Sececah Cetera Torehkan 3 Benang

161 8 3
                                    

"Cukup tunggu waktu yang tepat sampai bisa terikat dengan sempurna."

*****

Ashgof Bahfen, label singkat melekat di segala arsip-arsip, dan tersiul di manapun aku melangkah. Aku hanyalah murid lelaki Sekolah Menengah Atas, yang terlahir menyandang nama Bahfen, dengan latar belakang keluarga yang lebih dari cukup. Menggenggam nama dari keluarga tersebut di manapun aku berada adalah hal yang terberat.

Karena kesempurnaanlah yang perlu kulukiskan pada setiap jengkal tubuhku, jejak, bahkan bayanganku. Tuhan telah memilihku untuk terlahir dari rahim ibuku dengan memilih gen yang terbaik, karena kini ketika aku menatap bayanganku yang tengah berkaca, aku hanya dapat menatap paras tegasku yang tampan. Tidak untuk memperlihatkan kepada dunia luar, tetapi berbangga diri dapat dipuja oleh kaum wanita di lingkungan sekitarku.

Namun, satu hal yang lahir dari suatu lubang hitam yang membelenggu, kini menjadi jurang yang memiliki lahar api di dasarnya. Hal yang membelenggu itu adalah satu buah mutiara hitam yang tertimbun di dalam pasir pantai. Jika saja mutiara hitam tersebut ditemukan karena seseorang yang telah menggalinya, terdapat dua pilihan yang salah satunya akan merubah takdirku. Yang pertama, jika seseorang yang telah menemukan mutiara hitam tersebut menggenggamnya, apakah ia akan menjaganya seolah mutiara hitam itu adalah suatu kerapuhan? Yang jika tergores sedikit saja, maka mutiara hitam tersebut akan hancur.

Atau malah, ia akan menghancurkannya di genggamannya hingga serpihan-serpihan mutiara hitam terinjak oleh seluruh pengunjung pantai. Karena yang aku tahu, jika pilihan kedualah yang terjadi, maka aku akan semakin terpuruk ke dalam tanah karena kebencian seluruh orang-orang di sekitarku yang menatapku jijik akan dosa-dosaku. Seakan aku adalah sehelai kertas daur ulang yang telah diremukkan dan tak pantas untuk digoresi pena.

Tetapi, kini aku telah mengetahui jawabannya. Bahkan, aku telah memanah pilihan yang tepat. Kenapa? Karena mutiara hitamku telah digali oleh seseorang. Siapa? Seorang gadis berhijab dengan wajah oriental, gadis pendiam dan tak suka bersosialisasi, gadis yang menjaga syahwatnya dengan sempurna, dan gadis pemurah akan senyuman. Tiga bulan yang lalu, aku sempat mendapat masalah karena suatu perkelahian. Perkelahian tersebut dimulai karena salah seorang temanku yang mengolokku bahwa aku seorang homoseksual.

Ya, itu adalah mutiara hitamku. Mutiara hitamku adalah masalah percintaanku. Yang dulu pernah menjadi lubang hitam karena sakitnya dicampakkan oleh seseorang yang dikasihi. Dan, lubang itu semakin lebar menganga membentuk kubangan hingga jurang. Sampai akhirnya, aku salah arah dan berpindah haluan memilih arah yang sebaliknya. Dan, inilah ketakutanku, mutiara hitamku yang telah kukubur dengan dalam, dan dengan mudahnya tergali oleh seseorang yang bahkan baru kukenal beberapa bulan. Kesempurnaanku akan sandangan nama, kini ternodai dengan akal sakitku yang seharusnya kusimpan apik, tetapi malah terobrak-abrik oleh seorang gadis polos pengidap penyakit dyslexia. Akasyah Ad-Dukhan namanya.

Beruntungnya, perkelahian tersebut tak sampai ke telinga orang tuaku, yang tengah dinas di luar kota pada saat itu, sehingga mereka tak dapat melihat wajah lebam penuh luka milikku. Kembali lagi dengan Akasyah, yang kini telah menjadi teman yang paling akrab denganku. Dia yang tengah menggenggam mutiaraku itu, membuatku berubah sebanyak dosa pada tubuh ini. Ketika ia mengakui dirinya mengetahui jika aku adalah penyuka sesama jenis, pada detik itu dengan gemetar aku menanyakan pendapatnya.

Dan, ia menjawab, "Pendapat? Ehm ..., aku nggak mempermasalahkan cinta sesama jenis. Hidup ini hanya teka-teki yang harus kita pecahkan dengan akal dan pikiran, jangan selalu mengikuti perasaan. Karena terkadang, perasaan akan menjerumuskan kita ke hal-hal yang salah. Sedangkan, akal dan pikiran lebih rasional, dan kita dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya lebih luas lagi. Jika menjadi homoseksual adalah keputusan yang telah kamu ambil dari akal sehatmu, maka tak ada yang harus dipermasalahkan, karena kamu mungkin sudah berpikir bahwa hal ini yang baik buatmu, tak perlu mendengarkan pendapat orang lain. Yang ingin kuingatkan, hidup ini hanyalah sebuah halte,"

Bersungut SengauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang