(XVII)

76.3K 11.7K 336
                                    

Rayaa menelan habis rasa penasarannya dengan ucapan Ajeng, meski ada berbagai pertanyaan yang berterbangan di pikirannya. Rayaa menahannya, ia tahu tidak mungkin dirinya bertanya pada Langit saat ini. Akhirnya mungkin berujung pada pertengkaran, atau lebih parah.

Dan saat ini bukan waktu yang tepat, dimana mereka harus pergi ke Bandung bersama malam ini untuk menghadiri acara yang membahagiakan bagi keluarga Langit. Rayaa tak ingin merusak moment, ia harus tahu caranya bersikap.

Langit mengetuk pintu rumahnya saat Rayaa sudah siap dengan keperluannya, orang tuanya sudah tahu jika Langit akan mengajak Rayaa menginap di Bandung. Setelah berbincang sebentar dengan orang tua Rayaa, Langit pamit membiarkan Rayaa mengikuti langkahnya. Saat Rayaa mau memasuki mobil, Langit menahannya. Wajah Langit memang terlihat lebih kusut dari biasanya.

"Kamu nggak ngantuk?" tanya Rayaa saat lingkaran di mata Langit terasa begitu mengganggu.

"Aku kangen." Langit memeluk Rayaa erat, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Langit. Rayaa bisa melihat jelas dari mata Langit yang redup.

"Kamu nyetir sendiri ke Bandung." tanya Rayaa, ia membiarkan dagu Langit yang menempel ketat di bahunya.

"Sama supir." Langit semakin mengeratkan pelukannya. "Aku nggak mau bahayain kamu, mataku kayaknya udah lima watt."

"Jalan sekarang?" tanya Rayaa, ia tidak berusaha mengurai pelukan Langit. "Atau mau makan dulu?"

"Aku udah makan, kamu?"

"Udah." Rayaa mengusap pelan punggung Langit, setidaknya untuk kali ini Rayaa harus terlihat baik-baik saja.

"Nanti jangan ambil hati ucapan mamah yah." untuk kesekian kali Langit memperingati Rayaa. "Dia pasti nanti akan terus menanyakan kapan mau diresmiin, kapan mamah bisa datang untuk melamar? pasti begitu."

"Iya." Rayaa menangkup pipi Langit, mengusap lingkaran hitam mata Langit saat pria itu justru memejamkan matanya menikmati gerakan ibu jari Rayaa di sekitaran matanya, wajah tenang Langit berganti tegang ketika merasakan bibir Rayaa mengecup kelopak matanya secara bergantian.

"Aku nggak tau masalah apa yang kamu hadapi sampai kamu jadi jelek begini." ejek Rayaa, ia terkekeh sendiri melihat Langit yang mengerutkan keningnya. "Jangan kebanyakan cerita sama gunung dan Laut, kamu punya aku. Aku siap dengerin masalah kamu, meski nggak yakin bisa membantu."

"Aku sayang sama kamu." ucap Langit, Rayaa tidak akan menuntut Langit berbicara sekarang. Langit menarik Rayaa untuk duduk di kursi belakang, Rayaa sampai lupa jika ada supir Langit di dalam mobil.

Satu-satunya orang bisa Rayaa tanya nanti mungkin adalah Nimas, Rayaa harus menemuinya nanti. Karena Ajeng bisa saja berbohong, ia tidak tahu maksud Ajeng dan Gamar. Tapi kenapa Ajeng berkata seperti itu, sementara Ajeng dan Langit bersahabat sejak SMA. Mereka sudah saling mengenal sejak lama, dan kenapa Ajeng mengatakan hal buruk tentang Langit yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama?

*******

Seragam yang diberikan Langit saat itu bukan atasan batik, melainkan atasan berwarna baby blue yang glowing dengan kain songket. Karena kemeja yang digunakan Langit 'pun bukan batik, tapi kemeja dark blue. Ada beberapa sepupu Langit juga yang mengenakan kemeja sama, sedangkan barisan perempuan yang dikenal dekat sebagai saudar juga mengenakan baju serupa seperti Rayaa. Masih menjadi teka-teki ketika Langit tahu ukuran baju Rayaa, hingga ia tidak perlu mengecilkan atasannya kali ini.

"Rayaa." Rayaa mendongak, mengalihkan atensinya dari sederet makanan pembuka yang baru saja akan ia santap. "Kenalin ini Auntie Dea, dia adik Mamah."

Hot Tea with SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang