Part 18

62 9 7
                                    

Sara P.O.V

Ngeeek...

"Ngapain, Sar?"

"Kevin. Ngagetin aja."

"Lo mimpi buruk ya?"

"Kok lo tau?"

"Gue juga ngalamin."

"Yang bener? Emang lo mimpi apa?"

"Mikaela."

"Hah?"

Kevin tersenyum padaku. Aku melihat ada yang aneh dari senyum Kevin, tiba-tiba dia mencekik leherku.

"Ke-Keviiin."

"Sar, Sara. Bangun, Sar."

Suara Aura membangunkan aku dari mimpi burukku. Ternyata ada mimpi di dalam mimpi. Aku melihat Kevin dan Aura dengan wajah cemasnya. Aku sedikit menjauh dari Kevin, dia ingin memegang tanganku tapi aku segera menepisnya.

"Sar? Lo gapapa kan?" Tanya Kevin.

"Sar, lo mimpi aneh ya?" Tanya Aura.

"Jam berapa sekarang?" Tanyaku.

"Jam 1.25 pagi." Ucap Kevin.

Aku berjalan ke luar dan duduk di sebuah batu. Aku merenungi mimpiku barusan. Pertama tentang Mikaela kedua Kevin yang tiba-tiba mencekikku. Tapi aku berharap bisa melihat pria paruh baya yang ada di mimpiku.

Kretek...

Suara ranting patah. Pasti ada pria paruh baya di sana.

Aku berdiri seakan bersiap pria itu akan memunculkan wujudnya di hadapanku. Tapi tidak. Dia tidak datang.

"Sara." Panggil Aura dan Kevin dari gubuk. Aku menoleh.

"Ya?" Tanyaku.

"Lo gapapa kan?" Tanya Aura.

"Gue gapapa. Masuk yuk." Aku mengajak mereka masuk.

Kami duduk di dalam gubuk, lalu saling menunduk untuk menenangkan diri masing-masing. Udara semakin dingin, aku benar-benar tidak tahan.

Tok tok tok

"Suara apa lagi sih." Ucap Kevin.

Tok tok tok

"Cukup! Gue muak." Aura berjalan ke arah pintu lalu membuka pintunya. Tidak ada siapa-siapa, hanya tiupan angin memasuki gubuk membuatku merinding.

"Roh itu mempermainkan emosi lo." Ucap Kevin.

Aura menutup kembali pintunya dan berjalan menghampiri kami. Tapi tiba-tiba Aura meringis kesakitan membuatku dan Kevin sergap menghampirinya.

"Aura, lo kenapa?" Tanyaku. Tangan Aura memegangi perutnya dengan sangat erat.

"Aura!" Kevin memegang pundak Aura. Tapi tangannya semakin kuat memegangi perutnya.

"Aaargh!" Aura mengerang hebat.

Sesuatu yang dilakukan Aura kini membuatku membulatkan mataku dan membungkam mulutku dengan cepat. Aku menjauhi diri dari Aura tapi Kevin tetap berada di dekat Aura. Kini perutku terasa mual seperti ingin muntah.

Aura menancapkan perutnya dengan tangannya sendiri, darah pun mulai bercucuran. Tangan Aura seperti mengaduk-aduk isi perutnya membuat usus serta yang lainnya ke luar bersamaan dengan darah yang telah dibelatungi.

Aku menutupi wajahku, aku tidak bisa melihat itu di depan wajahku. Itu bergitu mengerikan. Erangan Aura semakin membesar dan membesar. Angin membawa aroma darah dari perut Aura masuk ke dalam lubang hidungku. Aku menangis sejadi-jadinya karena takut.

"Auraaa!" Teriakkan Kevin membuatku membuka sedikit wajahku melihat keadaan Aura.

Keadaannya mengenaskan, dia terbaring dengan perut yang telah rusak. Aku benar-benar tidak tega melihatnya.

"Aura... meninggal," ucap Kevin dengan pelan.

Mendengar itu, aku bergegas ke luar gubuk. Aku tidak bisa melihat jasad Aura yang mengenaskan seperti itu. Air mataku terus mengalir tanpa henti. Perutku pun terasa mual, akhirnya aku mengeluarkan cairan dari mulutku. Ya, aku muntah.

 Ya, aku muntah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












Pulau Boneka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang