- PART 1 -

237 15 1
                                    

"inikah rumah gantung yang kau maksud?" tanyaku

"yup...benar" jawab Roy mantap

Aku mengamati sejenak rumah tua kosong -yang disebut rumah gantung- didepanku. Bangunan kokoh tanpa pagar dengan cerobong asap hitam yang menjulang di sisi belakangnya. Tembok-temboknya yang gelap mengelupas menunjukkan lapisan bata didalamnya, pintu dan jendela-jendelanya penuh dengan lapisan kotor debu dan kerak sementara ruangan didalamnya terlihat gelap dan suram. Cukup suram untuk membuatku menelan ludah saat melihatnya.

"oke...sesuai perjanjian kita, kau yang harus maju" ucap Roy "janji adalah janji" lanjutnya sambil menepuk pundakku

"baik-baik, janji adalah janji" sahutku dengan nada sindiran, terlihat senyum puas di bibir Roy.

Kunyalakan senterku dan langsung masuk ke dalam pekarangan yang tak terlihat jalurnya lagi karena rimbunnya rumput-rumput liar. Benar-benar tak terawat. Aku menengok kebelakang dan hanya tampak Roy yang menunjukkan wajah penuh puas, puas akan kemenangannya untuk mengerjaiku. Ya, sesaat lalu, kami berdua asyik bermain game sepak bola. Sampai tiba saat Roy mengajakku untuk bertaruh. Awalnya kami bertaruh untuk saling traktir makanan bagi yang kalah, sampai Roy mengeluh bahwa dompetnya tertinggal di rumahnya. Sebuah kebohongan yang konyol, karena sekilas didepan tadi aku melihat ada sesuatu yang mengganjal dari balik saku celana belakangnya. Hingga taruhan berubah ketika sebuah kaset game rumah hantu menyembul ditengah tumpukan kaset-kaset game yang membuat Roy teringat dengan rumah gantung. Ya, sudah bisa ditebak. Taruhan berganti, dan kini lebih murah karena kau tak akan mengeluarkan uang sepeser pun. Karena taruhannya hanya berjalan menyusuri rumah gantung dari pintu depan sampai halaman belakangnya.

Lantai berdecit kecil ketika kaki kananku pertama menginjak dilantai teras rumah. Cukup kaget mengingat rumah semegah ini ternyata terasnya terbuat dari kayu. Tanganku meraih kenop pintu yang tak terkunci, dan langsung masuk kedalamnya. Bau apek, pengap dan debu beradu didepanku. Sorot senter yang kuarahkan menunjukkan kekosongan rumah ini. Tak ada satupun perabot rumah diruangan ini dan hanya menyisakan sarang laba-laba yang terbentuk indah disetiap dinding dan ujung-ujung langit-langit. Debu-debu beterbangan ringan tiap kali aku menjejak lantai beton dibawah kakiku.

Aku melangkah melewati ruang yang cukup besar –yang mungkin ruang tamu- yang kosong, diujungnya terlihat sekat ruangan yang lebih kecil lagi dengan beberapa ruang mirip beberapa kamar. Ruang itu hanya meninggalkan sebuah ranjang kayu yang sudah lapuk. Aku berjalan lagi menengok ke ruang sebelahnya ketika kulihat bukan hanya sarang laba-laba dan sebuah ranjang didalamnya, melainkan juga empat utas tali tersimpul rapi tergantung diatas langit-langit. Tali kekang yang cukup besar untuk menjerat nyamuk atau serangga-serangga malam yang tak sengaja terbang melewati lubang jerat -yang kini telah dihuni sekelompok laba-laba ditengahnya. Laba-laba yang tak tahu akan sejarah kelam dari tali-tali besar yang mereka gunakan sebagai rumah itu. Tali-tali yang membunuh seluruh penghuni rumah ini. Tali-tali yang cukup besar untuk memasukkan leher seorang ayah, ibu dan kedua orang anaknya.

Baiklah, akan aku ceritakan sebuah kisah tentang rumah gantung.

*************
Konon, rumah ini dulu dihuni oleh keluarga kaya. Keluarga itu memiliki sebuah perusahaan besar yang terkenal maju dimasanya. Tapi, sebuah krisis besar di perang dunia II membuat usahanya tersebut bangkrut dan terpaksa menjual semua aset-aset yang dimilikinya. Hutang-hutangnya semakin menumpuk tanpa ada penghasilan yang masuk ke rekeningnya. Sang ayah yang frustasi akhirnya memilih jalan yang cukup mengejutkan. Dia berkeyakinan bahwa dia harus mengurangi jatah uang untuk keluarganya. Sampai akhirnya, suatu hari ia menaruh obat tidur yang dia taburkan diatas makanan istri dan kedua anaknya saat makan malam. Bisa ditebak, istri dan kedua anaknya yang terbius obat langsung terkapar, hingga sang ayah yang sudah gelap mata membopong keduanya kedalam kamar. Di dalam kamar, sang ayah mencekik leher ketiganya hingga tewas. Lalu, dia membuat tali kekang diatas langit-langit dan menggantung mayat-mayatnya seolah mereka bertiga bunuh diri. Selanjutnya, skenario berjalan sempurna. Sang ayah memerankan perannya sebagai ayah yang ditinggal bunuh diri oleh keluarganya. Dia bebas dari segala macam tuduhan.

Hari berganti minggu, kepergian keluarganya tetap tidak mengurangi hutang yang ada. Malah kini tambah menumpuk. Beberapa kali dia mencoba mencari pekerjaan, tapi selalu ditolak, seolah dia mendapat sebuah kutukan. Rasa bersalah kepada keluarganya mulai terbayang. Rasa penyesalannya membuat dirinya menjadi tak waras. Semua orang mulai mengganggapnya gila. Besarnya penyesalan membuat pria itu membangun keluarga tiruannya sendiri, didalam kamarnya. Sebuah boneka besar yang dia anggap sebagai istri, dan dua boneka kecil sebagai anaknya. Dia bermain seolah-olah dia ayah yang pekerja keras. Meja-meja ditumpuk seolah menjadi tempat kerjanya. Lengkap dengan mainan-mainan mobil didepannya. Tiap hari dia melakukan hal yang sama. Bermain peran dengan boneka-boneka bisu, memainkannya dengan penuh gembira seperti seorang anak yang mendapatkan mainan baru dari orangtuanya. Hingga suatu ketika kakinya tak sengaja merobohkan tumpukan meja, dan dia terlihat sangat murung. Dia teringat akan kebangkrutannya dan usahanya yang hancur berantakan. Teringat dengan istri dan anak-anaknya yang dibunuhnya. Rasa amarah dan penyesalannya membuat tubuhnya beringas, marah dan menghancurkan meja-meja didepannya. Selanjutnya, dia membanting-banting ketiga boneka didepannya, membuat tiga simpul tali dan mencekik leher kapasnya. Kemudian dia menggantung ketiga boneka itu persis ditempat dia menggantung istri dan anak-anaknya. Dia menangis, meringkuk memandang boneka-boneka yang tergantung lehernya diatas langit-langit. Tiap hari dia memandang boneka itu dan berulang kali meringkuk meminta maaf, seolah boneka itu hidup. Boneka tetaplah boneka, dan orang gila tetaplah gila. Beberapa bulan kemudian, masyarakat dihebohkan dengan penemuan pria yang tergantung dikamar. Pria yang terlihat berantakan dengan otak tak waras. Tubuhnya tergantung persis disamping ketiga boneka yang juga tergantung sepertinya.

*************

Ya, itulah kemudian rumah ini mendapat julukan rumah gantung. Dan sekarang aku sedang berada didalamnya.....

Rumah GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang