"Sudah sarapan?" Fara menolehkan kepalanya ke kiri-tepat di mana Bagas berdiri. Seperti biasa lelaki itu datang dengan seragam yang dua kancing atasnya terbuka. Tas berwarna hitam legam yang disampirkan pada pundaknya.
"Hm," jawaban yang ambigu sangat.
"Hm apa? Udah apa belum?"
"Belum," lalu satu pukulan mendarat di lengan kanan Bagas. Ia merintih-bohongan.
"Udah dibilang sarapan dulu ih. Masih ngeyel aja. Aku kan nggak bisa tiap hari bawain bekel, Gas. Aku juga kadang kesiangan," Fara mengomel seperti biasa.
"Udah dong, masa belum sih. Tadi Bunda bikinin sarapan omlet. Enak banget,"
"Curang, nggak ngasih aku." Fara mendelik, pura-pura kesal.
"Ululululu," hampir saja Bagas menyomot bibir Fara dengan tangan tentu saja-bukan bibir. Melihat kelakuannya saat ini membuat Bagas gemas. Ia memang dekat dengan Bundanya. Mereka tak jarang menghabiskan waktu bersama jika ada kesempatan.
"Main dong ke rumah. Minggu ini Bunda libur. Jadi kamu bisa deh lenye-lenyean sama Bunda. Mau?" Yang tentu saja dijawab dengan anggukan semangat oleh seorang Fara.
"Eh nggak tahu deh, soalnya Ibu sama Ayah juga katanya bakal libur. Mmh, liat Sabtu nanti deh ya," ia merarik perkataannya mengingat orang tuanya akan datang.
"Yah nggak seru, huuuu," tentu saja. Bagas adalah seorang yang hangat di samping perilakunya terdahulu. Fara baru mengetahui beberapa bulan lalu bahwa seorang Bagas Radeva Firmansyah mengidap suatu penyakit yang mungkin bagi Fara awam mendengarnya. Ah tidak, ia hanya sebatas mengetahuinya dengan sebutan penyakit keperibadian ganda. Namun tak percaya bahwa ia bertemu dengan seseorang yang mengidapnya. Bahkan pacarnya sendiri.
Saat itu adalah pertama kali ia dibawa Bagas ke rumahnya. Sekedar bermain judulnya.
"Hallo Tante, saya Fara," ia menyalami wanita yang masih terlihat cantik diusianya yang sudah banyak ini. Iya, ini Jihan ibu Bagas.
Rumah Bagas lumayan besar, tapi tidak sebesar rumahnya tentu saja. Katanya hanya mereka-Bagas dan Bundanya yang tinggal di rumah ini dan terkadang dari pagi sampai petang ada pekerja yang sering membantu untuk sekedar mencuci dan memasak. Pelataran rumah yang asri dengan kolam ikan juga membuat Fara merasa nyaman bahkan hanya dengan sekali pandang. Terlebih lagi tutur Jihan yang sangat lembut membuat Fara teringat akan Michelle.
"Ini yang namanya Fara? Cantik ya," yang dibalas Fara dengan senyum malu-malunya. Lalu tersentak saat sebuah pelukan menghangatkan hatinya. Jihan mengusap sayang kepala juga punggungnya.
"Sudah makan? Tante masak banyak loh. Bagasnya masih di atas tapi. Mau makan duluan?"
"Ah nggak Tante, makasih. Nanti saja," bingung harus melakukan apa, akhirnya ia membalas pelukan sang calon mama mertua. Eh?
"Loh, kok malah makasih. Yuk, Tante ajak ke ruang makan. Makan yang banyak ya, biar badannya berisi nggak kecil gini." Fara hanya membalas dengan kekehan kecil. Lalu Jihan mengambilkan nasi dengan lauk ke atas piringnya.
"Nggak nunggu Bagas dulu Tante?"
"Makan duluan aja ya, Bagas suka susah kalo disuruh makan. Sampe capek Tante bilanginnya. Kamu nanti bantu ingetin Bagas makan ya," Fara mengangguk canggung. Ini hanya dirinya yang makan? Tante Jihan tidak ikut makan?
"Mh, Tante nggak makan?" Setelah mengutarakan pikirannya, hanya gelengan yang diterima Fara.
"Mau Tante suapin?"
"Ah nggak usah, Fara bisa sendiri kok."
Disuapi? Yang benar saja. Walaupun ia merindukan suapan dari seorang Ibu, ia tidak akan melakukannya pada Jihan.
"Duh maaf ya, Tante seneng banget sama anak cewek soalnya. Sangking senengnya Tante denger Bagas mau ajak kamu mampir aja sampe masak dari pagi, untung keburu."
"Iya nggak papa kok Tante, terima kasih banyak sudah dimasakin segini banyak. Masakan Tante enak." Fara mengunyah kembali.
"Heem, makanya yang banyak ya makannya. Mau tambah?"
"Nggak usah Tante, ini masih banyak. Makasih."
"Duh, cantik banget sih. Sopan lagi. Eh gimana Bagas?" Jihan sempat terpana dengan sosok gadis di hadapannya ini. Mereka benar-benar mirip. Benar kata Bagas.
"Gimana apanya Tan?" Lalu kemudian Fara mengambil suapan terakhir dan minum dari gelas yang disodorkan Jihan, berisi air putih. Menyimpan piring kotornya ke atas wastafel lalu kembali duduk dengan Jihan yang tak henti memandangnya.
"Suka sama Bagas dari apanya sih?"
"Hah?" Fara tercengang.
"Eh maaf Tante," lancang sekali ia.
Yang dijawab Jihan dengan cekikikan. Sebenarnya ia hanya menggoda gadis ini saja eh malah keterusan. Fara gadis yang manis membuat Jihan gemas hanya dengan menggoda anak itu. Sebenarnya Jihan ingin mempunyai anak perempuan, tapi yang keluar malah lelaki. Yaaa tak apa lah ya, toh sama saja seorang anak.
"Hey, Anak Manis. Saya ini tahu anak saya tidak akan pernah membawa seorang teman ke rumah ini. Hmm, tidak ada sejarahnya seorang Bagas yang sok cool berani mengajak seorang teman apalagi perempuan seperti kamu. Hayolah mengaku saja. Sudah berapa lama kalian?" Jihan memicingkan mata, lagi-lagi menggoda Fara.
"Apanya Tante?" Dan tebak, Jihan sedang melakukan apa?
Ya, tepat sasaran. Ia memanggil puteranya untuk ikut bergabung dalam interogasi ringan itu.
Dan bravo! Dengan pancingan sana-sini akhirnya Jihan mengetahui bahwa anaknya telah melancarkan senjata tembak menembak kepada si gadis manis itu selama kurang lebih dua bulan.
Waw!
"Yang tahan ya pacaran sama Bagas," ledek Jihan di hadapan Bagas yang tentu saja dihadiahi delikan malas darinya. Fara hanya tersenyum mengingat ini pertama kalinya berkunjung ke rumah sang pacar, ia jadi bingung sendiri harus berlaku seperti apa.
"Udah ah, Bagas mau ke kamar dulu ini belum beres."
Jihan tertawa sebentar lalu setelah Bagas tak terlihat, kamenarik napas kecil dan berkata.
"Kamu tahu, Bagas mengidap Dissociative Identity Disorder."
***
03 Sept, 2017
Revisi: 2 Agustus 2019LIMA PART AJA DULU YA. KALO RAME TAK PUBLISH LAGI
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakit? |✔
Teen Fiction[COMPLETED] #rank 10 in teenfiction (16 Desember 2019) #rank 1 in Bagas (22 Desember 2019) #rank 3 in Fara (22 Desember 2019) #rank 3 in Yudha (22 Desember 2019) 🌿🌿🌿 Dia sama dengan yang satunya. Namun dia selalu dibedakan. Dia ingin sepertinya y...