Bagian 1

495 49 88
                                    

Aku tak suka jika Rey mulai berbuat seperti itu. Dia seperti bukan kakakku. Satu-satunya yang ia risaukan adalah kehilangan uang. Tapi kali ini dia begitu marah padaku seperti cewek.

"Gue ngga berani bilang karena lo bakal khawatir nantinya... lo kan harus menang basket" ujarku.

Rey meremas tangannya. Tangannya yang besar dan bahunya yang lebar bergetar hebat."Lo ngga berperasaan amat sih? Bunda kecelakaan malah lo ga bilang gue?!?! Bunda bisa aja diambang maut Dit!"

Tiba-tiba jantungku berdebar kencang. "Lo kalo mau nakut-nakutin liat sikon dong! Ngga lucu tau!"

Sedetik kemudian bahu Rey melemas. Dia mundur dan duduk perlahan di ruang tunggu UGD. Aku duduk mengikutinya kemudian.

"Gue menang! Puas lo??" ujar Rey.

Apa? puas? Bukannya Rey yang selama ini ngotot memenangkan pertandingan itu? Bukannya Rey yang selama ini menginginkan beasiswa basket itu? bukannya Rey yang selama ini ingin segera hengkang dari rumah?

"Tapi wajah lo ngga kelihatan senang? Bunda memang kecelakaan tapi kata dokter..."

Detik kemudian seorang perawat keluar dari ruang UGD. Dia menatap kami. "Maaf, siapa diantara anda yang bergolongan darah B?"

Rey langsung berdiri. "Saya Dok!"

"Mari ikut saya. Ibu anda membutuhkan darah segera"

Rey dan perawat itu pergi meninggalkanku.

***

"Bunda! Jangan tinggalkan Adit!"

Kulihat bunda berjalan menjauhiku.

"Bundaaa!!!"

Seseorang menarikku. Aku menoleh. Rey?

"Bangun Dit!"

"Bunda! Bunda mana?"

Rey menatapku iba. Diambilnya selembar kain di meja sebelum dicelupkannya ke dalam baskom berisi air di sampingku. Kemudian diletakkannya kain itu di keningku.

"Ssst... tidur lagi... lo harus cepet sembuh"

"Bunda masih ada di sini kan?"

Rey memejamkan matanya. Kemudian ia membukannya dan tersenyum getir. "Dit..., tolong jangan gini terus... gue sedih liat lo kaya gini"

Lalu aku mulai ingat, segala kejadian itu.

"Bundaaa!"

  ***  

Sudah dua bulan sejak aku dan Rey kehilangan Bunda. Rey bisa mengatasinya. Kulihat ia begitu tabah. Aku masih tak percaya kami telah kehilangan bunda. Bundaku. Cahaya kehidupanku.

"Makan! Gue ngga mau lo sakit lagi" Rey menyodorkan sepiring sup ke hadapanku.

"Ngga mau"

"Kenapa?"

Aku terdiam lalu berkata. "Ngga selera"

"Terserah lo ah!"

Rey berjalan ke kamarnya lalu membanting pintu.

Krucukkkk

Terdengar suara perutku. Walau lapar, aku merasa tak ingin makan.

Pintu kamar Rey terbuka.

"Gue mau keluar dulu" ujar Rey.

"Terserah lo"

"Makan! Gue udah susah-susah bikinnya"

Aku diam tak menjawab.

  ***  

"Woi!, udah sembuh lo!"

With You, I'm OkayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang