A

295 66 4
                                        

Menjelang pagi, Taehyung terbangun saat mendengar sebuah keributan di rumahnya. Ia pun beranjak, keluar dari kamarnya untuk memeriksa keributan itu. Dengan mata yang masih mengantuk dirinya mendapati kamar dari kakaknya terbuka, disanalah sumber keributan itu berasal. Taehyung pun mendekat.

Bisa ia lihat di hadapannya seorang lelaki yang bisa ia pastikan lelaki itu adalah ayahnya tengah berteriak sambil menarik rambut panjang kakak perempuannya, terus menerus memukul wajah sang kakak tanpa ampun. Tidak begitu jelas ia mendengar setiap kalimat ya diteriakan ayahnya itu karena bersamaan dengan teriakan kesakitan dan tangis dari sang kakak.

Tidak tahan atas perlakuan sang ayah terhadap kakaknya itu, ia meraih sebuah botol kaca di lantai bekas minuman beralkohol yang di bawa sang ayah. Tanpa ragu, dengan seluruh tenaganya ia menyerang kepala sang ayah dengan botol kaca tersebut hingga bagian tubuh botol kaca tersebut pecah dan berlumuran darah.

Sang ayah meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya, Jaekyung yang melihat itu menjerit di tengah tangisnya meneriakkan nama Taehyung.

Sang ayah berjalan ke arah Taehyung dengan sempoyongan mencoba meraih kesadarannya. Masih dengan emosi yang menyulut, tanpa takut Taehyung justru mendekati sang ayah. Lagi-lagi dirinya menyerang sang ayah dengan menusukkan botol yang sudah pecah tersebut tepat pada bagian bawah dada kiri sang ayah.

Keduanya terjatuh berlutut sambil menggenggam leher dari botol tersebut. Taehyung melepas genggaman di botol tersebut saat sang ayah terbaring tak berdaya di hadapannya.

Taehyung kini terduduk melihat hasil perbuatannya. Tatapannya kosong. Sementara tubuh Jaekyung menegang, tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh sang adik.

Beberapa saat kemudian, dengan panik serta tubuhnya yang masih bergetar, Jaekyung segera berlari menuju kamar Taehyung meraih ransel milik Taehyung. Dengan terburu-buru ia memasukkan beberapa pakaian Taehyung pada ranselnya.

Di bawanya ransel itu ke kamarnya, ia membawa beberapa uang serta buku tabungan di laci lemarinya, kembali ia masukkannya pada ransel Taehyung.

"Taehyung-ah, bawa ini dan cepat pergi yang jauh dari sini! Ku mohon jangan kembali ke rumah ini apapun yang terjadi!!" Tidak ada jawaban dari Taehyung saat mendengar perintah Jaekyung dengan suara yang bergetar.

Jaekyung segera menarik Taehyung keluar rumahnya, setelah Taehyung menerima ransel darinya.

"Pergilah cepat!!" Untuk terakhir kalinya Jaekyung kembali memberi perintah pada Taehyung.

Masih dengan tatapan kosongnya, Taehyung tanpa sadar meninggalkan rumah itu bersamaan dengan Jaekyung menutup pintu rumahnya.

Setelah beberapa langkah, ia kembali berbalik menatap rumahnya. Ditatap pula rumah yang berada tepat di seberang rumahnya, itu rumah milik keluarga Ryu. Sebuah cairan di pelupuk matanya berhasil jatuh mengenai kedua pipinya.

"Maafkan aku Kak. Maafkan aku Sujeong."

Taehyung kembali melangkah menjauhi kedua rumah tersebut dengan isak tangis pelan menemani perjalanannya. Tidak tahu ia harus pergi kemana, saat ini yang bisa ia lakukan hanyalah menuruti permintaan sang kakak. Ia benar-benar harus menjauh dari kampung halamannya. Ia merasa sang kakak sudah sangat membenci dirinya dan ia tidak ingin Sujeong -perempuan yang bertetangga dengannya dan sudah mengisi hatinya itu pun membencinya.

.

Di tengah kepanikan dan ketakutan akan pemandangan mengenaskan sang ayah di hadapannya, Jaekyung masih berusaha memikirkan cara untuk menghilangkan jejak Taehyung pada botol kaca tersebut. Ia pun memecahkan seluruh bagian botol kaca tersebut hingga pada ukuran yang sangat kecil tak berbentuk. Beberapa bagian tubuhnya terdapat bercak darah akibat pecahan tersebut.

Napas yang memburu serta tangisan yang masih belum mau terhenti, ia mengambil botol kaca lain yang masih utuh. Dengan sisa tenaganya ia memecahkan botol tersebut. Ia melakukan hal yang sama dengan Taehyung pada ayahnya yang sudah tidak bernyawa.

Jaekyung menormalkan napasnya sambil bersandar pada dinding sudut ruang kamarnya. Kedua matanya menangkap sebuah pecahan dari botol kaca dihadapannya.

Seolah tidak merasakan kesakitan, dengan pecahan botol kaca tersebut Jaekyung mengiris dengan kuat pergelangan tangannya secara terus menerus hingga ia tak sadarkan diri.

.

Setelah beberapa hari setelah kematian Kim Jaekyung, mimpi buruk yang sekaligus kejadian di masa lalunya itu kini tidak hanya menggerayangi Taehyung saat dirinya tertidur saja, namun mengganggu setiap aktivitasnya.

Beberapa pekerjaannya sudah terbengkalai, namun ia patut berterima kasih kepada atasannya yang sekaligus penolongnya, karena sang atasan mengambil alih pekerjaan yang terbengkalai tersebut.

Ia sudah di depan pintu ruang atasannya itu, mungkin ia akan memohon maaf sekaligus mengucap terima kasihnya pada sang atasan. Ia pun memasuki ruang atasannya setelah mendapat ijin.

"Hyung, maafkan aku karena sudah banyak merepotkanmu." Ucap Taehyung setelah memposisikan dirinya duduk dihadapan seorang lelaki yang fokusnya tertuju pada komputer kerjanya.

Lelaki di hadapan Taehyung yang menjadi atasannya itu adalah lelaki yang menolong Taehyung saat dirinya berada di Seoul untuk pertama kalinya. Meski lelaki itu menolong Taehyung karena kesalahannya yang sudah menabrak Taehyung, sekalipun luka Taehyung saat itu tidak begitu parah. Entah atas dasar apa lagi lelaki itu membawa Taehyung ke apartemen yang ditinggali bersama teman-temannya saat Taehyung mengaku dirinya tak memiliki tempat tinggal di Seoul. Alih-alih melaporkannya pada polisi setelah Taehyung menceritakan dirinya yang telah membunuh sang ayah, lelaki itu justru mengajak Taehyung bekerja dengannya agar dengan alasan pikiran Taehyung teralihkan.

"Kali ini ada apa lagi?"

"Tidak ada. Aku hanya ingin meminta maaf, karena aku pekerjaanmu semakin bertambah."

"Aku yakin, bukan itu yang ingin kau katakan padaku." Lelaki itu kini bersidekap, bersandar pada kursi kerjanya.

"Aku ingin berterima kasih atas semuanya padamu. Aku juga ingin meminta maaf karena aku belum bisa membalas semua yang sudah kau berikan untukku. Aku benar-benar tidak tau diri bukan?"

Senyum tipis lelaki itu tersungging memperlihatkan lesung di pipinya. Seolah tahu bahwa Taehyung belum menyelesaikan ucapannya, kali ini ia melipat kedua tangannya di meja saat Taehyung menunduk, menarik napasnya mencoba untuk melanjutkan ucapannya.

"Aku tidak tahan terus menerus hidup dengan ketakutan dan rasa bersalah. Meski aku hidup denganmu dan teman-temanmu yang sudah ku anggap sebagai keluarga sendiri, tapi tetap saja ada masa lalu yang terus menghantuiku, terlebih setelah Kak Jaekyung meninggal."

Untuk kesekian kalinya Taehyung menghembuskan napas beratnya, juga kembali tidak ada respon dari lelaki dihadapannya. Bisa ia lihat kedua mata Taehyung yang memerah. Ia menanti kalimat Taehyung selanjutnya, meski ada ketakutan di hatinya.

"Hyung, aku akan kembali dan menyerahkan diri pada polisi."

[BTS WINGS SERIES] STIGMA -V-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang