Prolog 1

814 49 19
                                    

Angin menerbangkan beberapa rasa penat. Bayangan besar, yang menyerupai sebuah pohon berdiri tegak di tengah-tengah besarnya lingkaran kematian.
«gigas jedar» itulah pohon yang menghisap seluruh sistem kehidupan di sekitarnya. Dengan tinggi 8 mel dan diameter 5 mel, membuat menara lonceng jam di london tidak dapat menandinginya.

*klang!

Mengayun keatas.

Menebas kebawah.

Mungkin hanya itu yang dilakukan, tapi jika pikiran kita teralihkan bahkan untuk sesaat, reaksi dari kulit kayu keras itu akan menghantam kembali pada kedua tangan kita tanpa henti. Mengambil nafas, waktu, kecepatan, pemindahan berat tubuh, semuanya itu harus dikontrol dengan tepat sejak awal.

Sementara dia dapat memahami teori itu tersebut dengan baik, melakulannya tidaklah semudah menghafal teorinya. Egeo telah diberi tugas ini sejak berumur 9 tahun di musim gugur tahun kemarin, dan ini akan menjadi musim semi keduanya sejak saat itu.
Dia di beritahu, oleh penguna kapak pendahulunya, kakek Garrita yang telah mengemban tugas tersebut selama —— 84 tahun!

"Guh...!"
Egeo tersungkur, jatuh pada rerumputtan kering. Wajahnya yang penuh akan keringat menjadi berkerut, setelah mendengar suara langkah kaki mendekat.

"... Hee... Suara yang halus cuman keluar dalam 6 pukulan dari 78 pukulan erm... Jadi 84 pukulan huh, sepertinya roti kali ini kamu yang teraktir Egeo."
Pemilik dari suara, yang sedang berbaring sedikit jauh darinya, adalah anak muda yang berumur hampir sama dengannya. Egeo tidak menjawab dengan segera, tetapi meraba kantung air di dekatnya, lalu mengambilnya. Dia dengan cepat meminum air yang benar-benar membuat kerongkongannya itu segar.

"Hmm... Kau baru bisa 86 bukan? Nanti aku akan menyusulmu. Sekarang ini giliranmu... Kazuto."

"Ya, ya."

Kazuto adalah teman kecil Egeo dan salah satu sahabat terbaiknya, juga patner dalam «sacred task» menyedihkan ini. Kazuto menyeka keringat di rambut hitamnya, merentangkan kakinya kedepan dan mengangkat tubuhnya. Tapi tidak segera mengambil kapak itu, Kazuto meletakkan tanganya di pinggang sementara dia melirik pada bagian atas pohon tinggi tersebut. Penasaran dengan apa yang dilakukannya Egeo juga melirik keatas.

Langit di puncak musim semi di bulan ke-13 benar-benar biru, dan yang berada tepat pada tengah-tengah awan adalah Dewi matahari Souls, yang memancarkan cahaya hangat menuju bumi, tetapi cahayanya terhalang oleh batang pohon besar, sehingga tidak mencapai tempat Egeo dan Kazuto berada.
Di waktu yang sama, tak terhitung dedaunan dari pohon besar ini yang menyerap sebagian berkah cahaya dari Dewi Souls, akarnya juga tanpa henti menyerap berkah dari Dewi tanah Terraria, membuatnya cepat pulih dari kerja keras Egeo dan Kazuto yang secara rutin menebangnya. Tidak peduli seberapa banyak mereka menebangnya, tetap saja pada malam hari pohon itu akan pulih.

Egeo menghela napas ketika melihat kembali pohon yang menjulang tinggi itu. Sudah 400 tahun, warga desa Rulid menurunkan secred task ini pada generasi-kegenerasi. Jika di hitung-hitung Kazuto dan Egeo adalah yang ke-567 dari generasi sebelumnya (kakek Garrita).

Alasan desa rulid ingin menebang pohon ini, karena alasan untuk memperluas lahan. Pada awalnya mereka pernah menanam benih di dekat lahan pohon ini, tetapi benih itu mati. Tentu karena berkah yang diserap daripadanya.
Sendangkan untuk memperluas kedaerah lain adalah Taboo.

Kazuto berdiri di samping Egeo sementara menatap Gigas jedar tanpa mengatakan apapun. Kazuto yang memiliki mata dan rambut hitam yang sangat jarang terilihat di daerah utara, memberikan senyum kecil, yang menurut Egeo pertanda buruk.

"Baiklah, baiklah..."

Egeo segera meraih tangan kanan Kazuto, sahabatnya itu. "Oi!? Tunggu, Kazuto, kepala desa sudah melarang untuk melihat Life pohon ini bukan?" larang Egeo, setelah melihat tangan Kazuto membentuk sebuah huruf S dan C, di udara.

Kazuto hanya tersenyum kecil, "suhs! Kakek tidak ada disini, bagipula apa dia punya mata-mata?!"

"...."

«Life» adalah sebutan untuk daya tahan sebuah obyek, tentu di dunia ini semua obyek punya daya tahan, seperti makanan jika life-nya habis akan basih, mahluk hidup akan mati, tanaman akan layu, dan sebagainya.

"Kau sudah siap?"

"... O-oke..."

Kazuto segera menyentuh batang pohon besar tersebut, lalu dengan samar terdengar suara seperti lonceng kecil, setelah sebuah layar tipis seperti kertas keluar dari sana.
Perlahan setiap angka mulai mengurai, mengeluarkan percikan hitam kecil. *poff!* adalah tanda life berhasil di uraikan.

Kazuto perlahan menilik pada setiap angka yang membentuk lurus dan melengkung, "baiklah......"

Egeo mengunakan jarinya untuk mengecek satu demi satu sambil sedikit berguman, untuk mengucapkannya.
"... 235.542."

"Ah—— .... Berapa jumlahnya sebulan lalu?"

"Mungkin... 235.590."

"....."
Hanya mendengar jawaban Egeo Kazuto mengangkat tangannya dengan gaya berlebihan, terjatuh dengan kedua lutut sembari mengacak-acak rambut hitamnya.
"Lebih dari setahun hanya kurang lima puluh dari 235 ribu! Jika begini terus bisa-bisa kubur gak tenang kita!!"

"Haha... Tenang aja..." Egeo berucap dengan senyum kecut.

"K~a~u..."
Kazuto yang sekarang telah berdiri menatap tajam pada Egeo, dengan raut wajah yang mengerikan saat dia menekuk bagian wajahnya.

"Hiks~!? K-Kazuto... Tenang..."

*brugh!

Egeo terjatuh kepermukaan rerumputtan, jelas itu disebabkan oleh dorongan Kazuto.
Dengan serentak tangan kurus pucat milik Kazuto mengelitikki tubuh Egeo.

"Huuhuu...! Haha...! B-berhenti!"

"Hehe... Kita lagi despresi kau malah bilang harus cllam dwon? Rasain ini!!" ujar Kazuto dengan senyum khas usil miliknya.

Sementara Egeo tertawa keras, terdengar suara halus mengelegar di belakang mereka berdua.
"Kalian berdua——!! Bermain-main lagi huh!?"

Pada saat itu, permainan antar mereka berdua terhenti.

"Uu... Suara ini..."

"Ini buruk..."
Mereka berdua lalu mengankat bahu mereka, lalu dengan takut melirik kebelakang mereka.

Di atas batu yang tidak jauh dari mereka berdua, dengan tangan yang melekat di pinggangnya, sosok manusia dengan dada yang sedikit menonjol berdiri. Kazuto mengankat bahunya, lalu berbalik secara fertical memaksa Egeo berdiri, untuk menyembunyikan sosoknya.
"H... Hei, Alice, kau datang cepat hari ini."

"Sama sekali tidak, ini waktu yang biasanya."
Sosok gadis itu segera melompat di antara bebatuan. Rambut pirang ke-emasannya menari-nari, rok mengambang di bawah apron putihnya berayun-ayun sesaat setelah ia mendarat sempurna di depan Kazuto dan Egeo.

Nama gadis itu adalah Alice Schurbeng. Cucu dari kepala desa, dan umurnya sama dengan Kazuto dan Egeo. 10 tahun.

Alice menatap tajam pada mereka berdua, sementara Egeo hanya tersenyum kecil. Kazuto tentu sedang gemetaran sembuyi dibelakang Egeo.

"Kami tidak bermain-main sungguh!" bantah Kazuto.

"Haha... Dia benar Alice, kita sudah selesai menebang."
Tambah Egeo, masih dengan senyum kecilnya itu.

"Hooo..." Alice memberikan tatapan curiga pada dua sosok tersebut, "—— hahh... Baiklah, ayo selesaikan ini." lanjut Alice, setelah ia menghela napas panjang.

Bagian 1>> 2 (prolog)

Note: Cerita dalam pengembangan (revisi) dalam tiap chapter akan membantu jika semua sobat2 yang membaca cerita ini dengan cermat, memberikan masukkan tentanh typo atau penyusunan kata yang salah.

Happy reading^^

Sword And Destniy [Underworld Aliaztion]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang