Part 4 ~ Sabar

2.1K 72 0
                                    

Jika ingin hidup tenang, maka bersabarlah. Dan ikhlaslah dalam menerima takdir yang telah ditetapkan-Nya.

💛💛💛

Seperti biasa, jika hari ahad Hani tidak bekerja. Dan hari itu akan ia gunakan untuk beres-beres rumah. Mulai dari dapur, sumur hingga kasur. Serta sebagai hari merefresh badan dan pikirannya yang penat bekerja selama 6 hari. Dan tempat langganannya untuk bersantai adalah kamar.

Sekarang pukul 8 pagi lewat beberapa menit, Hani sudah selesai mencuci pakaian yang menggunung karena ia tumpuk selama 6 hari, yah itu karena hari-hari lainnya ia disibukkan dengan pekerjaannya, sehingga membuatnya tak sempat mencuci. Jika tidak bekerja, mungkin 2-3 kali seminggu ia akan mencuci pakaian.

Keadaan rumah yang sepi membuat Hani bisa mengerjakan pekerjaannya dengan santai dan tenang. Karena jika ada Adiknya-Azril, maka bisa dipastikan ia akan naik darah mendadak, secara yang dilakukan Adiknya adalah hal yang membuat fokus kerjanya pecah. Mulai dari memberantakkan perabotan, mainan serta buku yang berserakan, belum lagi yang lainnya. Dan semua itu, mampu membuat dadanya bergumuruh.

Hari ini Bapak, Ibu, dan Adiknya sedang pergi ke pasar. Jadilah ia tinggal sendiri di rumah. Tapi tak mengapa bagi Hani. Karena walau terlihat sendiri, tapi nyatanya tidak begitu.

Innallaha ma'ana; Sesungguhnya Allah selalu bersama kita.

Itu adalah salah satu motivasi Hani. Jadi walaupun sendiri, ia selalu happy.

Kesendirian itu bukan untuk diratapi, tapi direnungi. Karena selalu ada hikmah di balik masalah.

Karena Allah itu lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. (Baca surah Al-Baqoroh : 216).

Ketika rutinitas mingguannya telah beres, Hani bersiap untuk merebahkan badannya ke kasur empuk yang sedari tadi seolah memanggilnya untuk didatangi. Tapi keinginan itu harus ia tunda, saat pintu utama terdengar diketuk.

Sebelum membuka pintu, Hani memastikan pakaiannya tidak berantakan. Karena akan bahaya kalau sampai auratnya terlihat oleh yang bukan mahrom.

Malu plus dosa dia.

"Ah, Ica... Sini yuk, ikut Ammah," seru Hani senang menyambut kedatangan Mbaknya-Fitri bersama Anaknya-Ica.

Tangan Hani terulur menyambut Ica yang ada digendongan Fitri, tapi bocah yang belum genap berumur 2 tahun itu enggan, ia malah memeluk leher Ibunya erat.

Hani mendesis "Ica,ih... suka bikin Ammah gemes deh," gereget Hani sembari mencium paksa Ica.

Wal hasil, bocah itu menangis karena ulahnya.

"Udaaah Han. Kamu ini yah, kalau belum nangis belum berhenti jailinnya."

"Lagian, Mbak. Si Ica ngeselin, masak gak mau ikut Ammahnya yang imutnya kebangetan ini," jeda sejenak "Oh, jangan-jangan si Ica minder yah? Makanya gak mau ikut aku. Hem, pantesan," cerocos Hani panjang kali lebar macam Sungai Musi.

Fitri mendelik mendengar ucapan Adiknya. Pedenya itu lho, kebangetan.

Hani nyengir, hingga terlihat gigi gingsulnya.

Cinta Bersemi Di Tanah SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang