Sakit ? 4✅❤

9.8K 555 37
                                    

Ia berjalan menuju kamarnya. Hari ini seperti biasa, orang tuanya tidak ada di rumah. Bekerja katanya. Sang Adik, Mikhayla Zarana Saputri mungkin belum pulang juga dari sekolahnya karena ia cukup aktif mengikuti beberpa ekstra kulikuler, tidak seperti dirinya. Semua sudah diatur lalu dengan patuh ia hanya harus mengikuti aturan yang telah disediakan. Tidak ada bantahan ataupun langgaran.

Terkadang ia merasa bosan dengan semuanya. Jujur saja, siapa yang suka hidupnya diatur sedemikian rupa seperti itu. Serasa tidak bebas meskipun segala kebutuhan selalu diberikan. Tapi mau bagaimana lagi toh ini sudah menjadi garis hidupnya. Seperti yang satu ini contohnya.

Mengikuti les.

Berdampingan dengan sang guru les di satu ruangan sudah menjadi makanan wajib Fara sepulang sekolah. Rasa sakit di sekujur badannya saja belum reda. Sekarang otaknya harus bekerja lagi. Bukankah otak dan tubuh harus seimbang untuk menerima pelajaran?

"Neng, kenapa atuh ini teh meuni lemes gini? Gusti nu agung, ini kenapa meuni panas gini badannya?" Seperti biasa, sepulang sekolah Mbok Minah akan mengecek ke dalam kamarnya untuk sekedar merapikan seragam juga tas sekolahnya atau sekedar mengantarkan minum atau menawarkan menu makanan apa yang diinginkan.

Sambil membuka kancing belakang seragamnya, Mbok Minah yang membantu membuka seragamnyapun terlonjak kaget saat tak sengaja telapak tangannya mengenai kulit Fara. Badannya panas.

"Iya gitu Mbok? Nggak ah, perasaan doang kali." Fqra mencoba menyangkal.

"Si Mbok ke sana dulu atuh ya, bilang ke si Den Rio supaya nggak ngajar dulu hari ini. Si Neng meuni panas gitu badannya." Mbok lalu menyimpan seragam Fara dengan tergesa di lemari di sudut kamar.

"Eh eh, ngapain Mbok? Jangan ah, udah nggak papa. Bentar lagi aku ke sana. Mbok tolong siapin baju aku aja ya," ia segera menahan lengan si Mbok yang hendak membuka pintu lalu memeluknya sebentar kemudian berlalu ke kamar mandi.

"Ieu mah budak pang bageur na. Meuni nurut we ka indung teh," lalu si Mbok beranjak menuju dapur untuk membuatkan minuman untuk di antar ke ruang belajar.

***

"Bagian mana yang tidak kamu mengerti?" Fara menunduk memperhatikan lembaran kertas di atas meja saat sang Guru Les itu berada di belakangnya. Tak berani mendongkak.


"Kamu lihat contoh di depan. Soalnya tidak jauh berbeda," Fara segera mengalihkan pandangannya ke arah depan, tempat white board kecil itu berada.

"Bisa?" Lagi, Fara mengangguk. Suasana canggung yang hanya dirasakan Fara akhirnya berakhir saat sebuah suara melengking tiba-tiba hadir di sana.

"Kay?" Fara sangat bersyukur atas kehadiran adik satu-satunya ini. Ia tersenyum senang.

"Kakak, yuhuuuuuu. Ini aku bawa makanan. Dimakan ya, Kak Rio juga boleh kalo mau, hehe." Kayla memberikan bungkusan plastik berwarna putih itu. Lalu pandangannya terarah pada kertas yang ada di hadapan Fara. Berjongkok, lalu ia mengambil pulpen dari tangan Kakaknya. Menambah beberapa coretan di sana lalu memberikan kertas tersebut kepada Rio.

"Bener, kan? Jawabannya segini?"

"Iya. Tuh, Kayla aja bisa yang masih SMP. Masa kam-"

"Iiiihhhh, aku udah SMA tahu, kelas satu. Kakak ini gimana sih?" Kayla menyerobot dengan bibir monyong-sebal. Sedang di depannya, Rio tertawa puas.

"Kakak diem-diem aja nih. Kenapa? Sakit?" Fara hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sang adik. Rio ikut memandang Fara memastikan bahwa Fara benar sakit atau tidak. Wajahnya memang sedikit pucat. Ah tidak, ia memang memiliki kulit yang putih.

Sekitar delapan bulan Rio sudah bekerja menjadi guru les untuk anak keluarga Farid-Ayah Fara dan Kayla. Sebelumnya ada guru les bergender wanita. Tetapi karena ada satu dan lain hal, guru itu digantikan oleh Rio yang direkrut langsung oleh Ibu Michelle-Ibu Kayla. Menurut para pekerja di sini, mereka berdua-Fara dan Kayla memang sudah terbiasa seperti ini. Dalam artian sehabis pulang sekolah, mereka akan menghabiskan waktu untuk mengikuti les yang diberikan sang Ibu.

Rio hanya ditugaskan menjadi guru les Fara saja. Sedangkan Kayla memiliki guru yang lain. Namun terkadang, anak itu selalu masuk tanpa izin ke ruangan ini. Terkadang membawa makanan ataupun hanya sekedar main hp. Namun ada satu hal yang membuat Rio selalu bertanya. Jadwal les Kayla lebih ringan dibanding Fara. Terkadang sang Ibu juga menemani Kayla di ruangan sebelah saat mengikuti les.

"Sudah selesai." Fara angkat bicara sambil memberikan lembar jawaban. Rio hanya menanggapi dengan deheman kecil.

"Aku ke kamar duluan boleh? Kepala aku sedikit pusing."

***

Ia mengoleskan obat merah dibeberapa titik di badannya. Rasanya perih saat cairan itu menyapu kulitnya. Lalu kemudian ia berjalan mendekati jendela kamarnya.

Ia memandang langit yang polos tanpa hiasan bulan bintang. Mengingat kejadian bagaimana tadi Bagas memperlakukannya tanpa kemanusiaan. Sebenanya Bagas adalah laki-laki yang baik, hanya saja kadang-kadang dia berubah kasar saat amarah menguasainya. Hubungan Fara dan Bagas baru satu tahunan. Mungkin beberapa bulan ke depan hari anniversary mereka. Kenal dengan Bagas dan bisa menjalin hubungan dengannya adalah hal yang tidak pernah Fara bayangkan.

Saat ini pun sakit dibadannya belum mereda. Punggung, tangan, wajah. Tapi semua itu tak sesakit organ yang ada di dadanya. Fara sudah terbiasa dengan kelakuan Bagas yang seperti itu. Dan Fara tak mempermasalahkannya, karena Fara tahu bagas berlaku seperti itu bukanlah keinginannya.

Setiap kali Bagas emosi, amarahnya pun dengan setia mendampingi. Dan Bagas akan melampiaskan rasa sesaknya kepada siapapun orang yang berada di sekitar. Maka dari itu Fara dengan sabar selalu berusaha membuat Bagas agar tidak marah.

Mungkin awalan pacaran dengan Bagas, Fara sangat takut pada Bagas. Tapi setelah Jihan, Ibu dari Bagas menceritakan kronologis mengenai kenapa Bagas seperti itu, entahlah rasa sayang hinggap begitu saja dihati Fara. Karena Bagas sakit. Bagas tidak baim-baik saja.

***

Revisi 3 Juli 2019
Selamat hari sastra nasional
Dan aku. Ehe!

Sakit? |✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang