Chapter 2

37 0 0
                                    

Siang ini langit sedikit mendung, membuatku berjalan cepat dengan gelisah.
Bukan karena aku takut basah, tapi karena hujan membuat hatiku resah. Aku benci hujan, sejak kejadian Marchell yang memutuskan untuk tidak memilihku dan lebih memilih wanita simpanannya.
Sejak itu aku merasa hujan mempermainkan ku, seolah ia hanya aliran air yang menambahkan kedinginan di hatiku.

Aku berlari semakin cepat disaat titik-titik hujan mulai terjatuh, tanpa sadar buku-buku yang ku dekap berjatuhan. Ah sial! Umpatku, dan aku mulai memungut nya dengan gerakan cepat. Tetapi mungkin sudah menjadi takdirku, menjadi orang yang selalu merasa di permainkan oleh hujan.
Titik-titik itu telah berganti menjadi butiran air yang berjatuhan dg cepat. Aku berdiri dan menyiapkan aba-aba untuk berlari kencang, tetapi saat itu juga seorang lelaki menabrak ku hingga aku yang hendak berdiri kembali terduduk di jalanan.

"maaf nona, aku tidak sengaja", lelaki itu membantuku berdiri dan memunguti buku ku.
"tak mengapa", jawabku sambil menerima tumpukan buku ku yang ada di tangannya.
"ayo cepat kita berteduh, sebelum hujan semakin membuat kita kedinginan". Aku mengangguk dan mengikutinya masuk kedalam sebuah cafe yang bernuansa klasik. "duduklah nona, ini cafe orang tua ku, dan karena kesalahanku telah menabrakmu tadi, hari ini semua menu nya gratis untukmu." ia tersenyum hangat dan memberikan sebuah daftar menu padaku.
"terimakasih sebelumnya, aku hanya ingin coklat panas."
"baiklah nona." ia memanggil seorang pelayan dan menyerahkan daftar menu yang ia pegang.

"aku Rain, siapa kah namamu nona?"
"aku Gracia." aku tersenyum dan membalas jabatan tangannya.
Setelah perkenalan singkat, kami saling diam. Aku hanya menatap tetesan hujan yang mulai mereda, dan Rain sibuk dengan kopi hitamnya.

Aku ikut menyesap coklat panas yang tadi ku pesan, rasa canggung menjadi satu dengan sesapan ku.
"grace...."
"rain....."
Kami berdua tertawa saat tak sengaja diantara kami memanggil nama bersamaan.
"apakah kau benci hujan grace?" aku mengernyit heran, bagaimana ia bisa tahu pikirku.
"aku tau dari tatapan mu saat memandang tetesannya yg jatuh, seolah disana hatimu ikut jatuh. Benarkah kau membenci hujan Grace?" aku menatapnya dan mengangguk
"aku memang benci hujan" jawabku.
"berarti kau juga membenciku?"
"maksutmu?" alis ku bertaut tak mengerti pertanyaannya.
"aku adalah rain, dan rain itu adalah hujan. Bukankah berarti kau membenciku?"
Aku tertawa renyah saat mendengar ucapannya
"aku bukan membenci seorang manusia yg kebetulan bernama rain, tetapi aku membenci rain dalam artian yg sebenarnya."  Rain pun ikut tertawa

Hujan dan RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang