· ketidakjelasan ·

2.1K 326 12
                                    

"Milih dihukum di sini apa di lapangan?" katanya dengan muka songong.

Dia tuh harusnya berpotensi bikin cewek bakalan spot jantung kalau diliatin kayak gini. Tapi gue enggak tuh, malah keliatan soknya. Ewh.

"Emang apa bedanya, Kak?"

"Kalau di sini, dihukum sama gue aja. Kalo di lapangan, ya dihukum sama semua komdis. Pilih mana?"

"Hmmm, tapi hukumannya sama aja kan?"

"Yaudah, ikut gue ke lapangan," dia tanpa gue duga narik tangan gue mau ke lapangan.

Gue kelabakan dong.

Akhirnya gue nahan diri, diem di tempat gitu. Dia bingung, dan nggak ngelepas tangan gue sama sekali. Gue juga nggak mau diseret gini. Kalau gue dikerjain di lapangan gimana???

Masalahnya sekolah gue tuh emang terkenal kejam osisnya. Soalnya emang di sini gudangnya anak nakal. Tapi katanya berprestasi juga.

"Kok diem?" dia tanya.

"Ehrrr, jangan dihukum di lapangan deh, Kak."

"Bener? Yakin kamu?"

Lah si anjir pake aku kamu gini, ewh. Nggak inget apa dia tadi sok gahar depan gue.

"Iya yakin," baru itu dia ngelepas tangan gue.

"Ikut gue," terus dia jalan duluan.

Katanya disuruh milih dihukum di halaman depan. Ini mau diajak kemana?? Mana gue lupa sarapan lagi kaannn.

Eh ternyata gue diajak ke kantin, dan posisinya kantin sepi. Kan emang semua pada apel pagi di lapangan tengah.

"Sarapan dulu ya, gue laper. Lo mau pesen apa? Pecel suka?"

Dia yang tanya, dia juga yang mesenin gue. Pecel dua, teh anget dua, kerupuk empat.

NGGA JELAS AMPAS DUHHH NGAPAIN TANYA KALO GITU

"Sarapan dulu, gue ogah ngurusin orang pingsan," katanya lagi.

"Kak, kalau gue entar dihukum komdis lain gimana? Lo nggak niatan ngejebak gue kan?"

"Parno banget sihh. Lagian ibu kantin kan bisa jadi saksi kalau gue yang beliin lo makan."

Dengan perasaan ragu, akhirnya gue makan. Lumayan ya sarapan, entar pingsan kan nggak lucu.

Selesai makan, dia ngajak gue ke halaman belakang. Tepatnya samping parkiran motor. Di sana sepi, samsek gak ada orang.

Gue parno anjir si Jaewon kalo ngapa-ngapain gue gimana? Walau pagi posisinya kan tetep aja gue parno.

"Lo sapu deh semua halamannya, biar bersih," dia nunjuk sapu lidi pake dagunya.

"Kok gue disuruh nyapu?" gue agak nyolot abis makan.

"Nurut aja, kan lo maunya gue hukum, daripada di lapangan."

"Yaudaaahhh yaudahhh," gue dengan dongkolnya ambil sapu.

Lima menit nyapu halaman yang daunnya setara sama dosanya Jaewon, dia duduk jongkok. Enak anjir. Walau jongkok doang.

Gue kan berdiri huhuhu.

Sialnya tuh dia ngeliatin gue terus waktu gue nyapu. Duuhhhh males guueeee.

Matanya Jaewon pengen gue colok sama sapu lidi aja. Males gue maleessssss.

"Nyanyi dong," tiba-tiba Jaewon ngomong gitu.

"Duuhh banyak banget sih hukumnya. Baru juga telat sekali doang. Gue yakin semua orang di sini juga pernah telat kok dalam hidupnya!!" gue nyapu sambil alis gue berkerut. Kesel lah.

"Jalanin aja. Namanya juga aturan, dan lo ngelanggar," dia tuh kenapa sih jawabnya santai?

Bikin gue kesel karena dia seolah nggak niat ngehukum gue. Kalo nggak mau ngehukum yaudah kan gue bisa balik ke kegiatan.

Ngerjain nih pasti.

Ngerjain gue kaannn????

"Buruan nyanyi," katanya lagi, masih santai.

"Ya nyanyi apa gue nggak bisa nyanyi suara gue nggak enak," gue masih ketus.

"Hmm, James Arthur, yang judulnya Say You Wan't Let Go."

"Ya kali. Lagu Indonesia Raya kek, Gugur Bunga kek. Kasih hukuman yang nasionalis dikit napa sih."

"Kalo lagu nasionalis lo kudu nyanyi semua lagu. Karena gue nggak mau lo capek, jadinya lagi itu aja."






KAMPRET!!!!

[3] katanya benci; jennie · jaewonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang