Dalam hijrah, istiqomah itu bukanlah hal mudah. Namun jika mau berusaha, maka semua akan terasa mudah dan kita pasti bisa mencapainya.
💛💛💛
Drrttt drrrttt drrrttt ...
Getar suara handphone memecah kesunyian malam. Sebuah tangan meraba-raba, mencari letak keberadaan benda yang membangunkan tidurnya. Dan ternyata benda tersebut berada di bawah bantal yang ada di sebelahnya. Dengan mata yang masih setengah terpejam, mata almod itu menatap layar handphone, guna mengetahui pukul berapa ia terbangun. Alarm tersebut memang selalu ia setel, untuk mengingatkannya agar tidak telat bangun sholat Shubuh, dan juga untuk melatih diri agar terbiasa sholat sunnah disepertiga malam, yang merupakan waktu yang sangat baik untuk bermunajat kepada-Nya.
Dengan beringsut pelan, gadis itu bangun dari tempat tidurnya. Lalu mengikat rambutnya yang tergerai panjang, hingga menyentuh pinggang. Setelah itu ia melakukan sedikit gerakan, layaknya olahraga, agar otot-otot yang tadi kaku karena terlalu lama diposisi yang sama, kembali rileks. Dan tak lupa juga ia membaca do'a ketika bangun tidur.
"Alhamdu lillaahil ladzii ahyaanaa ba'damaa amaatanaa wa ilaihin nusyuur."
"(Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mati (membangunkan kami dari tidur) dan hanya kepada-Nya kami di kembalikan)."
Setelah mengusap wajah usai berdo'a, gadis itu melangkahkan kakinya pelan menuju kamar mandi yang ada di pojok kanan, dekat dengan dapur. Rumahnya bukanlah rumah yang luas dan bertingkat, tapi bisa dibilang lumayan untuk ukuran rumah di pedesaan. Tiba di kamar mandi, ia membersihkan badannya terlebih dahulu, setelah itu barulah ia berwudhu untuk sholat sunnah sembari menunggu azan sholat Shubuh. Ketika hendak melangkahkan kaki keluar kamar mandi, gadis itu terkejut, karena hampir saja bertabrakan dengan Ibunya.
"Astaghfirullaah ...," ucap ibu dan anak itu bebarengan.
"Ibu, ngagetin aja," ujar gadis itu kemudian.
"Kamu itu yang ngagetin. Masak gak lihat Ibu ada di sini?" wanita paruh baya itu balik menyalahkan anaknya.Gadis itu menghela napas, "Mana Hani bisa lihat, Ibu kan ada di balik tembok," ujarnya membela diri.
Wanita paruh baya itu menggeleng kecil, "Kamu mau sholat kan? Ya udah, sana. Entar keburu Shubuh," ia memilih mengalah dari anak gadisnya yang selalu saja berselisih dengannya.
Gadis itu pun menepuk keningnya, kemudian berjalan tergesa menuju kamarnya.
💛💛💛
"Hani ... Kamu kerja kan? Ini sudah jam tujuh. Buruan ... Nanti telat!"
"Iya, Bu... Bentar lagi."
Setelah mendengar seruan Ibunya, Hani memakai hijabnya dengan tergesa-gesa. Untungnya ia bukan tipe orang yang hobi fashion, yang sudah tentu akan menghabiskan banyak waktu untuk berdandan. Baginya, polesan sedikit bedak di wajah itu sudah cukup. Tidak perlu ditambah blush on, eye shedow, lipstick, dan segala macam make up lainnya, yang terkadang malah membuat wajah terlihat tua dari usia yang seharusnya. Justru dengan penampilan yang sederhana, aura yang ada akan semakin terpancar nyata. Apalagi jika badan terjaga dari hal-hal yang dilarang-Nya. Maka sudah tentu, aura itu akan terpancar dengan sendirinya, tanpa harus diumbar dibuat berlebihan, yang malah menjadi tabarruj. Dan itu sangat dilarang dalam agama.
Sekali lagi, Hani menatap bayangan dirinya di cermin, memastikan kalau tidak ada yang kurang, apalagi salah. Karena bukan suatu hal yang lucu, jika berhijab, tapi rambut masih saja terlihat. Bisa-bisa ia dianggap Masha versi nyata. Kan memalukan. Baginya berhijab yang baik itu adalah yang sesuai tuntuna syar'i. Karena itu tak hanya menutupi, tapi juga melindungi. Apa gunanya berhijab jika hanya untuk menutupi, tapi tak melindungi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi Di Tanah Suci
SpiritualSquel "(Siap) Nikah Muda" di facebook. Pepatah mengatakan, "Tak kenal, maka tak sayang, tak sayang, maka tak cinta." Namun, lain hal dialami Hanifa. Ia yang baru saja menghijrahkan hatinya untuk tidak mengenal cinta selain cinta yang sah diuji oleh...