Part.1: Me and Max's life

1.2K 30 0
                                    

Namaku Kimberly.

Seorang wanita yang sedang berusaha mempertahankan hidupnya di kota besar dan liar ini. di London.

Aku tahu, hidup seorang diri tanpa orang tua apalagi saudara, pasti kelihatan sulit. Tetapi tidak bagiku.

Sudah bertahun-tahun aku hidup sendiri, mencari uang dengan cara apapun juga, hanya untuk diriku sendiri. Tanpa pernah mengerti arti berbagi dan mengasihi. Karena, kehidupanku ini saja sudah minta di kasihani.

Hidupku, lho. Bukan ‘AKU’.

Kalau aku sih, tidak butuh di kasihani sama sekali.

Pernah suatu kali aku sedang duduk di pinggir trotoar dengan menggunakan baju lusuh-ku, seseorang bapak-bapak lewat. Ia melemparkan dua koin 1 sen jatuh tepat dihadapanku dan aku melemparkan kembali kedua koin itu hingga tepat mengenai kepala botaknya itu.

Akhirnya memang tidak begitu bagus. Bapak-bapak tua botak itu mengomeliku habis-habisan seperti dia sedang memarahi bawahannya. Aku hanya pasang tampang masa bodoh saja. malah, aku menghembuskan asap rokokku di depan wajahnya.

“What else do you want to say to me?” tanyaku pongah.

Mata bapak tua itu melotot tajam.

Aku menghisap rokokku dalam-dalam.

Dasar pengecut. Lawan aku kalau berani. Bukan berarti aku wanita dan kau takut menghadapi wanita. Dia pasti pria yang payah.

Kehidupan malam, rokok, sex dan narkoba, itulah keseharianku.

Apakah sudah ku bilang sebelumnya kalau aku melakukan apapun yang bisa kulakukan?

Sehari-harinya, aku tidak selalu sendiri. Kadang, aku bekerja bersama Max George dan kami juga sering hangout bersama. Cuma bedanya, orang-orang suka memperhatikan kami dengan jijik karena penampilan kami yang kurang pantas.

Asal-usulku hingga menjadi seperti sekarang ini cukup simple.

Tapi yang kuingat adalah tentang orang tuaku yang meninggal saat aku berumur 6 tahun.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat tiba-tiba aku di perintahkan untuk keluar dari rumahku sendiri oleh Aunt Natalie dan aku dibiarkan terlantar begitu saja.

Setelah aku lebih dewasa, aku baru tahu kalau ternyata rumahku dijual oleh si brengsek itu.

Saat aku mendatangi rumahnya dengan berjalan kaki dari rumahku, bukannya disambut dengan tangisan bahagia aku malah di usir.

Wanita tua jelek haus harta.       

Dalam pelarian mengerikan itulah aku bertemu Max yang mengajakku berteman dan dia bersedia menolongku dan menjagaku.

Max sama sepertiku.

Sama-sama ‘melarikan diri’.

Bedanya, orang tua Max masih ada namun mereka terlalu mengekang Max.

“Cowok liar macem lo di kekang? Masih syukur tuh nyokap lo nggak di perkosa sama lo.” Sindirku waktu itu saat dia menceritakan keluarganya.

Ibunya terlalu mengekang, dan ayahnya suka berlaku kasar padanya. Tidak heran kalau Max tak tahan berada 1 menit saja di dalam rumahnya sendiri.

Aku mengeluarkan bungkus rokok dari dalam jaket lusuhku—walaupun jarang ku cuci, jaket ini tidak pernah mengeluarkan bau yang aneh. Paling-paling hanya bau alkohol dan rokok saja—kebetulan orang disebelahku sedang menyalakan korek, lalu aku mengarahkan rokokku ke koreknya hingga terbakar sempurna.

Orang itu menatapku heran.

Aku membalasnya dengan wajah—I-don’t-give-a-fuck—

Orang itu pun meninggalkanku dengan langkah terburu-buru seperti baru saja bertemu orang gila.

KIMBERLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang