Sami'na wa atho'na bukanlah suatu pengakuan semata. Tapi juga suatu pembuktian bahwa kita hamba yang benar-benar menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar.
💛💛💛
Hari ini kediaman keluarga Abi mendadak ramai karena kedatangan sahabat istrinya, Salma, yang juga sudah menjadi sepupunya. Ia datang bersama kedua anaknya. Suasana rumah yang tadi tenang mendadak berubah menjadi ramai. Karena adanya sosok balita lucu di tengah mereka.
"Ali, kamu kok lucu banget sih! Kakak kan jadi pengen punya adek," celetuk Zi yang tengah asik mengajak bermain bocah menggemaskan itu. Dan ucapannya itu terdengar oleh Salma yang baru saja keluar dari arah dapur bersama Rahma.
"Kamu dengar kan Ra, si Zi bilang apa. Lagian kamu sih, masih muda juga, kenapa harus ditahan gitu sih?" bisik Salma pada sahabatnya, membuat Rahma menggelengkan kepala geli. Kemudian ia menaruh nampan minuman yang tadi ia bawa ke atas meja yang ada di ruang tamu.
"Umi..."
Rahma menoleh pada anak bungsunya. Detik berikutnya ia melotot.
"Kamu ini apaan sih, Dek. Gak usah ngelantur kalau ngomong."
"Ih, Umi kok gitu sih?! Ya Umi ya, ya ya," Zi merengek, membuat Rahma berulang kali menggelengkan kepala. Zi mengembungkan pipinya tanda merajuk. Lalu ia menghempaskan tubuhnya di sofa, dekat Tiya.
"Ya, punya adek itu enak kan? Kita jadi punya temen main kalau lagi sepi," ujar Zi, membuat Tiya menoleh.
"Gak juga sih. Justru ada adek malah bikin rumah kacau. Barang-barang gak bisa rapi dikit udah diacak-acakin lagi sama dia. Apalagi aktif kayak Ali itu. Pokoknya bikin pusing deh!" Tiya menceritakan kesehariannya yang harus menjadi baby sister dadakan bagi adiknya.
"Namanya juga anak kecil, jadi wajar aja kali, Ya," Zi tetap pada pendiriannya.
"Terserah kamulah, Zi," ujar Tiya, "Oh ya, toilet terdekat di mana nih?" tanyanya kemudian.
"Kayak orang baru datang aja pakai nanya toilet segala. Atau jangan-jangan kamu amnesia, Ya," celetuk Zi sebal.
Tiya cengengesan. "Kali aja udah pindah tempat. Kan lebih baik bertanya daripada sesat dijalan."
Zi berdecak, namun tak urung juga ia menunjukkan. Dan dengan secepat kilat Tiya menghilang dari pandangannya.
💛💛💛
Sebelum keluar toilet, Tiya menyempatkan dirinya untuk berkaca. Memang termasuk dalam jajaran perempuan yang sangat memperhatikan penampilan. Walaupun umurnya hanya berselisih berapa bulan dari Zi, tapi gayanya lebih fashionable, yang tentunya masih dibatasi oleh syari'at. Karena jika tidak, maka siap-siaplah mendengar kultum dadakan yang sepanjang jalan kenangan dari mamanya.
Setelah merasa penampilannya oke, Tiya keluar dari toilet. Tapi langkahnya terhenti, saat melihat sosok punggung tegap yang tengah berada di dapur. Melihat sosok tersebut, Tiya gelagapan sendiri, padahal orang tersebut tak melihatnya sama sekali.
Oke Tiya, tenangkan dirimu. Tarik napas dalam-dalam, dan keluarkan.
Setelah merasa tenang Tiya mendekati sosok tersebut. Ia merasa dadanya seperti gunung yang siap meletus karena saking kuatnya debaran yang ia rasakan.
"Hai, Kak," sapa Tiya memberanikan diri, sembari mendekat.
Sosok yang tadi membelakanginya kini berbalik, dan terkejut bukan main saat melihat kehadirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi Di Tanah Suci
SpiritualSquel "(Siap) Nikah Muda" di facebook. Pepatah mengatakan, "Tak kenal, maka tak sayang, tak sayang, maka tak cinta." Namun, lain hal dialami Hanifa. Ia yang baru saja menghijrahkan hatinya untuk tidak mengenal cinta selain cinta yang sah diuji oleh...