"Dia adalah teman, tapi terkadang menyebalkan, selalu saja mengganggu.
Tapi dia bukan seorang musuh."****
"Mbak, anak SMA ya mbak?" Tanya seorang supir taksi pada penumpangnya--mencoba memecah hening di dalam sebuah taksi biru yang sunyi di pagi hari.
penumpang tersebut mengernyitkan dahinya.
"lah kok? Gue kan pake seragam SMA,putih abu-abu. Emang gue ga keliatan kayak anak SMA?" Batinnya sembari melihat lagi seragam yang ia kenakan. Benar Putih Abu-abu.Hari masih pagi, hari baru saja dimulai. Lembaran baru akan terus terukir di setiap detik yang mungkin tak diliputi rasa peduli. Namun sejarah akan terus saja tercatat dengan sendirinya.
Dan di pagi hari ini, di detik ini, sejarah tetap saja akan terukir tanpa perlu pernyataan setuju dari orang yang bersangkutan.
Dan sekarang ini, seorang siswi SMA berseragam putih abu abu di dalam sebuah taksi biru sedang dihadapkan dengan suatu cobaan, cobaan kesabaran di pagi hari. Yakini saja, dibalik sebuah perihal mestilah tersimpan pembelajaran bagi sesiapa yang mengenali dan mencoba berbaik sangka pada perihal itu sendiri.
"Mbak? Kok ndak dijawab toh mbak? dulu guru saya itu pernah ngajarin saya kalau pertanyaan itu jodohnya jawaban, jadi saling melengkapi gitu lho mbak" celoteh Supir taksi tersebut dengan nada seakan meyakinkan pendengarnya, yang saya omongin ini benar lho.
"Huftt..." Siswi SMA dengan rambut lurus sebahu itu menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Harus positif thinking! mungkin pak supir itu lagi ga fokus atau karena muka gue yang baby face, dikira anak SMP kali" Sambungnya dalam hati. Gadis itu terkekeh sendiri dengan pikirannya. Lalu,
"Cekling cekling.." Aldera menirukan nada yang biasa muncul begitu jawaban benar yang tertera di acara kuis layar tv.
"Yap betul" jawab Aldera singkat disertai acungan dua ibu jari miliknya.
Respon Aldera mengejutkan lelaki yang mungkin usianya sudah berkisar kepala lima itu. "ternyata benar dugaan saya toh, mbak ini memang betul-betul anak SMA. Hampir aja saya kira mbak ini anak SMP.. hehehe" supir taksi tersebut terkekeh sendiri, Aldera bisa melihat senyum lebar yang tercetak di wajah orang yang sedang asik mengemudi tersebut melalui pantulan kaca.
"kan tadi sebelum jalan, saya bilangnya mau ke SMA Cendrawasih, bapak lupa yaa.. " Ujar Aldera menggelengkan kepala sembari melihat isi dalam tasnya--mengambil sejumlah uang lalu diselipkannya di kantong bajunya. Maksudnya, untuk mempersingkat waktu, agar tidak kelabakan disaat turun taksi nanti. Yap, uang pas.
Supir taksi tersebut hanya terkekeh--heran sendiri dengan pertanyaannya tadi.
"Nah ini dia SMA Cendrawasih mbak, selamat! mbak sudah selamat sampai tujuan" ujar supir taksi tersebut dengan raut wajah riang sembari memberhentikan kendaraaannya.
Aldera hanya tersenyum melihat tingkah supir taksi yang satu ini, ternyata manusia itu memang beragam dengan segala jenis perangai yang juga bermacam-macam, dan manusia yang menjelma menjadi supir taksi ini, dapat satu perangai yang positif, ramah.
Aldera memberikan uangnya sembari mengucapkan hal yang senada dengan ucapan orang itu sebelumnya. "Selamat! Bapak sudah mengerjakan tugas dengan cekling.. cekling.."
kedua ujung bibir pak supir taksi tertarik ke atas membentuk sebuah cekungan yang dipenuhi rasa syukur, senyuman.Aldera turun dari taksi yang beraura positif itu, lalu tibalah saatnya Aldera menginjakkan kaki melintasi gerbang. Dengan seragam putih abu-abu lengkap beserta dasi,tali pinggang,dan juga sepatu yang kinclong akibat baru di cuci kemarin.
"Hari senin? ALDERA is coming!!" Aldera berseru sendiri dalam hati.
Tak luput dari badge name di seragam putih punya-nya sendiri yang tentunya tertulis namanya sendiri "ALDERA GUSTAMI"
Dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai, Aldera berjalan seperti biasa menelusuri koridor.
Lalu, tepat dibelakang Aldera, berdiri seorang anak laki-laki tinggi dengan lesung pipi diwajahnya, kini ia tengah berusaha menyamakan langkahnya dengan Aldera. "kanan, kiri, kanan lagi, kiri lagi" Ujar laki-laki dengan seragam SMA tersebut dengan penuh kesengajaan.
Langkah Aldera terhenti, dia sudah tahu siapa pemilik suara yang penuh kejahilan itu.
"Kanan.. kiri.. eh,diam di tempat" sambung lelaki tersebut. Aldera langsung berbalik, dan firasatnya memang benar. Pemilik suara jahil itu memanglah seseorang yang sangat ia kenal.
"Wafi?" Panggil Aldera pelan.
"Selamat pagi Dora.." Jawab Wafi dengan gerak gerik hendak kabur.
"WAFI!" Aldera mengeraskan suaranya. "Mau kemana fi? Diem disitu." Suruh Aldera pada wafi.
"Yah kena deh gue" Wafi merutuki nasibnya.
"Kenapa sih fi, masih pagi udah rese aja. Pagi ini aja lo udah buat 2 kesalahan"
"Baru dua kali Al, masih dikit tuh"
"Dua itu Banyak tau fi, udah lebih dari satu" Aldera mendengus kesal. "Udah tau apa kesalahan lo?"
"Belum tuh, kasih tau dong dor" Balas Wafi dengan nada yang terdengar sangat menjengkelkan di telinga Aldera.
"Huftt.." sekali lagi Aldera mendengus kesal lalu berjalan meninggalkan Wafi yang masih diam di tempat. "dor.. dor.. emang gue pintu?" Rutuk Aldera.
"Dor, eh Al.. gue udah boleh jalan belom nih?"
Wafi sedikit meninggikan suaranya agar Aldera yang sudah menjauh dapat mendengarnya."Terserah, ga peduli"
"Siap Dor! gue simpulin jawabannya boleh.. Sampai ketemu di kelas Dor, eh Al" Sahut Wafi sembari melambai-lambaikan tangannya ke arah Aldera, meski Aldera sudah berjalan di depan-mendahuluinya sedari tadi.
"Masih pagi kok sensi-an amat, untung imut.." sambung Wafi dalam hati.
****
To be continued
=========================================
Dear readers : klik vote n comment ya😁
Hope you all like this story💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Desirable : Ingin
Novela JuvenilGawafi Nariantra dan Aldera Gustami. saling menyimpan sebuah tanda tanya. Satu dari mereka adalah pemegang kunci, penyelesai permasalahan. Ingin. Jika kata mu 'itu' biasa, mungkin kau salah. Namun, jika kata mu 'itu' menyulitkan, mungkin kau berleb...