Becak

116 10 0
                                    

Aku terdiam menatap singa langit yang mulai lelah menyinari kebisingan bumi.  Ia memutuskan untuk istirahat di peraduannya -di ufuk barat.  Digantikan perannya oleh Purnama.

Termangu di sudut jalan kota sibuk.  Melihat dan mengamati mereka yang lupa akan waktu.  Lantas berfikir,  apa yang orang-orang itu cari. 

Berlarian mengejar benda balok berasap yang dapat mengangkut banyak orang itu; bercakap entah dengan siapa menggunakan telepon genggam kebanggaan mereka; hingga wanita berdandan rapi yang menyisir rambutnya setiap dua langkah sekali.

Seharian ini, aku mendapat empat pelanggan. Aku mengantarkan pelangganku ke tempat yang mereka tuju.  Yaah,  meskipun aku terkenal lamban,  tapi kenyamananku tidak dapat dikesampingkan. 

Orang orang yang mengendaraiku akan merasa tenang dan penuh kesederhanaan di hati mereka.  Mereka yang masih mau mengendarai sebuah Becak walaupun di jaman sekarang ojek online lebih menjamur. 

Entah berapa tahun lagi eksistensiku bertahan dikenali rakyat.  Keberadaanku mulai tersisih,  teman teman ku banyak yang terbuang ke pasar barang antik dan jasa tuanku mulai tidak lagi menjadi kegemaran rakyat.

Hahaha,  tentu saja.  Siapa yang mau mengendarai kendaraan yang lamban dan biaya yang cukup mahal ini?  Ojek online, sepeda motor, bahkan mobil pribadi tentu akan lebih mengangkat gengsi mereka. 

Huh,  aku jadi teringat kala dulu masyarakat kota ini yang mengelu-elukan aku.  Sebagai sarana mereka untuk bepergian.  Melintasi jalanan dan mengantarkan mereka ke tempat tujuan dengan selamat. Tuanku tak akan lupa memberi mereka senyum meskipun lelah mengayuhku. 

Tuanku begitu ramah,  asal kalian tahu. Ketika aku kesakitan karena ban ku yang kempes,  Ia segera mengobatiku. Memberi ban ku tambahan angin,  sehingga makin lancar lajuku.

Ia selalu menyapa siapapun yang dijumpainya sepanjang perjalanan.  Senyum tidak luput dari bibirnya walaupun dalam keadaan selelah apapun itu. 

Dan,  inilah aku.  Si becak yang berharap masih dapat membantu mereka yang butuh tumpangan. Bersama dengan tuan ku, kami bisa mengurangi beban mereka yang tidak punya kendaraan dan terlalu malas untuk berjalan kaki.

Atau bagi mereka yang ingin merasakan kembali kenyamananku dan bernostalgia sejenak denganku, si Becak.

Mengingat setiap sudut kota kelahiran, setiap dinding penuh coretan,  sepanjang jalan,  setiap aliran sungai dan hal hal lain yang mengingatkan mereka pada perkembangan jaman.

Kota ini,  tidak akan pernah habis jika aku ceritakan tentangnya. 

Aku jadi teringat sekitar tahun 90-an.  Ketika sepanjang jalan ini dipayungi begitu teduh oleh pohon di tepi jalan.  Betapa syahdu dan rinduku dengan cahaya matahari yang menyelinap malu di balik daun daun.

Ah,  gemericik air kali yang jernih! Pikiranku berkelana melihat potret anak anak desa yang dengan senangnya bermain air di kali itu.  Hahaha,  betapa bahagia dan makmurnya semua orang kala itu.  Jauh dari telepon genggam dan internet yang membuat orang orang seakan bisa mati jika semenit saja tidak menyentuhnya.

Seketika, ingatanku kembali ke masa sekarang. Di mana orang orang lupa akan keberadaan kesederhanaan. Sekarang tidak ada lagi anak kecil yang bermain main dengan lumpur yang kotor. Yang ada hanya bocah berumur delapan tahun yang paham apa itu aplikasi chat,  game online,  dan sosial media.  Yang terlihat hanya anak remaja yang sibuk membully sesamanya.  Yang ada hanya orang dewasa yang sibuk mengejar uang dan kekuasaan.

Aku si becak yang rindu akan makna kata sederhana.

Bumi NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang