk pelukis, ruang musik dan yang lain bukan disini," suara itu membuat Mala dan Arisa berbalik dan menemukan Natan disana. Arisa langsung membungkuk tanda hormat pada senior karena masih kebiasaan di Korea. Sedang Mala hanya mengangguk,
"Maaf, dia masih terbawa hawa Korea," ucap Mala yang langsung mendapat pukulan dari Arisa. Natan tertawa kecil,
"Kalian datang sangat awal," ucap Natan.
"Ini karena Mala. Kalau dia tidak memaksa aku pasti berada di kantin sekarang," balas Arisa.
"Kau sama saja seperti Cavio. Duduklah dulu," ucap Natan sambil berjalan menuju ke arah lemari di pojok ruangan.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini?" tanya Arisa.
"Perkenalan, dan pendataan bidang," jawab Natan. Mala dan Arisa mengangguk mengerti.
"Jadi kalian ingin masuk apa?tari?lukis?musik?vocal?" tanya Natan.
"Tari," jawab Arisa,
"Modern?trasional?" tanya Natan sambil mulai mencatat.
"Modern," jawab Arisa. "Musik," kali ini Mala yang menyahut.
"Apa aku boleh ikut lebih dari satu?" tanya Arisa.
"Tentu," jawab Natan.
"Aku akan ikut musik," lanjut Arisa.
"Baiklah, kalian bisa menunggu yang lain. Aku akan menyiapkan beberapa keperluan," ucap Natan sambil menutup buku catatannya.
"Apa ada konsumsi?aku tidak jadi ke kantin karena dia," tanya Arisa dengan polosnya. Yang membuat Natan tertawa, dan tepat setelah itu Cavio masuk.
"Ada," jawab Natan sambil menyahut roti isi coklat dari tangan Cavio kemudian melemparkannya pada Arisa.
"Makanlah," suruh Natan.
"Aku baru saja membelinya," ucap Cavio protes. Sedang Arisa sudah membuka bungkusnya.
"Itu punyaku!" seru Cavio sambil berjalan mendekati Arisa, sontak Arisa dengan cepat langsung memakan roti itu, yang membuat Cavio kesal.
"Aku akan membayarnya," ucap Arisa masih dengan wajah polosnya sambil mengunyah rotinya. Cavio berdecak kemudian pergi meninggalkan keduanya.
"Kau mau?" tawar Arisa pada Mala.
"Kalian seperti tom and jerry," komentar Mala sambil memakan roti,
"Aku pergi dulu, aku akan kembali. Tasku sebagai jaminan," ucap Arisa sebelum meninggalkan Mala sendiri disana dengan roti yang belum habis.
"Kemana dia?" tanya Natan yang tiba-tiba datang dan duduk disamping Mala.
"Entah," jawab Mala.
"Apa aku pernah mengenalmu?" tanya Natan. Mala menatap Natan, memerhatikan setiap detail wajah Natan. Tapi tidak juga menemukan jawabannya.
"Apa kau lulusan dari Northen School?" tanya Natan. Yang dibalas anggukan oleh Mala.
"Jadi itu benar kau. Apa kau tidak ingat aku?" tanya Natan. Mala mengernyit.
"Kita pernah bertemu di pesta ulang tahun Rico," tanya Natan. Mala mencoba mengingat,
"Aaaaa...ku tidak ingat," ucap Mala yang membuat Natan memijit pelipisnya.
"Mungkin kau akan ingat nanti," ucap Natan yang dibalas anggukan oleh Mala yang masih setengah-setengah mengingat.
Natan membubarkan pertemuan itu setelah dua jam,
"Kau pergi saja dulu," ucap Arisa, Mala menggeleng. Alasan kenapa Arisa belum mau keluar adalah, pintu masih penuh.
"Lihat saja, dalam beberapa hari mereka pasti menghilang lebih dari separuh," ucap Arisa. Mala mengangguk setuju,
"Ngomong.."
"Kalian tidak mau pulang?" tanya Natan.
"Pintu masih penuh," jawab Arisa.
"Kenapa setiap jawaban yang kau beri sangat lucu bagiku?" tanya Natan dengan senyum diwajahnya.
"Dia memang aneh, jadi biarkan saja," ucap Mala. Arisa memutar bola matanya kesal.
"Ngomong-ngomong, mau berjalan ke parkiran bersama?" tawar Natan yang mengarah pada Mala.
"Eh?"
"Pergilah, aku juga akan keluar," suruh Arisa. Mala terlihat akan menyela, tapi tatapan Natan membuat Mala tidak jadi bersuara. Dan Arisa mengkode agar Mala pergi menemani Natan. Beberapa detik setelah Mala meninggalkan ruangan, Arisa baru berdiri dari duduknya dan menuju ke pintu, dan memakai sepatunya yang berada di luar ruangan. Dan Arisa menyadari kalau ada satu sepatu yang tersisa, dan Arisa tebak itu adalah milik Cavio. Akhirnya Arisa memutuskan untuk menunggu setelah mengeluarkan sebuah tas kertas kecil di tangannya. Beberapa menit menunggu, Cavio akhirnya keluar sambil menutup pintu dengan tas gitar yang bertengger manis di punggungnya. Arisa berdiri dan menghampiri Cavio tepat dibelakangnya. Begitu Cavio berbalik, Cavio terkejut dan hampir jatuh ke belakang. Arisa menatap Cavio,
"Apa?" tanya Cavio dengan wajah dinginnya. Arisa tersenyum sembari menarik tangan Cavio dan menggantungkan tas kecil tadi ke jari Cavio kemudian membungkuk hormat, membuat rambut panjangnya menutupi wajahnya.
"Thanks, kalau begitu aku duluan," ucap Arisa sambil berjalan meninggalkan Cavio. Cavio melirik isi dari tas itu. Roti. Cavio tersenyum geli. Bahkan gadis itu membelikan yang lebih mahal dari yang dibeli Cavio tadi. Cavio tersadar dan berjalan menyusul Arisa.
YOU ARE READING
Between Us
Teen FictionAda sebuah kalimat yang membuatku sadar akan sesuatu. 'cinta tak harus memiliki'. Kurasa itu memang benar adanya. Lagipula belum tentu kita bisa bersama dia untuk selamanya, kan? ~Mala Gita Fikaila