BAB II

71 14 6
                                    


“Friends and Enemy, They are look same”

“Gabisa???”

Mata Putripun melebar, Kaget..

”Saya tau dari teman kamu, kondisi kamu tidak memungkinkan untuk ikut kompetisi ini, jadi lebih
baik kamu istirahatkan saja tangan kamu sampai pulih..” Jelas seseorang wanita dewasa berkaca mata kuno yang saat ini jabatannya adalah Kepala Sekolah di sekolahnya Putri..

“Tem.. teman bu?”

Iapun tertegun, mengingat seseorang.. Seseorang yang sudah satu tahun ini ia anggap sebagai teman, dan bahkan sahabat.. dengan rasa penasaran sekaligus takut dugaannya benar, dengan berat hati ia memberanikan diri untuk bertanya..

“ma.. maksud ibu, Shella??”
Sambung Putri Perlahan..

Walaupun ia sudah tau tebakannya pasti benar.. Namun, ia tetap berharap tinggi agar tebakannya salah.. dia tidak ingin rasa kecewa terhadap Shella bertambah besar..

“Jangan sampe ‘iya’, jangan sampe ‘iya’” Seru hati Putri..

Kepala sekolah itupun langsung mengangguk..

“Iya, kemarin lusa dia menelpon dan bilang tentang kondisi kamu pada ibu, dia juga setuju buat
gantiin kamu di Kompetisi Piano Tahun ini..” Jelas Kepala sekolah yang Putri kenal dengan nama
Siska..

“Ta.. tapi bu.. ibu gabisa mutusin semua nya tanpa sepengetahuan saya juga dong bu..”

“Makannya ibu manggil kamu sekarang itu untuk memberi tahukan kamu tentang hal ini..”

“Taa.. tapi bu.. saa.. saya udah latihan dari satu tahun terakhir buat kompetisi tahun ini, ibu juga tahukan.. kalo gapercaya tanyain aja bu Marissa, dia yang ngelatih saya di sekolah dari satu tahun terakhir ini bu.. saya gabisa langsung nyerah gitu aja”

Mata Putripun mulai berkaca – kaca, karna dia benar – benar merasa di khianati oleh Sahabatnya, Shella..

“Iya ibu tahu, kami para guru juga sudah setuju mengenai Shella.. lagipula kami tidak mau sampai kalah dalam kompetisi tahun ini karna cedera yang kamu alami” Jelas bu Siska..

“kasih saya kesempatan bu, saya bakalan buktiin sama ibu bahwa saya masih bisa main piano dengan baik” Ucap Putri dengan airmatanya yang mulai menetes..

“ibu tidak bisa memberi kamu kesempatan Putri, karna resikonya terlalu besar.. kompetisi ini itu kompetisi tingkat nasional, bukan tingkat kecamatan atau kabupaten..” Jelas bu siska dengan nada
bicara yang menunjukan rasa ‘kasihan..

“Kenapa harus sampe segininya sih Shell? Kenapa lo harus se – tega ini?” Ucap Putri dalam hati

Putripun menyeka air matanya, menunduk, dan melihat ke arah tangannya yang kini masih dibalut perban..

Gue Benci sama lo, Shell” Sambung Putri dalam hati..

“saya permisi bu”  Ucap Putri mendongak, lalu berdiri dari kursinya, dan bergegas pergi keluar dari ruangan Kepala Sekolahnya itu..

••• SKIP •••

“TENG TENG TENG” Suara Bell ke 4 Khas SMA RESIDENT 2 BANDUNG itupun berbunyi,
Menandakan waktu istirahat telah tiba..

Kondisi kelas masing – masing siswa yang tadinya sunyi dan heningpun seketika berubah menjadi sangat bising dikarenakan para Siswa yang ingin segera istirahat dan berlalu pergi ke kantin.. Khususnya kelas XI IPA 2..

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang