Gelenyar Sergap sang Degup

301 7 0
                                    

"Mah, Pah, Yvest ingin memeluk agama Islam."

*****

Yvest Angelica, itulah namaku. Hanyalah seorang gadis biasa yang berkacamata, dan hobi membaca buku, juga mejauhi kerumunan. Sebenarnya, itu adalah diriku yang dahulu. Diriku ketika menginjak bangku Sekolah Menengah Atas. Kini, aku telah beranjak dewasa dan memasuki usia 25 tahun. Menyelesaikan kuliahku, menamatkan pendidikanku yang telah dibiayai oleh kedua orang tua. Banyak sekali hal yang telah berubah dalam hidupku, dalam 10 tahun ini. Namun, ada satu hal yang tak berubah, bahkan tak dapat kuubah sama sekali. Sekalipun, akal dan hatiku selalu berkata ingin berubah, dan membuangnya jauh-jauh dari benakku.

Dia, Reynaldi David Rajaram. Lelaki supel, teman sebayaku ketika kami masih SMA. Kami memang tidak pernah mengobrol, tidak pernah bertegur sapa, bahkan bersentuhan. Hanya selewat kontak mata saja. Aku selalu teringat hari di mana aku jatuh terperosok ke dalam mata hitam kelamnya. Dalam sekejap, duniaku mengalami guncangan hebat. Setiap hari, aku selalu memandangi paras tampannya dari jauh. Selalu mengagumi sosok gagahnya, walaupun dari balik dinding koridor. Selalu menyoraki namanya bangga ketika ia berpidato di atas podium, walaupun dalam hati. Dan, seiring aku menatapnya, semakin dalam, dan semakin banyak menyadari hal-hal kecil dalam dirinya, maka semakin aku mengetahui bahwa aku telah jatuh cinta padanya.

Tiga tahun, aku menjalani hari-hariku tanpa bercengkerama dengan teman. Tiga tahun, aku hanya memandangnya dari jauh. Dan, tiga tahun itu pula yang hanya kuingat, ketika aku dan dirinya dapat berada dalam jarak yang dekat. Sampai ketika kelulusan tiba, bahkan kata-kata yang ingin sekali kusampaikan hanya menjadi sebuah endapan di lidah. Dan, ironisnya, sampai kinilah endapan tersebut telah menjadi daging di dalam hati. Aku masih mencintainya. Kata-kata tajam inilah yang selalu menusuk sukmaku, karena cinta tak tersampaikan ini yang semakin hari membuatku lemah dan tak berdaya.

Sepuluh tahun, aku tak bertemu dengannya, berubahlah diriku sebanyak-banyaknya. Aku yang sudah berubah ini, sangat terlihat kuat dan kokoh di luar. Namun, yang kuketahui bahwa di dalam, aku semakin lemah setiap harinya. Aku dapat bergaul dengan banyak orang, bahkan sampai pergi ke sebuah pub sudah menjadi rutinitasku. Walau, aku sangatlah muak dengan semua pencitraan di depan teman-temanku. Aku memang sudah berubah menjadi orang yang bahkan tak dapat kuduga. Namun, bukan berarti semua dari diriku tak ada yang tak berubah. Lingkungan pergaulanku memang buruk, namun diriku tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang buruk pula. Aku tidak ingin menyesali diriku sendiri di kemudian hari.

Seperti malam ini contohnya, aku tengah berada di dalam ruangan gelap yang penuh dengan lampu warna-warni, musik riuh mengalun, dan kerumunan orang yang tak henti menggerakkan tubuhnya. Namun, di sinilah diriku, hanya sendiri, duduk di kursi bar sembari menikmati air mineralku. Sedangkan, teman-temanku hanya meminum minuman beralkoholnya, sembari mengisap batang rokok. Aku suka dengan mereka, aku suka dengan diri pengecutku sekarang, aku suka berkeliaran bersama-sama dengan banyak orang. Setidaknya, aku tidak terlalu berlarut memikirkan dirinya, apabila aku hanya mendekam sendirian di rumah.

Dahulu, aku pernah berjanji pada diriku sendiri, apabila aku bertemu dengannya kembali, aku akan mengatakan bahwa aku mencintai dirinya sejak SMA. Tetapi, apalah daya karena tidak ada satu makhlukpun yang dapat menodai waktu. Aku tak dapat satu kesempatanpun untuk bertemu dengannya. Aku hanya dapat berharap, di manapun dan kapanpun aku berada, agar dapat dipertemukan kembali oleh dirinya. Itulah mengapa diriku selalu mengikuti teman-temanku bepergian ke luar, singgah di suatu tempat ke tempat lainnya. Bahkan, di tengah kesepian diriku ini, aku hanya berharap bahwa kesempatan membawanya ke dalam pub ramai ini, dan menepuk pundakku untuk memastikan bahwa ia mengenalku.

Karena itu, daripada apa pun yang kuinginkan, hanyalah bertemu dengan sosok rupawannya.

PUK

Bersungut SengauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang