2;Of.

5 0 0
                                    

"Aku tau kau sedang menyindirku tadi." Ucapku ketus pada Henry. Kami sedang dalam perjalanan pulang. Kebetulan letak apartemen kami sama, apartemennya nomor 87 dan apartemenku nomor 89.

"Baguslah kalau kau sadar." balasnya sambil terkekeh.

"Makannya jangan stuck sama dia terus," lanjutnya lagi,

"Aku udah move on kok. Bahkan aku udah lupa sama dia." ucapku dengan tegas sembari mengepalkan tanganku semangat,

"yakin? tadi aku ketemu sama di......" Henry kembali berujar kali ini kalimatnya membuatku spontan mengalihkan pandanganku padanya.

"Serius hen? Dimana?" aku langsung memotong perkataan Henry, bahkan aku berhenti tepat di hadapannya, menghadangnya berjalan.

"Catch you." Henry tersenyum miring dan menjentikkan jarinya di depan wajahku, membuatku sadar kalau dia hanya membohongiku. Aku melengkungkan bibirku, lalu dengan cepat mencubit pinggang Henry cukup kuat.

"Aduh duh rei sakit nih." katanya sambil mengelus pinggangnya yang kucubit.

"Rasain!" aku memeletkan lidahku, melihatnya yang kesakitan dengan cubitanku.

"Rei, Rei, gak dulu gak sekarang sama aja. Cubitannya nyakitin" aku hanya terkekeh geli mendengar perktaannya, lalu kembali berbalik dan berjalan, sampai saat mataku menangkap sosok yang tak jauh dariku, membuatku terdiam membeku.

"Oiii! Henry? Henry kan?" Ucap seorang pria yang kini tengah berjalan cepat kearahku dan Henry dengan seorang gadis di sampingnya.

"Roy?" baik aku, Henry, maupun dia, Roy terdiam. Kaget saat melihat satu sama lain.

"Kalian disini juga?" Gadis di samping Roy bersuara, menghilangkan kecanggungan diantara kami. Henry berdehem pelan, Roy menghela nafas dan aku masih tetap terdiam.

"Iya kami tinggal disini.Eehm dan kalian? kulihat kalian sangat uhm," Henry menggantungkan kalimatnya tidak yakin dengan pikirannya sendiri,

"kami bertunangan." ucap Roy santai sambil merangkul erat gadis disampingnya, yang kini menunduk dan tersenyum malu.

Apa katanya? tunangan?

Tunangan?

TUNANGAN?!

Henry menggeleng - geleng tak percaya, kemudian memarahi mereka karena baru memberitahunya dan akhirnya menggoda pasangan itu.

Sedangkan aku? masih setia bungkam.

Tak percaya dengan apa yang kudengar. Dulu aku memang tau Roy berpacaran, tapi pacarnya siapa aku tak pernah tau. Apakah gadis ini? Dan sekarang mereka sudah bertunangan? yang artinya cepat atau lambat mereka akan menikah bukan? Seperti disambar petir, aku terkejut dan hatiku sakit. Rasanya aku ingin menangis, tapi tak mungkin aku menangis disini. Mataku terasa panas, aku harus menahannya, aku tak boleh menangis disini. Tidak dihadapannya.

"Dan kulihat kau juga sepertinnya sudah," Roy menggantungkan omongannya dan menatapku. Aku hanya terdiam menatapnya, mataku terasa semakin panas.

"Reika. sudah lama kita gak jumpa" Roy tersenyum lembut, aku ingin membalas senyuman itu, tapi bibirku menolak melakukannya. Mataku semakin panas, aku tidak tahan, aku ingin menangis saat ini juga.

Aku berjengit saat kurasa ada sesuatu menutupi kepala dan pandanganku. Membuatku tak bisa melihat sosok Roy yang berdiri di hadapanku. Bersamaan dengan itu air mataku jatuh. Aku tau Henry sengaja menutupi wajahku dengan tudung jaketku, dia selalu melakukan ini saat tau aku akan menangis.

"Reika sedang sariawan. Jadi dia sulit berbicara hahaha" ucap Henry, selanjutnya aku hanya mendengar suara tawa mereka bertiga.

"Apa kalian berpacaran?" Tanya gadis yang tak kuketahui namanya itu.

Cause Of  YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang