(V)

97.8K 13.2K 1K
                                    

Rayaa menghabiskan waktunya memakan sisa pasta di piring, Nimas pergi menemui salah satu temannya. Padahal tadi Rayaa sempat melihat Gamar dan Ajeng di sini, tapi sekarang kedua orang itu menghilang.

"Laper kan?"

Rayaa tersedak pasta yang masih ia kunyah mendengar suara yang mengejeknya. "Makanya kalau laper bilang laper aja, jangan gengsi begitu."

Bibir Rayaa mencebik, kemudian meneguk air mineral sebanyak-banyaknya. "Udah?"

"Mau pulang sekarang?"

"Iya."

"Nimas nya kemana? bukannya aku tadi nyuruh dia nemenin kamu."

"Ketemu temennya, tadi dia nemenin aku kok."

Anggukan Langit membuat Rayaa kikuk. Sebenarnya ada hal yang harus dimulai jika keduanya memang serius ingin menjalin hubungan, pengenalan. Ya, Rayaa sebenarnya ingin bertanya banyak hal tentang langit tapi ia menelan habis rasa ingin tahunya melihat wajah Langit yang menekuk. Sepertinya terjadi sesuatu dengan pria itu.

"Kamu sendiri udah makan? tadi kan cuma nyuapin aku."

"Udah, tadi ngobrol sama temen sambil makan. Makan hati."

Mulut Rayaa berohria sebelum mengerti maksud ucapan Langit. "Eh, makan hati?"

"Udah ah, ayo pulang." bukan nya menjawab Langit malah menggenggam tangan Rayaa, membawanya melewati beberapa temannya yang menanyakan kenapa Langit pulang lebih awal.

"Nimas itu cantik ya." ucap Rayaa saat Langit sudah berada di balik kemudi dan menyalakan mesin mobilnya. "Kayak perempuan-perempuan keturunan darah biru."

Kan, masih diem. Gue mesti ngomong apa biar direspon?

"Kamu mau ke Maldives?" tanya Rayas, gagal sekali belum tentu untuk kedua kalinya. Lagi pula kenapa Rayaa harus merepotkan diri bertanya pada Langit, sementara pria itu saja nyaman dengan bungkamnya.

"Iya."

A en je aye. Apa aku harus nari pake hulahup sambil makan oreo biar itu mulut nggak diem aja.

Ketahuilah, ketika seseorang yang sering berbicara tiba-tiba bungkam itu beneran horor lebih horor dari malam jum'at kliwon.

"Tadi aku ketemu Gamar, dia bareng Ajeng temen kantorku. Mereka kayaknya pacaran deh."

"Jangan suka ngurusin hidup orang, kalo mereka pacaran memangnya kenapa? masalah buat hidup kamu? orang Indonesia nih. Suka urusin hidupnya orang, yah kalo memang mau ngurusin jangan setengah-setengah. Sekalian urusian biaya hidup, biaya kesehatan, biaya pendidikan sama biaya entertaint. Jangan cuman urusin keburukannya aja."

Eh kenapa jadi gue yang kena ceramah.

"Aku tuh cuman bingung nyari topik pembicaraan sama kamu, sekalinya direspon panjang banget. Itu mulut keseringan makan cabe yah, makanya pedes bener." ucap Rayaa dengan sedikit emosi, dia hanya tidak menyangka jika Langit sebegitu sensitifnya.

Jangan-jangan lagi PMS nih.

"Maaf."

"Hm."

Tidak ada lagi kata yang terucap di antara keduanya, Rayaa yang sudah terlanjur badmood karena Langit. Dan Langit sendiri sepertinya memang memiliki masalah.

.
.
.
.
.
.
.
"Lan." bisik Rayaa. Wulan akhirnya masuk kembali ke kantor setelah beberapa minggu absen. "Lo tau nggak, kemaren gue ketemu Gamar sama Ajeng berdua di acara farewell temen kuliahnya."

Hot Tea with SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang