-○○-
"Kau sudah pulang?"
"Hn."
Blamm!
Aku mematung, melihat pintu bercat coklat kehitaman didepanku tertutup sempurna. Meninggalkanku di luar lagi? ya lagi, karena setiap hari aku sering mendapatkan perhatian manis seperti itu. Saking manisnya, dia bahkan tidak ingin menoleh ke arahku.
Aku memutar tubuhku memutuskan untuk menyerah lagi. Helaan napas panjang mulai sulit untukku hembuskan. Melihat pria yang menjadi dambaanmu memperlakukanmu seperti tembok memang menyakitkan.
Aku bahkan sangsi jika pria tadi adalah pria yang melamarku setahun yang lalu. Melihat betapa manisnya dia menyiapkan segala sesuatu untuk membuatku terkesan dengan keseriusannya untuk mempersuntingku.
Wanita mana yang tidak tertarik? Di lamar oleh pria tampan juga berpengaruh dengan embel-embel cinta yang menguar di bibir tegasnya. Sungguh surga dunia.
Aku mendengkus, menjatuhkan pantatku ke sofa dikamarku. Lagi-lagi meringis, melihat keadaanku yang seakan dibuang oleh suamiku sendiri.
Keningku menekuk, ketika teringat posisiku saat ini tidak lebih baik dari seorang pelacur di luar sana. Setidaknya, pelacur masih dizinkan untuk memeluk atau mengecup pria yang membayarnya.
Bukannya bertindak seperti pelacur, tapi nyatanya nasib pelacur lebih baik daripada diriku yang hanya dinikahi di hadapan tuhan. Dan di hadapan keluarga kami. Dengan janji-janji suci yang mengikat cinta kami.
Nyatanya Hanya sebagai boneka yang menemaninya di hadapan seluruh publik. Menyedihkan! Sakura
Lebih menyedihkan daripada koki yang selalu diperintah ke sana ke sini, untuk memasakkan sesuatu yang bisa memuaskan lapar. Sama seperti pelacur, koki juga masih dihormati karena orang yang memerintahnya sudi untuk mengunyah makanan yang mereka masak sekuat tenaga.
Tidak macam diriku, walau bagaimanapun aku berusaha memasakkan makanan dengan sebahagian keringat didahiku. Berharap diberi senyuman manis sebagai bayaran atas pelakukan manisku padanya.
Lagi-lagi aku merasa hanya sebagai panjangan di mansion ini.
Aku menunduk menyembunyikan ekspresi sakitku, ketika teringat kembali beberapa jam yang lalu. Betapa semangatnya aku menunggu dia untuk pulang. Dan mengabaikan bunyi perutku yang ingin diisi. Ya, upaya agar kami bisa makan malam bersama seperti pasangan pengantin yang lain.
Semuanya gagal total. Bahkan sebelum aku memulai untuk menyapanya manis. Bermaksud berbasa-basi seperti pasangan yang lain. Rasa sakit menyebar keseluruh pemburu darahku.
Napasku terengah-engah, selalu seperti ini. Selalu saja airmataku tidak ingin diajak berkerjasama. Jangan katakan, aku tidak sakit dengan semua perlakuan dia. Rasa sakit ini sulit untukku ekspresikan seperti apa rasanya.
Dan seperti malam-malam yang lain. Seluruh perhatianku dia anggap tiada. Hingga aku merasa, dia sangat membenciku karena makanan yang aku masak saja enggan untuk dia sentuh. Aku mulai mempersoalkan semuanya semenjak enam bulan ini.
Jika tidak mengingat bagaimana antusias keluarga kami, melihat pernikahan kami. Aku tidak akan pernah sanggup berdamping dengan pria yang tidak pernah menganggapku ada.
Kadang aku ingin dia mencoba sekali saja untuk bersikap lebih baik. Menghormatiku seperti mana seorang suami menghormati istrinya.
"Sakura!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt
FanfictionSasusaku Fanfiction Menahan sesuatu yang menyakitkan bukanlah sesuatu yang baru terjadi di dunia ini, itulah yang sering Sakura ingat setiap hari. setelah pria itu mengajukan penceraian dengan membawa wanita lain bersamanya, Sakura tahu, Tiada lagi...