Terkadang apa yang orang anggap hanya bunga tidur menjadi sebuah firasat untuk suatu kejadian yang akan mendatang.
💛💛💛
Hari ini Hani berangkat bekerja dengan lesu, dan hal itu tak luput dari panglihatan orang tuanya. Ibunya-Ambar sudah memintanya untuk izin saja untuk tidak masuk bekerja, tapi Hani tetap ngeyel. Dia beralaskan jika hanya di rumah, maka badannya akan semakin terasa lesu dan sakit. Ambar pun membiarkannya berangkat bekerja, plus dengan wejangan yang membuat Hani hanya bisa mengangguk.
"Han, yuk makan siang," ajak Maya.
Hani yang tadi melamun tersadar. "Aku puasa May."
"Kamu masih puasa, Han? Badan kamu lesu gini. Terus wajah kamu juga pucat banget. Apa kamu kuat?" tanya Fita khawatir.
"In Syaa Allaah aku kuat, Fit. Kalian gak perlu khawatir," Hani mencoba meyakinkan kedua teman kerjanya dengan tersenyum.
Maya dan Fita saling pandang, kemudian keduanya mengangkat bahu.
"Kamu beneran gak apa-apa, Han?" Maya kembali bertanya. Pasalnya ia tak yakin melihat raut wajah Hani yang sangat berbeda dari biasanya.
"Astaghfirullaah... Badan kamu panas banget Han. Dan kamu bilang baik-baik aja," Fita terkejut saat punggung tangannya hangat ketika menempel pada kening Hani. Maya pun ikut menempelkan punggung tangannya, dan benar, suhu tubuh Hani sangat panas. Sepertinya ia memang demam. Tapi tetap saja memaksakan diri untuk bekerja.
"Pokoknya kita gak mau tahu, kamu harus makan siang bareng kita. Batalin aja puasa kamu hari ini. Lagian gak baik juga kalau kamu terlalu maksa. Puasa sunnah itu memang ibadah, tapi kalau bahaya untuk kesehatan kamu, justru itu gak baik. Itu namanya memaksakan kehendak. Puasa wajib aja bisa di qodo' kalau kita lagi ada uzur syar'i apalagi cuma puasa sunnah."
Fita mengangguk membenarkan ucapan Maya.
Hani tersenyum dengan wajah yang pucat. Ia bisa apa sekarang, selain menuruti ucapan kedua teman kerjanya.
Maya dan Fita menggandeng Hani dari sisi kanan dan kiri, layaknya pengantin.
Sekelebat bayangan beberapa hari lalu melintas di benak Hani.
"Dari mana Han?"
Hani yang fokus melihat kedepan, menoleh ke sumber suara yang menyapanya. Di sebelah kiri jalan yang terdapat warung makan, terlihat dua sejoli tengah makan.
"Baru pulang kerja, Ta. Kamu sama siapa?" tanya Hani yang sudah jelas tahu bahwa gadis itu pergi dengan pacarnya.
"Sama Rehan," ujar gadis itu dengan tersenyum. Lelaki yang disebut namanya tersebut ikut tersenyum. Layaknya senyum kekasihnya bagaikan setrum yang mampu mempengaruhinya.
Hani tersenyum samar melihat keduanya.
"Kapan kalian nikah?"
Mita tampak terkejut mendengar pertanyaan Hani. Berbeda dengan Rehan. Ia justru tersenyum. Bahkan ia menjawab pertanyaan Hani, mewakili kekasihnya.
"Secepatnya."
Mita menoleh pada Rehan, dan mengerucutkan bibir. Ia merajuk. Tak lupa mencubit pinggang kekasihnya yang dengan legowo berbicara seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bersemi Di Tanah Suci
SpiritualSquel "(Siap) Nikah Muda" di facebook. Pepatah mengatakan, "Tak kenal, maka tak sayang, tak sayang, maka tak cinta." Namun, lain hal dialami Hanifa. Ia yang baru saja menghijrahkan hatinya untuk tidak mengenal cinta selain cinta yang sah diuji oleh...