rasa kesal, rasa sesal

746 89 5
                                    

Villa Yuju masih dilanda perasaan sedih dan serius. Umji menangis di ujung ruangan, disebelahnya Dino berusaha untuk menenangkan dirinya. Dua perempuan dan tiga lelaki lainnya duduk melingkar di ruang utama, masih mencoba untuk mencerna hal yang baru saja terjadi.

Badan Yuju yang sekarang telah tidak bernyawa itu kini sedang dibaringkan di kamar yang Mingyu dan Hoshi tempati semalam, kamar yang berada tepat di belakang mereka.

Dokyum memainkan jarinya. Eunha menatap kosong ke tembok kayu di seberangnya sembari bersender lemas di pundak Mingyu. Hoshi menutup matanya sembari mencoba untuk mengatur nafasnya. Dan Yerin melirik semua teman-teman lainnya dengan raut wajah penuh rasa heran.

"Gua mau tanya, kenapa lo pada ga ada yang nangis–kecuali Umji. Eunha lo kenapa sama sekali ga netesin airmata buat kepergian Yuju?"

Eunha menunjuk ke mukanya, "Ko gua? Lo harusnya tanya ke Deka dulu, kak! Dia pacarnya tapi ga keliatan sedih sama sekali! Mencurigakan."

Semua mata beralih ke arah Dokyum. Lelaki itu menghela nafas berat, "Ga ada gunanya juga gua nangisin dia."

Yerin memutar bola matanya. "Umji, Dino, sini kumpul dulu! Kita harus ngomongin apa yang harus kita lakuin sekarang."

Kedua adik kelas itu langsung nurut kepada kakak kelasnya. Dengan sekali panggilan, keduanya ikut duduk melingkar di sofa ruang tengah villa Yuju.

Hoshi angkat bicara, "Tapi sumpah, lo kenapa ga sedih sama sekali sih, Deka? Dimana rasa sayang dan cinta lo buat dia selama ini?"

Dokyum menatap Hoshi dengan mata kosong. "Lo harus tau, sebesar apapun perasaan sayang gua ke dia, sebesar itu juga gua ngerasa udah di khianatin sama Yuju. Mungkin dari awal harusnya gua biarin aja dia pacaran sama Mingyu, bukan nembak dia."

Mingyu mencoba untuk membela Yuju. "Deka, dia ga khianatin lo—"

"Diem lo! Kalau bukan karena lo pasti gua sama Yuju udah hidup bahagia!" Seru Dokyum penuh emosi sembari menunjukkan jari telungjuknya ke depan muka Mingyu.

"Kak, lo ga boleh ngomong gitu. Pacar lo baru aja mati dan lo ga ngerasa sedih atau apa gitu? Atau jangan-jangan lo yang bunuh kak Yuju?" Umji berhenti menangis dan ikut membentak Dokyum, tak peduli jikapun lelaki itu lebih tua darinya.

Dokyum semakin kesal. Ia menatap tajam gadis tersebut. "Dengerin gua. Kalaupun ada seseorang yang gua bunuh pasti bukan pacar gua lah. Yang ada gua bunuh Mingyu. Anjir gua jadi pengen bunuh si item—"

Yerin memotong omongan lelaki tersebut "Heh, berantem ga bakal bikin Yuju hidup lagi! Diem dan coba buat cari solusi."

Dino menatap orang-orang itu malas. "Tinggal panggil polisi aja sih, apa susahnya." Ujarnya.

Yerin menggelengkan kepalanya, "Ga, pertama kita anterin dulu badan Yuju ke rumah sakit. Seenggaknya dia harus diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya dulu supaya tenang."

"Tapi kita ga bisa langsung manggil polisi. Lo tau kan kata Yuju kalau tempat ini tuh ga boleh ada orang lain yang tau?" Tambah Mingyu. Ia ingat betul bagaimana sosok Yuju yang mengatakan hal itu padanya.

Eunha mengangkat alisnya,"Lah terus badan Yuju gimana?"

Hoshi beranjak dari kursinya dan mengambil kunci mobil milik Yuju, "Pas kemarin kita jalan ke sini gua liat ada rumah sakit kecil di deket sini, dan kayanya cukup buat coba autopsi badan Yuju. Biar gua yang bawa dia ke sana."

"Gua ikut ka, gua ngerasa curiga sama lo soalnya. Lo yang terakhir kali ngomong sama Yuju." Mingyu ikut beranjak dari duduknya. Hoshi hanya mengiyakan, lagipula Ia yakin kepada dirinya jikalau Ia tidak melakukan kesalahan.

Wrong | svt + gfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang